Covid-19

Penyakit Kulit dan Kelamin yang Tak diizinkan Vaksin COVID

Aditya Prasanda, 23 Sep 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Perdoski merilis daftar penyakit kelamin dan kulit yang tidak boleh vaksin COVID. Ketahui alasannya melalui ulasan di bawah ini.

Penyakit Kulit dan Kelamin yang Tak diizinkan Vaksin COVID

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) merilis daftar penyakit kelamin dan kulit yang penderitanya tidak boleh divaksinasi COVID-19. Menurut lembaga profesi itu, pengidap penyakit ini belum layak mendapatkan vaksinasi coronavirus.

Menurut dr. Sara Elise Wijono, M. Res, orang yang mengidap penyakit kulit dan kelamin tertentu memiliki sistem kekebalan tubuh yang tidak optimal. 

“Jikapun tetap vaksin, akan menjadi tidak efektif kekebalannya walaupun sudah vaksinasi,” jelas dr. Sara.

Apa saja penyakit kulit dan kelamin yang tidak boleh divaksin COVID-19? Berikut daftarnya.

 

1. Reaksi Alergi Obat Kutan Berat

Jika Anda memiliki reaksi alergi terhadap obat berupa kerusakan kulit, sangat disarankan untuk tidak divaksinasi COVID-19.

Pasien yang tidak boleh vaksin COVID menurut Perdoski salah satunya adalah penderita drug reaction with eosinophilia and systemic symptom (DRESS).

Reaksi alergi berupa hipersensitivitas kulit dan gangguan darah ini terjadi usai mengonsumsi obat antituberkulosis.

Artikel lainnya: Medfact: Benarkah Vaksin COVID-19 Justru Sebabkan Badai Sitokin?

Berdasarkan Dress Syndrome.org, pasien DRESS juga berisiko mengalami reaksi alergi kulit usai memperoleh vaksinasi virus corona.

Sumber yang sama juga menyebutkan, vaksin mRNA dan vaksin vektor virus dapat menimbulkan reaksi alergi pada pasien penyakit kulit, seperti eritema multiforme (EM) dan pustulosis enantematosa generalisata akut (AGEP).

Perdoski juga tidak merekomendasikan vaksin COVID untuk pasien dengan reaksi alergi obat pada kulit, seperti Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) serta sindrom Steven Johnsons.

2. Autoimun Aktif dan Belum Terkontrol

Autoimun merupakan kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat. Kondisi ini juga dapat berdampak kulit, atau dalam dunia medis dikenal sebagai autoimmune bullous diseases (AIBD).

Perdoski melarang pengidap AIBD, seperti Pemfigus vulgaris, Pemfigus foliaseus, dan Pemfigoid bulosa, untuk mendapatkan vaksinasi virus corona.

Pasalnya, berdasarkan penelitian Journal of The European Academy of Dermatology and Venereology, vaksinasi COVID dapat meningkatkan kekambuhan berupa reaksi kulit melepuh pada pasien AIBD. Riset tersebut secara spesifik meneliti penggunaan vaksin mRNA Pfizer dan Moderna.

Artikel lainnya: Alami Overdosis Vaksin COVID-19, Apa Akibatnya?

Selain itu, Perdoski melarang penderita autoimun pada jaringan ikat dan berdampak pada kulit atau disebut autoimmune connective tissue diseases untuk mendapatkan vaksinasi virus corona. Kondisi ini meliputi lupus eritematosus kutan, skleroderma, dan dermatomiositis. 

Ditambahkan pula, kondisi seperti chronic idiopathic urticaria dan penyakit kulit autoimun lainnya juga tidak mendapat dari Perdoski. Hal ini karena penderita autoimun mengonsumsi imunosupresan.

Obat penekan sistem kekebalan tubuh ini membuat imunitas pasien menurun. Padahal imunitas dibutuhkan agar tubuh dapat merespons vaksin.  

