Energinya yang luar biasa membuatnya aktif bekerja sembari kuliah. Mulai dari bekerja di perpustakaan universitas, sebagai baby sitter, hingga sebagai part timer saat musim panas pun dilakoninya. Beliau juga aktif di foreign student service dan persatuan mahasiswa asal Indonesia. Semua itu tidak membuat studinya berantakan. Beliau berhasil menyelesaikannya pada tahun 1977. Tak berhenti sampai di situ, beliau melanjutkan spesialisasi di bidang paedodontic (kedokteran gigi anak) di New York University, juga dengan mendapatkan beasiswa.
Salah satu kiat ibu dua anak ini dalam berpraktek adalah mementingkan kualitas ketimbang kuantitas. “Jumlah pasien per hari bukanlah yang utama, dan sebaiknya jangan dijadikan sebagai indikator keberhasilan. Yang penting setiap pasien yang datang mendapatkan perawatan yang terbaik dan komunikasi antara pasien dan dokter berjalan lancar. Dengan sendirinya pasien akan datang kembali untuk pemeriksaan rutin.” jelasnya.
Kegiatan kerja sosial di Candi Dase tahun 1975 adalah momen di mana pemilik Family Dentistry Clinic Panglima Polim ini mulai tersentuh untuk lebih banyak melakukan kegiatan di bidang sosial, di mana pada saat itu beliau menjadi tenaga sukarelawan. Hal ini tak lepas dari pengalaman studinya, di mana beliau mendapat kesempatan untuk mencicipi sistem pendidikan Eropa maupun Amerika. “Pendidikan di Amerika mencetak dokter gigi yang mampu mengelola klinik dan pasien secara profesional. Lain halnya pendidikan di Eropa, selain harus berjiwa enterpreneur dokter gigi juga harus berjiwa sosial.” jelasnya.
Minatnya terhadap perawatan gigi bagi anak-anak cacat sudah timbul saat masih menjadi mahasiswa klinik kedokteran. Dokter yang akrab disapa drg. Nuning ini kerap menangani anak-anak dengan disability. ”Saya merasa tertantang untuk memberikan pelayanan dan perawatan yang terbaik bagi anak-anak dengan special needs.” ujarnya. Setelah beberapa lama malang melintang sebagai dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak dan bekerja sebagai PNS di Departemen Kesehatan, beliau mendalami bidang Special Dental Care for Handicapped di Universitas di Amsterdam dan Groningen pada tahun 1987.
Dedikasinya terhadap pelayanan kesehatan gigi bagi anak cacat dan kredibilitasnya membuat drg. Nuning dipercaya untuk membuat klinik yang untuk pertama kalinya dibangun di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) pada tahun 1990. Dokter yang sehari-harinya berpenampilan bersahaja ini bahkan pernah menerima penghargaan dari Menteri Kesejahteraan Sosial pada tahun 2003, untuk program inovatifnya bagi pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi anak cacat.
Meski usianya sudah memasuki kepala enam, Dental Consultant di RSPI ini masih tetap enerjik dan aktif di berbagai kegiatan dan organisasi baik di dalam maupun luar negeri. Selain karena memang sudah menjadi hobi sejak mahasiswa, kegiatan organisasi juga dapat mengatasi kejenuhan yang kadang melanda saat terus menerus dihadapkan pada pekerjaannya melayani pasien.
Sejak tahun 2003 beliau merupakan Direktur Klinik pada saat penyelenggaraan Special Olympic Indonesia (SOIna), yaitu Olimpiade khusus bagi anak cacat. Beliau juga kerap memberi ceramah ilmiah, terutama mengenai Special Dental Care. ” Anak cacat harus mendapat perhatian khusus, dan menerima kesempatan untuk mendapat perlakuan dan pelayanan kesehatan yang sama dengan anak normal”, demikian harapannya. [MMz]
Drg. S. Adiningrum Wiradidjaja Adiwoso, DDS
Professional Research
Oral Health Care for the Handicapped
Kolaborasi
dengan
Dr. M.F. van Grunsven
University of Groningen,
Belanda
Dental Health Education
Kolaborasi
dengan
drg, R. Tomasowa
dan
PDGI
Professional Membership
Member of N.M.T
(Dutch Dental Association)
Member of F.D.I
(Federation Dental International)
Member of Dutch Pedodontic Assoc.
(BTV)
Member of International Assoc. Of Pediatric Dentistry
(IAPD)
Board member of PDGI
Board member for Special Projects and Research
(1990-1996)
Board member of International Relations
Board member of PDGI JakSel
(2000-present)