Covid-19

Tembus 10.000, Ini Alasan Angka Kematian Virus Corona di Italia Tinggi!

Ayu Maharani, 29 Mar 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Tak hanya kasus terkonfirmasi yang melampaui Tiongkok, tapi angka kematiannya COVID-19 juga demikian, yaitu tembus 10.000 jiwa. Apa penyebabnya?

Tembus 10.000, Ini Alasan Angka Kematian Virus Corona di Italia Tinggi!

Episentrum COVID-19 tak lagi di Tiongkok, tapi berpindah ke negara lainnya, salah satunya Italia. Tak hanya kasus terkonfirmasi yang sudah melampaui Tiongkok, begitu juga dengan angka kematian yang mengkhawatirkan hingga tembus 10.000 jiwa.

Dilansir dari CNN, lonjakan jumlah korban meninggal dunia terjadi kemarin (28/3), yakni 889 orang. Dengan tingginya angka mortalitas akibat COVID-19, tentu banyak orang yang bertanya-tanya apa penyebabnya.

Alasan Tingginya Angka Kasus Infeksi dan Kematian di Italia

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa jumlah infeksi dan mortalitas akibat virus corona strain baru, SARS-CoV-2, terus meningkat.

  1. Pada Awalnya, Penyebaran Virus Corona Disepelekan

Sebagai informasi, Italia sudah menerapkan lockdown dan sudah memasuki minggu keenam. Hanya saja, kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil karena angka pasien positif dan kematian terus meroket.

Dirangkum dari berbagai sumber, warga Italia sempat bersikap skeptis terhadap penyebaran novel coronavirus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok, ini.

Mereka menganggap bahwa wabah tersebut layaknya flu biasa dan tetap beraktivitas seakan itu bukan ancaman, ditambah lagi physical distancing bukanlah salah satu karakteristik warga sana.

Secara fisik, warga Italia dikenal sebagai orang-orang yang penuh afeksi—pelukan dan cium pipi adalah hal yang biasa. Tak hanya di antara anggota keluarga, tapi juga teman, bahkan rekan kerja.

Bahkan ketika mengobrol, jarak fisik mereka lebih dekat antara satu sama lain, karena persepsi psikologis budaya di sana tentang ruang privat lebih kecil dibanding negara-negara lainnya. Warga tetap bandel kumpul-kumpul, naik transportasi publik, pokoknya tak mengenal konsep jaga jarak.

Artikel Lainnya: Hati-hati Virus Corona, Ini Pertolongan Pertama untuk Mengatasinya

Pemerintah pun sempat santai dalam menanggapi penyebaran COVID-19. Mereka sempat berpendapat, kalau panik pada saat itu, itu malah akan memengaruhi sektor ekonomi negara tersebut. Ini perlahan berubah ketika ada pejabat pemerintahan yang positif terinfeksi virus corona.

Saat ada kebijakan lockdown, bukannya patuh terhadap aturan pemerintah untuk tetap bertahan di kotanya masing-masing dan beraktivitas di dalam rumah saja, sebagian masyarakat Italia justru “kabur” ke negara Eropa lainnya!

Dan lihat hasilnya sekarang, episentrum COVID-19 tak lagi Tiongkok, tapi telah berpindah ke Eropa.

Kini, kumpul-kumpul besar yang biasa dijumpai di area publik sudah dilarang oleh Perdana Menteri Giuseppe Conte sejak awal Maret.

2. Jumlah Populasi Lansia yang Tinggi

Italia disebut-sebut sebagai negara usia harapan hidup tertinggi ke-6 di dunia, yaitu 84 tahun. Artinya, populasi lansia di sana cukup tinggi. Tahun 2018, tercatat bahwa 22,6 persen populasi negara tersebut berusia 65 tahun atau lebih.

Para ahli mengatakan bahwa virus corona mendatangkan ancaman lebih serius pada lansia ketimbang usia yang lebih muda. Lansia dikatakan lebih mudah terinfeksi virus tersebut dan mengalami kasus yang parah. Itu juga bisa meningkatkan penggunaan unit perawatan intensif di rumah sakit.

Banyak lansia di Italia yang terpapar virus di tempat kerja. Sebagai informasi, usia pensiun rata-rata di Italia adalah 67 tahun, dua tahun lebih lama daripada rata-rata pensiunan di negara-negara maju lainnya.

Data dari pemerintah Tiongkok terus menunjukkan bahwa orang-orang yang berisiko tinggi terkena infeksi parah adalah lansia dan punya riwayat penyakit sebelumnya.

