Covid-19

Sembuh dari COVID-19, Waspada Reinfeksi dan Reaktivasi Virus!

Ayu Maharani, 16 Apr 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Tetap waspada, orang-orang yang sudah sembuh dari COVID-19 juga masih bisa mengalami reinfeksi dan reaktivasi virus! Apa maksudnya?

Sembuh dari COVID-19, Waspada Reinfeksi dan Reaktivasi Virus!

Sudah lebih dari 2 juta kasus virus corona terjadi di dunia. Dikabarkan negara pertama yang memiliki virus tersebut sudah mencabut status lockdown-nya.

Sayangnya, pasien di sana yang sempat dinyatakan sembuh dari COVID-19 ada yang kembali dirawat di rumah sakit akibat reinfeksi atau reaktivasi. Masih asing di telinga masyarakat awam, apa arti dari dua hal tersebut?

Kasus Pasien Sembuh Kembali Terkena COVID-19

Sebelum Anda mengetahui lebih dalam soal reinfeksi dan reaktivasi, ketahui dulu soal fenomena pasien sembuh yang kembali jatuh sakit. Ini terjadi di Korea Selatan.

Setidaknya ada 116 pasien virus corona di Korea Selatan yang sempat dinyatakan sembuh dari infeksi virus corona, lalu dinyatakan positif lagi. Hal itu lantas menimbulkan kebingungan.

Pekan lalu, orang yang sakit lagi setelah sembuh hanya berjumlah 51 orang. Tapi sekarang, jumlahnya dua kali lipat.

Pejabat Korsel hingga saat ini masih menyelidiki penyebab kambuhnya virus terhadap para pasien. Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), Jeong Eun Kyeong mengatakan, virus tersebut sepertinya aktif kembali dan bukan terinfeksi ulang.

Selain itu, hasil tes yang salah juga bisa jadi penyebabnya. Bahkan, ada pula yang berpendapat bahwa virus corona telah bermutasi dalam beberapa bentuk.

Ketimbang kemungkinan terinfeksi lagi dari orang lain, Profesor Epidemiologi Penyakit Menular di Curtin University, Perth, Archie Clements mengatakan kembali aktifnya virus di dalam tubuh lebih berpotensi menjadi kebenaran.

Ia menegaskan tidak mungkin pasien yang sebelumnya dites positif dan dirawat di rumah sakit dapat terinfeksi virus untuk kedua kalinya dalam jarak waktu dekat.

Sebab, terdapat bukti kuat bahwa respons imun tubuh dapat melindungi seseorang dari infeksi ulang dalam jangka waktu tertentu.

WHO: Pasien Sembuh Belum Tentu Punya Antibodi terhadap Corona

Ilmuwan Utama Badan Kesehatan Dunia (WHO), dr. Maria Van Kerkhove menemukan beberapa pasien tidak memiliki respons antibodi. Sekali pun dia sempat sembuh. Sementara, yang lainnya justru mengembangkan respons antibodi yang sangat tinggi.

Pada saat ini, WHO masih membutuhkan lebih banyak lagi data dari pasien yang pulih untuk memahami respons antibodi mereka. Peneliti akan mencari tahu soal kekebalan tubuh dan berapa lama respons tubuh bisa bertahan dari serangan virus.

Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan mereka sedang mengembangkan tes untuk mendeteksi keberadaan antibodi coronavirus untuk menentukan apakah seseorang bisa kebal terhadap penyakit tersebut atau tidak.

Mereka juga berharap agar negara-negara pejabat WHO memperingatkan berbagai negara lainnya di dunia untuk tidak gegabah melonggarkan status pembatasan.

Apa itu Reinfeksi dan Reaktivasi Virus Corona?

Menurut dr. Alvin Nursalim, Sp.PD, reinfeksi adalah infeksi kembali setelah sembuh. Sedangkan, reaktivasi adalah virus di dalam tubuh yang kembali menyebabkan penyakit.

“Sebenarnya reinfeksi mungkin saja terjadi. Jadi, seseorang yang sudah sembuh bisa saja tertular lagi dari orang yang sakit. Khususnya bila tidak melakukan pola hidup sehat, bersih, dan physical distancing,” jelas dr. Alvin.

Nah, topik reaktivasi masih harus dipelajari dan diteliti lebih lanjut. Namun, memang ada beberapa anggapan bahwa reaktivasi terjadi karena pada awalnya masih ada sejumlah kecil virus di dalam tubuh yang belum benar-benar hilang saat periode sakit pertama,” tambahnya.

Selain virus corona, contoh virus yang memang dapat mengalami reaktivasi adalah herpes. Herpes ada di dalam tubuh, namun tidak menimbulkan gejala. Sewaktu-waktu, penyakit tersebut bisa timbul lagi.

Artikel Lainnya: Waspada! WHO Peringatkan Adanya Peredaran Obat Virus Corona Palsu!

Infeksi Kedua Virus Corona Lebih Ringan?

Beberapa pakar kesehatan AS berpendapat, infeksi kedua virus corona umumnya akan lebih ringan dibanding infeksi yang pertama.

Kendati demikian, dr. Alvin berpendapat, kita tidak bisa mengatakan dan memukul rata bahwa infeksi kedua akan lebih ringan.

“Belum tentu, karena itu banyak sekali faktornya. Gejala yang dirasakan pasien bisa sama seperti infeksi yang pertama – bisa lebih ringan, atau bahkan lebih buruk. Ya, tergantung pada sistem imunitas tubuhnya saat infeksi terjadi,” ungkap dr. Alvin.

Ucapan dr. Alvin sebenarnya terbukti dari kasus seorang wanita asal Korea Selatan berusia 85 tahun. Sebelumnya, dia sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19 selama sembilan hari.

Sayangnya, tak berapa lama kemudian, gejala yang pernah dirasakan muncul lagi dan akhirnya dia meninggal dunia. Ada dugaan bahwa penyakit kardiovaskular (jantung) dan cerebrovaskular (pembuluh darah) memburuk setelah terjadi infeksi yang kedua.

Baik reinfeksi maupun reaktivasi setelah sembuh dari COVID-19 memang berpotensi terjadi. Ini pun sebenarnya tak sebatas pada virus corona, penyakit lain juga sama.

Jadi, jagalah kondisi tubuh dengan pola hidup bersih dan sehat, lakukan physical distancing, dan kelola aktivitas harian Anda dengan lebih baik supaya kondisi tubuh tetap terjaga.

KlikDokter bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI dan BNPB meluncurkan layanan cek risiko virus corona online untuk periksa kondisi gratis.

Anda juga bisa pakai fitur LiveChat 24 jam untuk konsultasi seputar COVID-19 dan masalah kesehatan lainnya. Tak lupa, ikuti terus info kesehatan terbaru dari KlikDokter, ya!

(FR/AYU)

virus coronaPenyakit Menular

Konsultasi Dokter Terkait