Berita Kesehatan

Dari Dokter Hingga Kepala BKKBN, Ini Cerita Singkat dr. Hasto Wardoyo

Tamara Anastasia, 23 Okt 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Menyambut Hari Dokter Nasional, yuk kenalan lebih dekat dengan dokter yang sekarang menjabat sebagai Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo.

Dari Dokter Hingga Kepala BKKBN, Ini Cerita Singkat dr. Hasto Wardoyo

Menjadi seorang dokter bukanlah perjalanan yang mudah. Terlebih lagi jika Anda bermimpi untuk menjadi seorang dokter spesialis. Seperti dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K), yang telah melewati suka duka menjadi seorang dokter. 

Namanya semakin melambung tinggi ketika dirinya menjabat sebagai bupati Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Langkahnya tak berhenti sampai di situ, bulan Juli lalu dr. Hasto kembali ‘naik level’ menjadi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Dari ‘Anak Desa’ hingga punya julukan ‘Dokter’

Teriknya matahari siang itu (Jumat 18/10) menemani perjalanan KlikDokter untuk bertemu dengan sosok pria yang juga dikenal sebagai dokter spesialis kebidanan itu. Sosoknya membuat KlikDokter bertanya-tanya:

“Mengapa seorang dokter yang sudah memiliki reputasi serta jabatan tinggi di bidang medis memutuskan terjun ke dunia yang jauh dengan kehidupan sehari-harinya? Menjadi seorang bupati –dan sekarang menjabat sebagai salah satu kepala lembaga negara?”

Waktu menunjukkan pukul 12.30 ketika KlikDokter sampai di kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Rupanya Hasto Wardoyo yang biasa dipanggil dengan sebutan ‘Bapak’ itu belum kembali dari Shalat Jumat. 

Sambil bercengkerama dengan pegawai yang sedang berjaga, tiba-tiba beberapa orang yang duduk di dalam ruangan sekejap berdiri dan menyambut sosok yang sudah ditunggu sejak tadi. 

Mengenakan batik berwarna hijau dengan celana hitam dan peci di atas kepala, dr. Hasto tersenyum menyapa semua yang duduk di ruang tunggu tersebut. Tidak berapa lama, kami diajak menuju ke ruangan di mana ia bekerja. 

“Ayah saya itu pensiun ketika saya masuk SMA. Tapi hal ini justru jadi motivasi bagi saya untuk lebih mandiri mencari uang, untuk biaya kuliah. Saya mau jadi orang pertama dari keluarga saya yang masuk ke perguruan tinggi,” katanya di awal wawancara.

Anak terakhir dari delapan bersaudara tersebut memang tidak terlahir dari keluarga yang memiliki harta berlimpah. 

Maka dengan bermodalkan ayam, kambing, dan sapi yang dijual oleh Hasto, setelah lulus SMA ia memberanikan diri untuk mendaftarkan diri ke Institut Pertanian Bogor, dengan harapan nantinya ia bisa menjadi dokter hewan. 

Tapi tidak sampai tiga bulan, ia kembali mengambil langkah nekat dan memutuskan untuk mendaftarkan diri ke Universitas Gajah Mada –dengan jurusan Kedokteran. 

“Saat itu saya tidak ada uang yang cukup, jadi ya harap-harap cemas saja. Ayam dan kambing masih ada belasan, itu saya jual semua untuk modal kuliah di UGM,” lanjutnya. 

Setelah melewati berbagai macam suka duka selama menempuh pendidikan di UGM, ia dinyatakan lulus dengan tepat waktu, yakni enam setengah tahun. 

Masuk dalam masa penempatan tugas praktik dirinya ditempatkan di desa pedalaman yang terdapat di Kalimantan. Menurutnya, melayani di pelosok desa merupakan bagian dari moto hidupnya. 

“Saya lahir dari desa, saya besar di desa, dan saya akan melayani di desa,” katanya. 

Selama lima tahun melayani di Kalimantan, berikut sederet riwayat pekerjaan yang pernah Hasto Wardoyo jalani: 

  • Kepala Puskesmas Kahala, Kab. Kutai, Kalimantan Timur (1990)
  • Kepala Puskesmas Melak, Kab.Kutai, Kalimantan Timur (1991)
  • Kepala Puskesmas Lok Tuan Bontang Utara, Kab. Kutai, Kalimantan Timur (1994)

Hampir selama kurang lebih lima tahun melayani di pelosok Kalimantan, pada tahun 1992 dr. Hasto dinobatkan menjadi dokter teladan. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Presiden Indonesia, Alm. Soeharto. 