Akibatnya, penderita autoimun yang mengonsumsi imunosupresan tidak dapat memperoleh manfaat vaksin.

3. Konsumsi Kortikosteroid Jangka Panjang

Penderita penyakit yang tidak boleh divaksin COVID-19 selanjutnya adalah mereka yang mengalami reaksi kulit akibat mengonsumsi kortikosteroid lebih dari dua pekan dengan dosis tinggi.

Kortikosteroid merupakan golongan obat yang berfungsi mengurangi respons sistem kekebalan berlebih, utamanya dalam mengurangi gejala seperti reaksi alergi dan peradangan.

Artikel lainnya: Tak Enak Badan Usai Vaksin COVID-19, Coba Suplemen Cordyceps!

“Konsumsi kortikosteroid jangka panjang akan melemahkan sistem imun. Jadi memang bukan kondisi ideal untuk vaksin,” jelas dr. Sara Elise.

4. Kelainan Pembuluh Darah

Pembuluh darah merupakan bagian sistem sirkulasi tubuh manusia yang berperan mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh. Kelainan pembuluh darah dapat menyebabkan terganggunya jaringan tubuh, termasuk kulit.

Perdoski tidak menganjurkan vaksinasi COVID-19 bagi penderita kelainan pembuluh darah yang berdampak pada kulit seperti purpura Henoch Schonlein, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), dan vaskulitis yang belum diketahui penyebabnya.

Hal ini karena terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa vaksin coronavirus berisiko memperburuk gejala pada orang dengan kelainan pembuluh darah. Studi tersebut menggunakan vaksin AstraZeneca. 

Disebutkan melalui jurnal Nature, vaksin AstraZeneca dapat memicu terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah arteri. Vaksin ini juga memperbesar peluang pasien mengalami stroke hemoragik (pecahnya salah satu arteri di dalam otak).

5. Keganasan Kulit

Eritroderma merupakan peradangan yang menjangkiti 90 persen atau lebih permukaan kulit. Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh Cutaneous T-cell lymphoma atau (CTCL) atau dikenal pula sebagai Limfoma sel T kulit.

Artikel lainnya: Mengenal Efektivitas Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson

Pengidap penyakit keganasan kulit ini tidak direkomendasikan Perdoski memperoleh vaksin COVID-19.

Pasalnya, dijelaskan Susan Thornton, CEO dari Cutaneous Lymphoma Foundation, CTCL merupakan kanker sistem kekebalan. Sementara vaksin virus corona menyasar sistem kekebalan tubuh sehingga dikhawatirkan dapat memperburuk gejala CTCL.

Selain CTCL, kondisi keganasan kulit lainnya yang tidak direkomendasikan mendapatkan vaksinasi coronavirus adalah cutaneous B cell lymphoma, sarcoma kaposi, karsinoma sel skuamosa dengan stadium di atas 1, dan melanoma maligna.

6. Kondisi Lainnya

Tak hanya itu, Perdoski juga melarang pengidap penyakit kulit dan kelamin berikut mendapatkan vaksinasi COVID.

  • Lucio Phenomenon, Erythema Nodosum Leprosum, reaksi reversal MH
  • Pyoderma gangrenosum
  • Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, Deep Mycoses
  • Herpes simplex dan herpes zoster, vaksinasi ditunda sampai 1 bulan setelah remisi

Penyakit kulit dan kelamin di atas memengaruhi sistem kekebalan, sehingga dapat menghambat efektivitas vaksin.

Itulah daftar penyakit kelamin dan kulit yang dilarang memperoleh vaksinasi COVID-19. Jikapun ingin melakukan vaksinasi, Perdoski mengimbau penderita penyakit tersebut agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawat.

Jika ingin bertanya lebih lanjut seputar penyakit kulit dan kelamin, segera konsultasikan dengan dokter via Live Chat.

[HNS/JKT]

virus coronakulit

Konsultasi Dokter Terkait