Kesehatan Anak

Terjadi 3000 Kasus Kekerasan pada Anak Selama Pandemi, Apa Alasannya?

Tamara Anastasia, 24 Jul 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Tak hanya menyebabkan hilangnya banyak lapangan kerja, pandemi virus corona di Indonesia ternyata juga meningkatkan terjadinya kasus kekerasan pada anak. Apa alasannya?

Terjadi 3000 Kasus Kekerasan pada Anak Selama Pandemi, Apa Alasannya?

Kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Tanah Air seakan tak ada habisnya. Menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), terdapat sekitar 3000 anak yang menjadi korban kekerasan selama masa pandemi virus corona.

Kenyataan yang sungguh ironis. Pasalnya, setiap orang tua seharusnya bertugas untuk melindungi dan memenuhi setiap hak yang dimiliki anak, bukan menjadikannya target tindakan kekerasan.

Kondisi menjadi semakin rumit, karena pelayanan untuk melindungi anak dari lembaga-lembaga tertentu juga menjadi tidak maksimal. Ini karena pelayanan yang diberikan benar-benar terhalang oleh pandemi virus corona

Menanggapi kondisi tersebut sekaligus memperingati momen Hari Anak Nasional yang jatuh pada Kamis, 23 Juli 2020, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. 

Menteri Bintang meminta agar semua masyarakat tidak mengurangi makna komitmen pemerintah dalam melindungi setiap anak yang ada di Indonesia. 

Kekerasan pada Anak saat Pandemi, Mengapa Bisa Terjadi?

Baik secara verbal maupun nonverbal, kekerasan memang bisa berdampak buruk bagi kesehatan seorang anak. Hal ini pun merupakan salah satu tindakan kriminal yang pelakunya harus dihukum sesuai dengan peraturan di undang-undang. 

Ikhsan Bella Persada, M.Psi. Psikolog menjelaskan, kekerasan anak merupakan satu bentuk perilaku yang dengan sengaja menyakiti secara fisik dan atau psikis seorang anak. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk merusak, melukai, dan merugikan anak. 

“Dalam masa pandemi virus corona, tingkat kekerasan pada anak memang bisa meningkat. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Tapi, faktor utama yang mungkin memicu tindakan ini adalah kondisi ekonomi,” kata Ikhsan.

“Ketika orang tua stres karena kondisi keuangan yang semakin menipis, mereka jadi melampiaskan rasa marah dan kecewa pada anak,” sambungnya.

Tidak hanya itu, Ikhsan juga menegaskan bahwa perubahan gaya hidup yang terjadi selama pandemi virus corona turut berperan dalam tingginya kasus kekerasan anak yang terjadi beberapa waktu belakangan.

“Ekonomi, intensitas bertemu, pola interaksi, semuanya berubah. Ada orang tua yang melampiaskan stres karena kondisi ini. Dia berhenti kerja atau uang sehari-harinya terbatas, akhirnya meletakkan kekesalan ke anaknya,” tutur Ikhsan.

"Anak adalah sosok inferior, sedangkan orang tua adalah sosok superior yang merasa punya kuasa lebih atas apa yang terjadi dalam keluarga. Inilah yang menyebabkan anak jadi sasaran empuk bagi orang tua ketika mereka sedang marah, stres, atau kecewa,” lanjutnya.

Artikel Lainnya: Tips Bantu Anak Hadapi Pelaku Bullying

Apa Saja Dampak Kekerasan pada Anak?

Berikut ini beberapa dampak kekerasan pada anak yang bisa terjadi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang:

  • Dampak Fisik

Jika orang tua sering memukul, menampar, menendang, atau bahkan melukai anak dengan benda-benda tajam, ini akan berdampak pada penampilan fisiknya. 

Tubuh anak bisa dipenuhi dengan luka sayatan, memar, dan sebagainya. Jika tidak segera diobati, luka ini bisa menyebabkan infeksi yang berbahaya bagi kulit maupun kesehatan organ tubuh lainnya. 

  • Dampak Psikologis 

Tidak hanya menyebabkan kerugian fisik, kekerasan pada anak juga bisa menimbulkan dampak psikologis yang umumnya akan terus dirasakan hingga anak tumbuh dewasa.

Berdasarkan penjelasan Ikhsan, ketika seorang anak sering jadi korban kekerasan orang tuanya, anak tersebut akan tumbuh menjadi seorang yang mudah cemas, mudah takut, mudah mendapatkan serangan panik, dan menjadi seorang yang rendah diri.

Tidak hanya itu, anak yang pernah mendapat tindak kekerasan juga mungkin akan memiliki rasa dendam yang berlebihan pada orang lain, merasa tidak percaya diri, bahkan depresi

Artikel Lainnya: Kiat Lindungi Anak dari Pelecehan Seksual

Cara Bijak Mencegah Kekerasan pada Anak

Menahan emosi memang bukan hal yang mudah, terutama jika stres dan cemas sudah menguasai diri. Meski demikian, sebagai seseorang yang seharusnya mengayomi anak, mengendalikan emosi merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan.

“Sebagai orang tua, penting bagi Anda untuk memahami kapasitas masing-masing anak. Jika orang tua merasa emosi atau sedang tidak stabil, ada baiknya menarik diri dari orang sekitar untuk menenangkan diri. Sehingga, tidak melakukan tindak kekerasan pada anak,” jelas Ikhsan. 

Selain itu, belajar berkomunikasi yang baik juga bisa menjadi jadi cara lain yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Dalam hal ini, Anda pelru berupaya mengontrol diri dan berusaha memberikan pengertian pada anak.

“Komunikasi adalah kunci. Bukan bentakan atau pukulan. Bicarakan baik-baik apa yang menjadi akar permasalahannya. Berikan penjelasan dan edukasi yang baik pada anak. Jika anak masih tidak mau mengerti, jangan pernah bosan untuk mengedukasinya,” ungkap Ikhsan.

Kekerasan pada anak merupakan hal serius yang bisa memberikan pengaruh buruk pada kehidupan buah hati Anda. Jangan sampai masa depan si Kecil hancur karena keegoisan dan sikap dari orang tua. 

Untuk itu, mulailah untuk lebih menyayangi dan melindungi si Kecil dengan sepenuh hati. Jika terkendala atau bingung menerapkan pola asuh yang tepat, jangan pernah sungkan untuk bertanya pada dokter melaui Live Chat 24 jam di aplikasi KlikDokter.

(NB)

Hari Anak Nasional

Konsultasi Dokter Terkait