Penghargaan diberikan kepada dr. Hasto atas dedikasinya menjadi dokter di pedalaman Kalimantan Timur, usai dirinya lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada 1989. 

“Dulu itu belum ada dokter yang praktik di tempat yang saya datangi. Pernah ada, tapi hanya bertahan 2 sampai 3 hari saja. Nah, saya dokter pertama di sana yang memang bertahan hingga lima tahun. Mendapatkan penghargaan sebagai dokter teladan ini juga menjadi momentum saya untuk daftar lagi ke sekolah spesialis,” jelasnya. 

Selain melayani masyarakat yang sakit, ia juga mengajarkan banyak hal pada anak-anak yang ada di Kalimantan Timur. Misalnya mengajar tepuk Pramuka, mengajarkan tentang kesehatan dan terkadang juga mengajarkan pelajaran sekolah. 

Menjadi Spesialis Kebidanan

Karena sudah memiliki ‘modal’ dokter teladan, akhirnya ia mendaftarkan diri untuk mengambil spesialisasi) kebidanan dan kandungan di Fakultas Kedokteran UGM.

“Menjadi seorang dokter kebidanan itu berarti kita bekerja dengan tangan dan juga otak. Saya mau nanti tangan dan otak saya itu kemampuannya seimbang. Jadi ketika saya sudah tua, lalu tangan saya tremor, otak saya masih bisa dipakai untuk praktik dan menggunakan tangan orang lain sebagai penyalurnya,” ia menjelaskan.

Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa angka kematian ibu dan bayi yang tinggi saat itu, membuat hatinya tergerak untuk belajar tentang ilmu kebidanan. Ia berharap bahwa suatu saat nanti, dirinya bisa menjadi satu dari banyak orang yang juga ikut membantu menurunkan angka kematian ibu dan anak. 

Berkaca pada kondisi yang ada, pada tahun 2005, dr. Hasto mendirikan klinik kecil yang dibuatnya khusus untuk melayani pasien ibu dan anak. 

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya klinik tersebut, pada tahun 2009 klinik kecil yang dibangunnya resmi menjadi Rumah Sakit yang dinamakan Rumah Sakit Ibu dan Anak Sahada, dengan kapasitas lebih dari 50 kamar.

Menjadi seorang bupati 

Meninggalkan zona nyaman tentu bukanlah hal yang mengenakkan bagi kebanyakan orang. Sama seperti dr. Hasto ketika ‘didesak’ untuk maju menjadi Bupati Kulon Progo, di mana ia harus meninggalkan zona nyaman yang telah dibangunnya selama ini. 

“Sekarang bagaimana tidak nyaman dan susah move on, saya sudah punya pasif income sendiri dari rumah sakit yang memang saya dirikan, lalu saya bisa sambil praktik juga. Tiba-tiba dipanggil pulang karena disuruh maju untuk Bupati, ya jelas saya jadi galau-lah kalau kata anak muda zaman sekarang,” ujar dr. Hasto sambil tertawa. 

Tapi setelah berunding dengan banyak pihak –termasuk dengan keluarga, pada tahun 2011 ia bersama pasangannya Drs. H. Sutedjo yang didukung tiga partai besar akhirnya maju untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Kulon Progo. 

Sama seperti memilih spesialis kebidanan, bukan tanpa alasan akhirnya dr. Hasto maju sebagai bupati. Ia mendapatkan banyak dorongan dari banyak pihak, dan dipercaya juga memiliki masa yang banyak di Kulon Progo. 

“Saya kan asli Kulon Progo dan memang sudah cukup dikenal di desa saya sendiri sebagai dokternya mereka. Lalu dua partai besar PDIP dan PAN juga setuju untuk mencalonkan saya, karena saya ini dokternya keluarga mereka. Jadi bukan karena dasar politik atau apa, tapi karena memang dasarnya saya ini cukup berjasa bagi keluarga dari kedua partai tersebut,” tambahnya lagi. 

Dengan dukungan yang kuat dari masyarakat, akhirnya pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2011, dr. Hasto dan pasangannya Sutedjo, berhasil memenangkan pilkada Kulon Progo. 

Setelah dilantik, ia resmi menjadi Bupati Kulon Progo pada periode 2011-2016. Kepercayaan dan dukungan masyarakat pada dr. Hasto terbukti dengan terpilihnya ia kembali menjadi bupati untuk periode kedua.

Kembali ‘Naik level’ menjadi Kepala BKKBN

Selama menjabat sebagai bupati, dr. Hasto memang dikenal karena inovasi dalam memimpin Kulon Progo. Salah satu inovasinya yang memang meroket adalah program Bela dan Beli Kulon Progo. 

