Kesehatan Umum

Ratnawati Sutedjo, Meretas Batas Penyandang Disabilitas

Rieke Saras, 19 Des 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Lebih dari satu dekade, Ratnawati Sutedjo membuka lapangan pekerjaan bagi para penyandang disabilitas.

Ratnawati Sutedjo, Meretas Batas Penyandang Disabilitas

Ratnawati Sutedjo selalu bergerak, ke sana dan kemari. Sibuk. Kesan itulah yang tertangkap, ketika KlikDokter menemuinya pada suatu siang di rumah workshop Precious One di Meruya Utara, Jakarta Barat. Di tempat inilah, Ratna - demikian ia biasa disapa - mendampingi para penyandang disabilitas tuna rungu berkarya sejak tahun 2004.

Sebentar-sebentar ia berbicara dengan tukang yang sedang merevonasi salah satu bagian rumah. Lalu ia kembali lagi bercakap dengan karyawannya dan memberikan saran mengenai bordiran, mengecek hasil kerajinan tangan yang telah setengah jadi. Setelah itu, barulah ia duduk dan menyambut, sembari menghela napas sejenak. Tapi wajahnya tetap berseri-seri dan “welcome”.

Duduk di tengah-tengah beragam kerajinan tangan hasil karya penyandang disabilitas, Ratna membagikan ceritanya mengenai Precious One dan pandangannya terhadap disabilitas kepada KlikDokter.

Berawal dari hepatitis A

Gagasan Ratna untuk membentuk Precious One tidak datang tiba-tiba. Waktu itu tahun 2001 ketika Ratna didiagnosis mengidap hepatitis A. Tes darah menunjukkan SGOT-nya mencapai angka 2.000. Ia yang tadinya disibukkan dengan pekerjaannya sebagai sekretaris, harus istirahat total selama dua bulan. Seketika segalanya tampak gelap dan buntu.

“Saya memiliki anggota tubuh lengkap, tapi hari itu saya tidak bisa melakukan apa pun. Hidup saya terasa tidak berguna. Lalu saya berpikir, bagaimana dengan teman-teman disabilitas? Mereka punya telinga, tangan, dan kaki, tetapi tidak dapat memakainya.”

Ratna bernazar bahwa jika ia diberi kesempatan hidup lebih lama, ia akan menyelami kehidupan kaum disabilitas lebih dalam. Setelah pulih dari sakit, Ratna bertekad untuk belajar bahasa isyarat. Ia mendalaminya selama 1,5 tahun di bawah bimbingan almarhum Baron Sastradinata.

Pada saat yang sama, Ratna tak sengaja bertemu dengan seorang tuna rungu yang sedang tidak memiliki pekerjaan. Berbekal kemampuan kerajinan tangan, Ratna memutuskan untuk membantu. Ia mengajari kenalan barunya itu kerajinan tangan berupa kartu dan jepit rambut. Hasil karya itu kemudian dijual kepada teman-teman Ratna dan mendapat respons positif.

“Dari hanya satu orang, dia kemudian mengajak temannya lagi untuk bergabung hingga akhirnya makin banyak. Jadi saya berhenti dari pekerjaan dan membentuk Precious One,” ujar Ratna.

Kini, Precious One sudah memiliki dua puluhan pekerja disabilitas. Setiap hari mereka berkarya, membuat tas, dompet, boneka kertas, sarung bantal, dan kerajinan tangan lainnya untuk dinikmati oleh masyarakat luas. Ketika saya berkunjung ke workshop, beberapa karyawan sedang sibuk membuat kerajinan tangan untuk beberapa perusahaan.  Ada yang menjahit, membuat aksesori, dan memasang payet.

Bahkan tahun ini, Precious One mendapat kesempatan untuk membuat suvenir bagi para tamu di perhelatan Asian Games 2018 kemarin. “Kami punya misi agar masyarakat bangga memakai produk karya orang-orang dengan disabilitas. Bukan karena kasihan, tapi karena memang kualitasnya bagus,” terang Ratna.

