Oleh : dr. Salma Oktaria Berangkat dari permasalahan yang kian meluas di masyarakat, tim redaksi klikdokter.com berkesempatan untuk mewawancarai dr. Mukhtar Ikhsan selaku ketua tim penanggulangan SARS dan flu burung di RSUP Persahabatan.
Dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS mendapatkan gelar dokternya pada tahun 1981 dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Keinginannya untuk mendalami spesialisasi paru timbul sebagai bentuk keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat di mana angka kejadian penyakit infeksi paru masih sangat tinggi. “Angka ini belum ditambah dengan penyakit-penyakit paru yang bersifat new emerging seperti kasus infeksi virus flu burung, SARS, dan virus influenza A-H1N1 yang kita alami saat ini”, ujar ayah dari tiga putra ini.
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dalam bidang penyakit paru, dr. Mukhtar senantiasa memperkaya diri dengan mengikuti berbagai pelatihan dan seminar terkait ilmu penyakit paru baik yang diadakan di dalam maupun di luar negeri. Kiprahnya dalam bidang penyakit paru pun sudah tidak perlu dipertanyakan. Selama 28 tahun menjadi dokter, berbagai jabatan telah disandangnya, antara lain sebagai kepala bidang penelitian, kepala bidang kesehatan respirasi, dan ketua komite etik dan hukum di RSUP Persahabatan. Hingga saat ini pun beliau masih aktif sebagai ketua tim rekam medis dan ketua tim penanggulangan SARS dan flu burung di RSUP Persahabatan, ketua korpri subunit RSUP Persahabatan, ketua divisi paru kerja dan lingkungan, departemen pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FKUI-SMF Paru RSUP Persahabatan, ketua komite medic RS Bhinneka Bhakti Husada, Tangerang, dan ketua SMF Paru RS Internasional Bintaro. Tidak cukup sampai di sana, selain berprofesi sebagai klinisi, dr. Mukhtar juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Jurnal Persahabatan dan Jurnal Respirologi Indonesia.
Tentunya berbagai prestasi tersebut tidak serta-merta didapatkannya dengan mudah. Setiap manusia memiliki masa-masa sulit penuh cobaan dan hambatan, termasuk dr. Mukhtar. Mengenai hal ini beliau memiliki sebuah tips yang dapat dibagi kepada para pembaca klikdokter.com, bahwa bagaimanapun berat hambatan tersebut, kita tidak boleh putus asa dan menjadikan setiap hal yang kita lakukan sebagai suatu bentuk ibadah. “Dengan demikian kita bisa menghadapi dan menjalaninya dengan senyuman”, ungkap dr. Mukhtar dengan senyum tersungging di wajahnya yang teduh.
Influenza A-H1N1 update Dalam kesempatan wawancara eksklusif tersebut dr. Mukhtar turut berbagi ilmu pengetahuannya perihal suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A strain H1N1 (influenza A-H1N1), atau yang biasa disebut sebagai swine flu atau flu Meksiko.
Dr. Mukhtar mengatakan bahwa tidak seperti virus flu burung yang hanya dapat ditransmisikan ke manusia melalui unggas, virus influenza tipe A-H1N1 ini dapat ditransmisikan dari manusia ke manusia melalui kontak dengan penderita ataupun benda-benda yang sebelumnya telah digunakan oleh penderita. Sehingga jelas, karena alasan tersebut angka kesakitan akibat infeksi virus influenza A-H1N1 menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan angka kesakitan yang disebabkan oleh infeksi virus flu burung.
“Namun juga perlu diketahui bahwa perkembangan penyakit infeksi virus influenza A-H1N1 tidaklah sehebat seperti yang terjadi pada infeksi virus flu burung. Penyakit ini sangat jarang menyebabkan kematian. Hanya 0,04% dari seluruh penderita, sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan angka kematian yang disebabkan oleh infeksi virus flu burung yang mencapai 80%”, tambah dr. Mukhtar meyakinkan.
“Kita tidak dapat menghalangi mobilitas penduduk dari satu Negara ke Negara lain, ditambah dengan faktor kepadatan penduduk, sehingga saat ini tingkat kewaspadaan kita telah mencapai fase 6”, ungkap dr. Mukhtar. Dan mengacu pada fakta tersebut, dr. Mukhtar juga menghimbau bahwa pencegahan merupakan tindakan terbaik yang harus dilakukan dalam menghadapi penyakit influenza A-H1N1 ini. Yaitu dengan melakukan tiga tahapan penting antara lain adalah: (1). senantiasa menjaga daya tahan tubuh dengan nutrisi dan olahraga cukup, (2). melakukan terapi penderita sesegera mungkin dan mencegah penularannya dengan memakai alat pelindung seperti masker, sarung tangan, dsb, serta (3). tindakan pencegahan dari yang belum tertular untuk senantiasa mencuci tangan dan menghindari kontak dengan penderita.
Adapun mengenai vaksinasi yang ada saat ini dr. Mukhtar mengatakan bahwa vaksinasi tersebut sebenarnya hanya diperuntukkan bagi virus influenza musiman. Sedangkan vaksinasi untuk virus influenza A-H1N1 masih dalam pengembangan untuk diproduksi secara massal.
Ketika ditanyakan mengenai hambatan dan tantangan terbesar dalam perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia, khususnya di bidang ilmu penyakit paru, beliau mengemukakan adanya masalah keterbatasan sumber daya, sarana, dan sistem kesehatan yang ada saat ini.
Menurut dr. Mukhtar, sebenarnya terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menyingkapi permasalahan tersebut yang masih terus dilakukan hingga saat ini, yaitu dengan memperkaya sumber daya manusia yang ada dengan mengadakan berbagai pelatihan, kuliah, dan kegiatan sejenis, serta terus mengoptimalkan penyediaan sarana untuk keperluan diagnostik maupun terapi.
Mengenai sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini, dr. Mukhtar berkomentar bahwa standar operasional prosedur yang telah ada sebenarnya sudah cukup baik, hanya belum dapat diimbangi dengan implementasi yang baik pula. Hal ini terkait dengan sistem kesehatan yang kita miliki yang seyogyanya masih harus terus dibenahi untuk pelayanan kesehatan Indonesia yang lebih efektif.[](SO)
dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS
dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS
Tempat, Tanggal Lahir: Cepu, 6 April 1954RIWAYAT PENDIDIKAN Lulus Pendidikan Dokter: 1981 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Lulus Pendidikan Dokter Spesialis Paru: 1993 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Training on Respiratory Medicine: 1992-1993 Kobe, Jepang Lulus Magister Administrasi RS: 2001 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, JakartaAsia Asthma Academy: 2002 Christchurch, New ZealandInternational Course on Tuberculosis Control and Epidemiology: 2004 Bangkok, ThailandWHO Course on Epidemiology and Rapid Respons of Avian Influenza: 2006 Kobe, Jepang