Saraf

Awas, Sering Stres Bisa Picu Alzheimer!

Krisna Octavianus Dwiputra, 29 Jan 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa tekanan psikologis seperti stres bisa picu penyakit Alzheimer. Bagaimana kaitan keduanya?

Awas, Sering Stres Bisa Picu Alzheimer!

Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko Alzheimer. Nah, hasil penelitian terbaru mengindikasikan bahwa faktor psikologis, spesifiknya stres psikologis, dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya penyakit ini.

Penyakit Alzheimer atau pikun merupakan suatu kondisi sebagian sel-sel di otak sudah tak berfungsi. Akibatnya, kemampuan otak menurun drastis. Faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan risiko Alzheimer antara lain usia, riwayat keluarga, hingga genetik.

Beberapa masalah kesehatan lainnya seperti penyakit kardiovaskular atau diabetes juga dapat memengaruhi kemungkinan terjadinya demensia (sekumpulan gejala yang mengganggu fungsi kognitif otak, yang salah satu penyebabnya adalah Alzheimer) karena dampaknya pada pembuluh darah.

Kini, penelitian terbaru menemukan indikasi bahwa stres psikologis juga berkontribusi terhadap Alzheimer. Penelitian yang dipimpin oleh Sabrina Islamoska, kandidat doktoral di Departemen Kesehatan Masyarakat Universitas Copenhagen, Denmark, menyelidiki kaitan antara vital exhaustion dan penyakit Alzheimer.

Vital exhaustion dideskripsikan sebagai perasaan kelelahan, peningkatan iritabilitas, dan perasaan demoralisasi. Peneliti menjelaskan bahwa kondisi ini mungkin merupakan reaksi dari berbagai masalah yang belum atau tidak terselesaikan dalam hidup seseorang, khususnya seseorang yang terekspos stresor (penyebab stres) dalam jangka waktu lama. Jadi, vital exhaustion bisa dilihat sebagai tanda tekanan psikologis.

Stres picu naiknya risiko Alzheimer hingga 40 persen!

Penelitian yang diterbitkan di “Journal of Alzheimer’s Disease” ini menganalisis data dari survei terhadap 7.000 orang yang berpartisipas dalam Copenhagen City Heart Study tahun 1991-1994. Usia rata-rata peserta saat itu adalah 60 tahun.

Sebagai bagian dari survei partisipan diberikan pertanyaan seputar vital exhaustion. Sabrina dan tim lalu secara klinis mengikuti partisipan sampai tahun 2016 lalu. Mereka juga memeriksa catatan rumah sakit partisipan, kematian, serta resep dokter untuk mencari diagnosis demensia.

Selanjutnya penelitian mengungkapkan hubungan dosis-respons terhadap vital exhaustion dan perkembangan Alzheimer di kemudian hari. Sabrina mengatakan, untuk tiap gejala tambahan vital exhaustion, ia dan tim menemukan peningkatan risiko demensia hingga 2 persen.

“Partisipan yang melaporkan 5 hingga 9 gejala memiliki risiko 25 persen lebih tinggi daripada partisipan yang tidak mengalami gejala. Sementara itu, mereka yang melaporkan 10 hingga 17 gejala memiliki risiko 40 persen lebih tinggi mengalami demensia, ketimbang mereka yang tak memiliki gejala,” lanjut Sabrina seperti dikutip di Medical News Today.

Menurut tim penelitian, hasil yang didapat ini sepertinya bukan karena sebab akibat terbalik (reverse causation)—kecil kemungkinan bahwa demensia dapat menyebabkan vital exhaustion, dan bukan sebaliknya.

Tim peneliti juga mengutarakan keprihatinan mereka, apakah gejala vital exhaustion dapat menjadi tanda awal demensia. Ini karena mereka menemukan adanya kaitan yang sama besarnya, bahkan ketika memisahkan laporan vital exhaustion partisipan dan diagnosis demensia hingga 20 tahun ke depan.

Mengenai mekanisme yang mungkin yang mendukung temuan ini, para peneliti menunjuk hormon kortisol (hormon stres utama) yang berlebihan dan perubahan kardiovaskular sebagai penyebab potensial.

“Stres dapat menyebabkan konsekuensi berbahaya, tak hanya untuk otak tapi juga kesehatan, tapi kesehatan tubuh secara keseluruhan,” kata Sabrina.

Menurutnya faktor risiko kardiovaskular adalah faktor risiko demensia yang dapat diketahui dan dapat dimodisikasi. Di beberapa negara, suatu stagnasi, atau bahkan penurunan demensia telah diamati. Dari hasil penelitian Sabrina, ditemukan bahwa stres psikologis, apalagi yang sering dialami, bisa picu penyakit Alzheimer.

Meski sebetulnya kaitan keduanya masih perlu penelitian lebih lanjut, tapi tak ada salahnya untuk mulai mengelola beragam tekanan psikologis yang datang, sehingga terhindar dari stres yang bisa picu Alzheimer. Tak hanya itu, konsumsilah makan sehat bergizi seimbang, perbanyak konsumsi serat, jaga berat badan tetap ideal dengan berolahraga rutin, stop merokok dan minum alkohol, serta rutin cek kesehatan.

(RN/ RVS)

GenetikusiaPikunStresOtakStres Picu AlzheimerRiwayat KeluargaDemensiaAlzheimer

Konsultasi Dokter Terkait