Gerakan dimulai dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan pelajar dan PNS di sana mengenakan seragam batik gebleg renteng, batik khas Kulon Progo, pada hari tertentu. 

Ternyata, dengan jumlah 80.000 pelajar dan 8.000 PNS, kebijakan ini mampu mendongkrak industri batik lokal dan akhirnya meningkatkan perekonomian yang ada di Kulon Progo. 

Namun, lagi-lagi posisi nyaman ini tidak dirasakan dalam waktu yang cukup lama. Juli kemarin, dr. Hasto kembali ditawarkan posisi menjadi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo.

Ia kembali harus meninggalkan apa yang sudah menjadi zona nyamannya selama ini. Namun, dengan segala pertimbangan yang ada, akhirnya Senin, 1 Juli 2019, dr. Hasto Wardoyo resmi dilantik menjadi kepala BKKBN. 

“Lagi-lagi bukannya saya tidak setia pada satu ‘tempat’. Tapi dengan segala diskusi yang ada dan melihat kondisi keluarga berencana di Indonesia yang harus lebih disukseskan, saya akhirnya memutuskan untuk menerima langsung tawaran dari Bapak Presiden,” lanjutnya. 

Menurut Hasto sendiri, alasan Joko Widodo memilihnya sebagai kepala BKKBN adalah karena dirinya pernah menjadi seorang bupati dan orang lapangan yang pernah terjun langsung berhadapan dengan banyak masyarakat. 

Kedua hal tersebutlah yang menjadi dasar Joko Widodo menaruh kepercayaan dan yakin bahwa dr. Hasto bisa memahami permasalahan kependudukan secara detail. Meski baru tiga bulan menjabat sebagai kepala BKKBN, ia merasa sudah mulai menikmati apa yang sedang ia kerjakan saat ini. 

Pesan untuk dokter muda Indonesia 

Menutup sesi wawancara yang sudah tidak terasa hampir satu jam itu, dr. Hasto Wardoyo memberikan tiga pesan untuk para dokter muda yang ada di Indonesia.

pertama, “Menjadi seorang dokter, tidak hanya hard skill saja yang harus diasah, tapi soft skillnya juga harus diasah. Apa maksudnya? Contohnya, ketika dokter sedang mendiagnosis suatu penyakit, maka perlu adanya komunikasi yang benar dan tidak langsung asal berbicara. 

Sebagai dokter, Anda perlu tahu juga perasaan pasien ketika mendengar penyakit yang dideritanya mematikan. Pilihlah kata-kata yang bisa diterima dengan baik, tanpa harus membuatnya ‘kabur’ dan mencari dokter lain. Selain merugikan performa dokter, Anda juga merugikan kualitas Rumah Sakit,”  

Kedua, “Milikilah life skills yang baik. Punya uang sedikit, langsung dibelanjakan barang-barang pribadi. Punya tabungan sedikit, langsung dipakai untuk liburan ke luar negeri bersama keluarga maupun kerabat. 

Jangan seperti ini. Gunakanlah uang yang Anda punya untuk sesuatu yang jangka panjang. Misalnya, Anda bangun rumah sakit, beli bed untuk pasien, tabung oksigen untuk di rumah sakit, dan sebagainya. 

Tidak musti bangun rumah sakit, tapi apa pun itu, investasikan untuk jangka panjang. Ini juga nantinya berguna kok untuk kehidupan di masa tua,”

Dan pesan yang terakhir, Cita-cita memuaskan pasien itu harus selalu ada setiap kali Anda duduk di meja kerja. Puaskanlah semua pasien, meski tidak bisa disembuhkan. Sembuh-menyembuhkan semua ada di tangan Tuhan. Jadi pasien bisa dipuaskan meski tidak bisa sembuh. 

Setiap orang punya ekspektasi untuk sembuh, tapi kalau memang tidak bisa disembuhkan, setidaknya kita berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan dia sampai akhir.” 

Belajar dari pengalaman yang pernah ditempuh oleh dr. Hasto, beranikan diri keluar dari zona nyaman untuk belajar hal yang baru. Memang wajar memiliki rasa takut untuk gagal, tapi jika berhasil melewati masa sulit, maka akan ada hal baik yang siap menanti Anda di depan. 

Menyambut Hari Dokter Nasional, KlikDokter mengucapkan selamat bertugas dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K). Terima kasih atas cerita singkat yang penuh dengan pelajaran hari ini. 

(RH)

BKKBNdokterKesehatanHari Dokter Nasional

Konsultasi Dokter Terkait