1 dari 2

Penolakan adalah penyemangat

Bagi perempuan kelahiran Semarang, 9 Februari 1974 ini, penolakan adalah salah satu hal yang tak terlupakan selama mengelola Precious One. Ia menganggapnya sebagai jalan lain menuju kebaikan-kebaikan. Sebuah penyemangat hidup.

Ratna yang menggemari olahraga yoga ini bercerita bahwa ia pernah menawarkan kerajinan tangan para karyawan Precious One ke salah satu department store ternama di Jakarta. Saat itu ia ditolak mentah-mentah karena produk tersebut dianggap tidak sesuai image dan dibuat oleh orang-orang “cacat”.

“Hal tersebut mengingatkan saya bahwa tugas saya tak hanya menciptakan lapangan pekerjaan. Saya juga harus memberikan edukasi kepada orang-orang. Itu juga alasan mengapa akhirnya kami membuat tagline ‘Bangga Pakai Produk Disabilitas’.”

Awal-awal mendirikan Precious One, keluarganya juga sempat menentang. “Mereka ingin saya memiliki karier yang lebih dari itu,” kata Ratna. “Untungnya, mereka sudah menerima sekarang.”

Memahami bahwa hidup takkan selalu mulus, Ratna berusaha untuk tetap bersyukur. Ia mengaku banyak belajar dari Markus Kristianto, yang pernah menjadi penasihatnya di Precious One.

“Itu kutipan darinya,” Ratna menoleh ke belakang, menunjuk ke sebuah dinding yang berhiaskan ornamen tulisan: ‘Kelumpuhan yang sebenarnya bukan ada pada kaki, tapi pada pola pikir & hati’. 

“Saat berusia 9 bulan, keluarganya menitipkan Markus ke sebuah asrama khusus anak-anak berkebutuhan khusus dan memberikan alamat palsu, yang artinya Markus kecil dibuang oleh keluarganya. Di asrama, ia diperlakukan kasar sehingga dia merasa hidup itu tidak adil,” cerita Ratna. Sekarang, Markus menjadi salah satu trainer di berbagai perusahaan dan berkeliling Indonesia bersama istrinya.

“Dia selalu menasihati saya untuk tidak membelaskasihani orang-orang disabilitas, tetapi memberikan mereka kesempatan. Ketika belas kasihan saya terlalu besar, ia lah yang akan mengingatkan saya.”

2 dari 2

Ratna terus bergerak

Selain mengembangkan Precious One, Ratna juga memiliki empat program sosial yang masih berhubungan dengan disabilitas. Dua di antaranya adalah Stop Bully Disabilities dan Special Day with Special Children.

Stop Bully Disabilities merupakan program untuk membangun kesadaran melawan perundungan terhadap penyandang disabilitas. Biasanya mereka membuat workshop edukatif di berbagai sekolah dan kantor.

Sementara Special Day with Special Children diselenggarakan pertama kali pada tahun 2011 di Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, Precious One mengajak 800 anak disabilitas untuk bermain bersama di mal. 

“Banyak anak disabilitas yang tidak bisa ikut merasakan permainan yang ada saat ini di mal karena faktor ekonomi, atau rasa malu ketika bergabung dengan anak-anak lainnya di tempat umum,” kata Ratna.

Untuk tahun-tahun ke depannya, Ratnawati Sutedjo masih memiliki banyak mimpi yang ingin diwujudkannya lewat kerajinan karya para penyandang disabilitas tuna rungu binaannya. “Salah satunya saya ingin Precious One menjadi pusat wisata, icon produk disabilitas terbaik di Indonesia, kebanggaan buat Indonesia,” pungkas Ratna.

[RS/ RVS]

Tuna Rungu
Penyandang Disabilitas
Ratnawati Sutedjo
Precious One
Hepatitis A