HomeInfo SehatCovid-19Bukan Pandemi, Wabah Virus Corona Disebut Sindemi, Apa Itu?
Covid-19

Bukan Pandemi, Wabah Virus Corona Disebut Sindemi, Apa Itu?

Ayu Maharani, 16 Nov 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Ada ahli berpendapat COVID-19 kurang cocok disebut pandemi. Status sindemi lebih sesuai untuk penyakit berbahaya ini. Cek apa artinya di sini!

Bukan Pandemi, Wabah Virus Corona Disebut Sindemi, Apa Itu?

Status pandemi bukan hal baru dalam peradaban manusia. Beberapa kali manusia telah merasakan pandemi.

Misalnya, Plague of Justinian (541 M), Black Death (800 M), The Great Plague of London (1348 - 1665), Kolera (awal abad 19), Pandemi Flu (1918-1920), hingga COVID-19.

Lantas, bagaimana dengan status sindemi? Pernahkah Anda mendengarnya?

Apa Itu Sindemi?

Istilah sindemi sebenarnya juga bukan hal baru. Seorang epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, pernah membahas itu di tahun ‘90-an.

Sindemi sendiri adalah kependekan dari sinergi dan pandemi. Namun, apa arti penggabungan dua kata itu?

Kepada media, Dicky menerangkan sindemi adalah dua atau lebih penyakit yang terjadi pada populasi secara bersamaan atau berurutan. Kondisi tersebut pada akhirnya bisa memperburuk prognosis (prediksi) dan penyakit yang sudah ada sebelumnya.

“Kita ambil contoh, obesitas, penyakit jantung, dan diabetes. Orang yang obesitas lebih berisiko terkena penyakit diabetes. Nah, orang yang diabetes lebih rentan pula mengalami penyakit jantung dan stroke,” ujarnya.

“Ketika orang-orang yang punya penyakit ini terinfeksi virus corona, gejala COVID-19 yang dirasakan juga semakin buruk dan berakibat fatal.”

Dari contoh di atas, terlihat adanya sinergi, bukan? Kendati begitu, sindemi belum menjadi bagian dari tingkatan dalam public health.

Tingkatan yang masih berlaku adalah kejadian luar biasa (KLB), wabah atau bencana nasional, epidemi, dan pandemi.

Penggunaan kata sindemi bisa menjadi sebuah penyadaran dan pendekatan metodologi untuk mengatasi wabah dan pengaruhnya terhadap berbagai aspek lain.

Pasalnya, sindemi ini bisa diperburuk oleh faktor-faktor lain. Misalkan, pengendalian pandemi yang buruk dan pelayanan kesehatan yang kurang mumpuni.

Alhasil, ekonomi juga terpengaruh alias memburuk. Terlihat sekali COVID-19 membuat keterkaitan yang amat jelas.

Status Sindemi Tidak Bisa Diberikan kepada Setiap Negara

Menanggapi seputar pandemi virus corona yang kini “beralih status” menjadi sindemi, dr. Devia Irine Putri berpendapat, istilah sindemi memang tidak menggantikan definisi pandemi.

“Hanya saja, di dalam definisi pandemi ini, lebih condong ke pendekatan untuk menyelesaikan pandemi. Jadi, selain dari obat-obatan dan berbagai penelitian ilmiah, juga harus ada peraturan dari pemerintah yang bisa disamaratakan,” jelasnya.

“Hal tersebut sebenarnya agak sulit, mengingat kondisi suatu negara berbeda-beda. Misalnya jumlah penduduk, tingkat sosial ekonominya, pendidikan, dan lain sebagainya.”

Kesulitan untuk menerapkan status sindemi ke semua negara juga diutarakan oleh Emily Mendenhall dari Science, Technology, and International Affairs Program, Edmund A Walsh School of Foreign Service, Georgetown University, AS.

Menurut Mendenhall, kondisi tersebut susah dan tidak bisa digeneralisasikan secara global.

Tiap negara memiliki konteks yang berbeda. Tiap negara juga punya pengendalian pandemi virus corona yang berbeda-beda.

Kita ambil contoh Amerika Serikat dan Selandia Baru. Selandia Baru merupakan negara yang punya jumlah penduduk jauh lebih sedikit dibanding AS.

Alhasil, penanganan dan pengendalian wabah di sana lebih mudah dilakukan dan tak sampai memengaruhi aspek kehidupan lainnya.

Berbeda dengan AS yang jumlah penduduknya sangat banyak, bahkan melebihi Indonesia. Tentu pengendaliannya akan jauh lebih susah dan terlanjur merembet ke berbagai aspek.

Karena itulah, kondisi di Selandia Baru tak bisa disebut sindemi. Sedangkan di AS bisa disebut demikian.

Artikel Lainnya: Ini Waktu yang Diperlukan Virus Corona untuk Hidup di Benda Mati

Apa Indonesia Bisa Dapat Status Sindemi?

Epidemiolog Dicky berpendapat, sama seperti di AS, kondisi di Indonesia sudah bisa dibilang sebagai sindemi.

Dirinya mengatakan, “Indonesia memiliki angka infeksi COVID-19 pada anak yang tinggi. Kalau kita lihat dari aspek sindeminya, bisa jadi disebabkan oleh cakupan imunisasi yang menurun di masa pandemi, sehingga daya tahan tubuh anak-anak menurun.”

“Selain itu, stunting serta sanitasi dan kebersihan juga memengaruhi tingginya infeksi virus corona pada anak Indonesia ketimbang negara-negara lain. Karena daya tahan tubuh yang rendah, gizi yang buruk, dan lingkungan yang jorok, mereka pun lebih mudah terserang penyakit,” tambahnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh dr. Devia. “Untuk saat ini, Indonesia memang cocok diberikan status sindemi. Banyak faktor-faktor lain yang memperburuk kondisi COVID-19, baik dari segi pemerintah maupun masyarakatnya sendiri,” ujarnya.

Ya, pandemi virus corona memang bisa diubah statusnya menjadi sindemi apabila banyak aspek yang saling memengaruhi dan dipengaruhi.

Untuk informasi lainnya seputar COVID-19, konsultasikan kepada dokter lebih cepat lewat fitur LiveChat di aplikasi Klikdokter.

(FR/AYU)

virus corona

Konsultasi Dokter Terkait