Kesehatan Mental

Kata Psikolog Soal Fenomena Flexing, Perilaku Pamer Kekayaan

Aditya Prasanda, 17 Mar 2022

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Fenomena flexing melejit seiring kasus crazy rich bodong, ini penyebab flexing menurut psikolog.

Kata Psikolog Soal Fenomena Flexing, Perilaku Pamer Kekayaan

Beberapa waktu belakangan, istilah flexing mencuat dan ramai diperbincangkan. Hal ini terjadi seiring kasus penangkapan ‘crazy rich bodong’ yang terlibat kasus penipuan dan tindak pidana pencucian uang. 

Flexing merupakan tindakan memamerkan kekayaan di media sosial. Menurut pakar bisnis, Profesor Rhenald Kasali, dalam kasus crazy rich bodong, flexing dilakukan sebagai bagian dari taktik marketing atau pemasaran.

Tujuan flexing membangun kepercayaan kepada customer, sehingga banyak orang tertipu dan menaruh uang mereka pada para pelaku. Nyatanya, flexing lebih dari itu. 

Secara psikologis, terdapat alasan seseorang gemar pamer harta di media sosial. Berikut penyebab seseorang pamer kekayaan menurut psikolog.

1. Mengira Orang Lain Terkesan dengan Pencapaian Mereka

Flexing bisa dikategorikan sebagai salah satu aktivitas membual alias bragging. Menurut Australian Institute of Professional Counselors, membual merupakan tindakan menyombongkan sesuatu secara berlebihan.

Salah satu alasannya adalah karena pembual mengira orang lain terkesan dengan harta dan pencapaian yang mereka pamerkan. Dengan pamer dan menyombongkan diri, para individu yang gemar flexing akan merasa senang. 

Kesenangan tersebut serupa stimulus efek dopamin, yaitu zat kimia di dalam tubuh yang meningkatkan suasana hati. Tindakan pamer harta, bahkan membuat mereka ketagihan, sehingga tidak pernah berhenti untuk memamerkan kekayaannya.

Artikel Lainnya: Sadfishing, Tren Pamer Kesedihan di Media Sosial

2. Butuh Eksistensi

Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog mengatakan individu yang gemar flexing juga memiliki kebutuhan besar akan eksistensi diri. Kebutuhan tersebut baru terpenuhi ketika orang lain mengakui sesuatu yang dimiliki mereka.

“Ketika orang lain mengakui dirinya (pelaku flexing), dia baru merasakan bahwa Ia diterima oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan sesuatu yang menurut mereka “wah” atau tidak biasa, seperti dengan menunjukkan harta kekayaannya, benefit yang dimilikinya atau hal yang jarang orang lain miliki,” kata Ikhsan.

3. Kurang Empati

Irene Scopelliti, peneliti dari City University London di Inggris mengatakan orang yang gemar membual, termasuk melakukan flexing, tidak menyadari bahwa banyak orang tidak nyaman dan terganggu dengan tindakan mereka. 

Menurut Irene, hal ini karena para pembual kurang bisa berempati. “Orang yang gemar membual, sangat sulit menempatkan diri mereka di posisi orang lain. Mereka mengira dengan menyombongkan diri, orang lain akan terkesan, padahal tidak,” katanya.

Berdasarkan studi yang dilakukan Irene dan rekan-rekannya, banyak  orang cenderung tidak menyukai individu dengan profil berlebihan, termasuk pamer pencapaian dan harta. 

Senada dengan temuan tersebut, sebuah riset yang dimuat jurnal Social Psychological and Personality Science, mengungkapkan bahwa kebanyakan orang justru lebih suka berteman dengan orang yang biasa-biasa saja, dibandingkan dengan individu yang gemar flexing

Hasil studi tersebut menegaskan bahwa perspektif orang lain sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan pelaku flexing. Tindakan pamer pencapaian dan harta tidak membuat banyak orang terkesan.

Artikel Lainnya: Ini Cara Menghadapi Orang Toxic

 

4. Menutupi Perasaan Rendah Diri

Pada dasarnya, flexing menurut psikologi disebabkan adanya perasaan tidak aman dan rendah diri. Hal ini disampaikan profesor emerita, Dr. Susan Whitbourne dari Psychological and Brain Sciences, University of Massachusetts, di Amerika Serikat.

“Karena perasaan tidak aman dan rendah diri tersebut, pembual (termasuk pelaku flexing) merasa perlu memperoleh validasi atau diakui oleh orang lain. Caranya dengan menunjukkan pencapaian, prestasi, dan harta mereka,” jelasnya.

Susan menambahkan, tindakan membual dilakukan guna meyakinkan diri sendiri bahwa mereka baik-baik saja. 

Senada dengan Susan, Psikolog Ikhsan mengatakan bahwa tindakan flexing bisa dilakukan untuk menutupi rasa tidak percaya diri atau minder terhadap diri sendiri. 

“Hal ini karena pelaku flexing merasa ada hal yang mereka tidak punya, lantas mereka menutupinya dengan hal lain, namun dengan cara berlebih,” jelas Ikhsan.

Itu dia sederet penyebab flexing menurut psikolog. Jika ingin tanya lebih lanjut seputar info kesehatan mental lainnya, konsultasi ke psikiater dan psikolog via Live Chat KlikDokter.

(OVI/JKT)

 

Referensi:

Social Psychological and Personality Science. Diakses 2022. The Status Signals Paradox.

Australian Institute of Professional Counselors. Diakses 2022. The Psychology of Bragging.

Ditinjau oleh Psikolog Ikhsan Bella Persada

 

Gangguan MentalbohongGangguan Kepribadian

Konsultasi Dokter Terkait