Kesehatan Mental

Tips Memastikan Psikolog Palsu atau Asli

Krisna Octavianus Dwiputra, 18 Feb 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Nama Dedy Susanto viral karena dituding sebagai psikolog palsu oleh selebgram bernama Regina VT. Bagaimana cara memastikan seorang psikolog asli atau palsu?

Tips Memastikan Psikolog Palsu atau Asli

Beberapa hari ke belakang, nama Dedy Susanto tiba-tiba mencuat jadi viral. Revina Violetta Tanamal (atau Revina VT), seorang selebgram, mempertanyakan keaslian gelarnya sebagai doktor. Selain itu, ia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah pasien wanita.

Awalnya, Dedy yang menuliskan “Doktor Psikologi” di keterangan akun Instagram-nya mengajak Revina untuk berkolaborasi. Belakangan, Revina mengungkap bahwa Dedy tidak terdaftar atau tidak memiliki lisensi praktik sebagai seorang psikolog.

Awal kecurigaan Revina adalah pembahasan Dedy tentang gangguan bipolar dan LGBT yang diklaimnya bisa sembuh. Dari situ, mantan kekasih penyanyi rap Young Lex ini mencari tahu keabsahan gelar psikolog Dedy.

Dilansir dari berbagai sumber, Revina mengecek apakah Dedy terdaftar sebagai tenaga medis di Sistem Informasi Keanggotaan Himpunan Psikologi Indonesia (SIK HIMPSI). Ternyata, hasilnya nihil.

Setelah mengungkap Dedy, mulai banyak orang yang mengirim pesan ke Revina, mengatakan bahwa Dedy melakukan tindakan asusila. Bukti screenshot-nya itu pun diunggah di akun Instagram-nya.

Dari situ, makin banyak pasien yang buka suara akan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pria yang kerap disapa sebagai Paduka ini.

Siapa yang Disebut sebagai Psikolog?

Berkaca dari kasus yang sedang ramai diperbincangkan ini, sudah sewajarnya Anda mengecek keaslian gelar psikolog maupun tenaga medis lainnya. Pasalnya, banyak orang yang ngaku-ngaku bisa jadi penyembuh, baik kondisi fisik maupun mental.

Dari KlikDokter, psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi, mengatakan bahwa cara paling mudah yang bisa dilakukan untuk mengecek keaslian titel seorang psikolog adalah lewat SIK HIMPSI. Jadi, proses pengecekan yang dilakukan oleh Revina itu benar.

"Yang bisa kita lakukan, orang tersebut punya Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP) atau tidak. Nah, kalau yang punya surat izin ini biasanya tidak akan keberatan kalau ditanya surat izin praktiknya. Ini cara pertama yang mudah," ungkapnya.

"Tetapi beberapa psikolog langsung memperlihatkan SIPP mereka. Bisa juga cek nama orang itu di SIK HIMPSI. Nanti akan terlihat di situ, apakah dia psikolog atau bukan. Di sisi lain, cek juga apakah ia anggota biasa saja atau bukan," lanjut Ikhsan.

Sementara, untuk jalur pendidikan, seseorang bisa dikatakan psikolog kalau S1 dan S2-nya sama-sama ambil psikologi. Perlu diingat, kalau cuma S1 psikologi, itu belum dikatakan sebagai psikolog.

Setelah lulus S2 atau Magister profesi psikologi dan mencari bermacam-macam kasus, serta mendapat lisensi dari HIMPSI, barulah ia bisa dikatakan psikolog.

Bagaimana kalau S1 psikologi, S2 ambil jurusan Ilmu Komunikasi, tapi S3 kembali ambil psikologi? Itu tetap bukan dianggap sebagai psikolog, tapi hanya dianggap sebagai ilmuwan psikologi.

Syarat mudahnya untuk dipahami adalah bahwa S1 dan S2-nya harus ambil jurusan psikologi untuk bisa disebut psikolog dan tentunya dengan persyaratan lainnya tersebut.

Artikel lainnya: Depresi Rentan Bunuh Diri, Kapan Sebaiknya Harus ke Psikolog?

Cuma Modal Workshop Tak Bisa Jadi Psikolog!

Sayangnya, sekarang banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai psikolog atau bisa melakukan terapi terkait kesehatan mental berbekal workshop atau pelatihan-pelatihan yang diikuti.

Padahal jelas, jalan menuju menjadi psikolog bukanlah hal yang mudah. Karena harus menempuh pendidikan formal dan beberapa persyaratan lainnya.

"Hanya saja, ada beberapa orang yang cuma ikut workshop atau pelatihan soal psikolog, akhirnya merasa bisa buka praktik. Padahal itu belum tentu boleh. Karena dia tidak punya kapasitas praktik secara klinis," terang Ikhsan.

"Kalau cuma ilmu dari workshop atau seminar, jelas sangat berbeda dengan ilmu yang benar-benar dipelajari secara akademik. Karena psikolog itu, kan, menangani pasien klinis dengan berbagai masalah tertentu, harus ada pemahaman yang dilalui pada saat S2 psikologi profesinya," jelas Ikhsan.

Ikhsan kemudian memberikan tips mudah untuk untuk mendapatkan layanan dari psikolog atau psikiater yang aman.

"Kalau memang mau aman, misalnya mau konsultasi dengan psikolog, disarankan untuk ke puskesmas atau rumah sakit karena di dua tempat ini punya SIPP. Biasanya, di kedua tempat itu punya surat tanda registrasi (STR)," pungkas Ikhsan.

Klarifikasi dari Paduka

Atas tudingan Revina, Dedy pun mencoba membela diri lewat akun Instagram miliknya. Sebagian di antaranya adalah:

“Saya tidak pernah mengatakan diri saya psikolog baik di IG maupun YouTube”. Di bio IG saya Doktor Psikologi yang artinya gelar S3 Psikologi. Apakah saya salah mencantumkan itu? Saya baru salah bila saya mencantumkan Dedy Susanto, M.Psi, Psikolog. Saya benar adanya punya gelar S1 dan S3 Psikologi.”

Lewat unggahannya itu, Dedy juga menunjukkan ijazah S1 dan S3, serta surat keterangan dan sertifikasi dari Yayasan Hipnoterapi Indonesia dan Lembaga Pengembangan Hypnotherapy Indonesia.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa tuduhan pelecehan seksual oleh dirinya tidak benar alias fitnah.

Gangguan kesehatan apa pun, baik fisik maupun mental, memang paling amannya dikonsultasikan ke tenaga medis yang tepercaya. Baiknya datangi tempat praktik yang jelas, misalnya puskesmas, klinik, atau rumah sakit, jangan datangi tempat yang tidak biasa, seperti di kamar hotel. Manfaatkan juga internet untuk cek legitimasi gelar, jam terbang, atau pengalaman kerjanya. Anda juga bisa konsultasi masalah kesehatan mental dengan psikolog tepercaya dari KlikDokter melalui Live Chat!

(RN/RPA)

Pelecehan SeksualPsikolog

Konsultasi Dokter Terkait