Perkiraan awal menunjukkan bahwa tingkat kematian akibat infeksi SARS-CoV-2 adalah 2 persen. Temuan awal dari Tiongkok, yang berkaitan dengan 17 orang pertama yang meninggal dunia, menunjukkan bahwa usia rata-rata mereka adalah 75 tahun.

Dalam studi di New England of Journal of Medicine, disebutkan bahwa rata-rata usia 425 pasien pertama yang meninggal dunia akibat infeksi virus tersebut adalah 59 tahun.

“Hal ini mungkin dipengaruhi oleh daya tahan tubuh yang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Dikatakan juga bahwa kondisi medis tertentu yang dimiliki lansia dapat memperburuk infeksi coronavirus,” jelas dr. Theresia Rina Yunita.

Artikel Lainnya: Waspada, Penderita Virus Corona Bisa Tidak Menunjukkan Gejala!

3. Tes Virus Corona di Italia Terbatas, Beda dengan Jerman

Kita pindah sebentar ke negara lain di Eropa, yaitu Jerman. Meski pasien positif COVID-19-nya juga banyak, tetapi persentase kematiannya rendah, yakni hanya 0,5 persen. Itu sangat berbeda dengan tingkat kematian di Italia, yaitu 10 persen.

Salah satu alasan mengapa persentase kematian di Jerman disebabkan oleh tes virus corona yang dilakukan secara cepat dan juga meluas. Hal ini diungkapkan oleh pakar virus dan epidemi Rumah Sakit Charite di Berlin, yang juga merupakan penasihat untuk pemerintah Jerman.

Tak hanya itu, tingkat diagnosis laboratorium COVID-19 juga tinggi ketimbang negara-negara Eropa lainnya.

Selain itu, pakar sosial dan ekonomi dari Universitas Bonn, Jerman, Profesor Moritz Kuhn dan Profesor Christian Bayer mengungkap bahwa ada faktor lain yang berpengaruh, yaitu struktur sosial di Jerman.

Orang Jerman tidak tinggal dalam keluarga besar seperti di Italia. Banyak yang tinggal sendiri di apartemen.

Kedua pakar tersebut melakukan penelitian struktur sosial di berbagai negara dalam kaitannya dengan penyebaran wabah. Menurut mereka, makin banyak penduduk usia produktif yang tinggal dalam keluarga besar, makin cepat pula virus menyebar.

Di Italia, dalam satu atap sering kali ditinggali beberapa generasi. Ini sangat berbeda dengan Jerman.

Artikel Lainnya: Tanda-tanda Seseorang Sudah Sembuh dari Virus Corona

Apa yang Bisa Dipelajari oleh Indonesia?

Tidak ada satu pun negara yang ingin jumlah pasien positif COVID-19-nya semakin banyak. Oleh karena itu, dari kasus Italia ini, ada beberapa hal yang bisa dipelajari untuk meminimalkan jumlah kasus dan kematian, yaitu:

  • Stop bersikap cuek terhadap pandemi ini. Jangan egois dan tetap keluyuran. Ingat, tak menunjukkan gejala bukan jaminan Anda tak terinfeksi. Selama tinggal di pusat outbreak, Anda berpotensi menjadi carrier alias pembawa virus. Pedulikan juga orang lain di sekitar Anda.
  • Patuhilah aturan pemerintah demi kebaikan bersama. Jika disuruh physical distancing, maka lakukanlah! Jika dilarang mudik, maka jangan dilakukan. Bantu pemerintah untuk menekan penyebaran virus.
  • Pemerintah harus melakukan tes secara massal dan luas, dengan akses yang tidak bikin kebingungan. Bila perlu, pertimbangkan kebijakan yang lebih ekstrem, misalnya lockdown.
  • Bila memang harus isolasi mandiri, terapkan dengan benar. Jangan keluar rumah dan pisahkan diri dari anggota keluarga lainnya. Tujuannya supaya lansia ataupun anggota keluarga lain, terutama yang punya imunitas rendah, tak tertular.

Melihat tingginya angka kasus positif dan angka kematian di Italia, tentu Anda jadi cemas dengan perkembangan kasus di tanah air yang juga terus meningkat. Untuk mencegah lonjakan tersebut, upayakan untuk mengikuti imbauan pemerintah dan otoritas kesehatan sebaik mungkin sembari menjaga kesehatan kebersihan diri.

KlikDokter bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana meluncurkan layanan telemedicine cek virus corona online untuk membantu penanganan COVID-19. Dengan akses konsultasi dokter yang lebih gampang seperti LiveChat 24 jam, maka Anda tetap di rumah saja, ya!

(RN/AYU)

virus corona