Saraf

Benarkah Skizofrenia Bisa Disebabkan oleh Virus?

Krisna Octavianus Dwiputra, 21 Jan 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Satu penelitian menemukan bahwa gangguan mental skizofrenia ternyata disebabkan oleh virus. Benarkah demikian?

Benarkah Skizofrenia Bisa Disebabkan oleh Virus?

Terjadinya kasus gangguan mental skizofrenia cukup tinggi di Indonesia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa skizofrenia bisa disebabkan oleh virus. Meski demikian, hal ini perlu dicari tahu terlebih dahulu penjelasannya.

Menurut dr. Resthie Rachmanta Putri. M.Epid., dari KlikDokter, skizofrenia dapat mengganggu cara berpikir dan perilaku penderitanya. Sebagian besar penderita mengalami waham atau halusinasi.

Waham adalah suatu keyakinan yang salah atau tidak sesuai fakta. Akan tetapi, orang dengan skizofrenia akan mempertahankan secara kuat "kesalahan itu" meskipun sudah dijelaskan mengenai realita yang sebenarnya terjadi. Misalnya, seseorang yang punya keyakinan tak tergoyahkan bahwa dirinya adalah titisan dewa.

Skizofrenia diketahui memengaruhi lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia. Sementara itu, di Indonesia, kurang lebih hampir 400 ribu orang mengalami skizofrenia. Virus disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit ini.

Virus menyebabkan skizofrenia

Skizofrenia dan gangguan jiwa lainnya selalu berhubungan dengan emosi dan mental. Hanya saja, penemuan terbaru menyatakan bahwa skizofrenia ternyata bisa disebabkan oleh sebuah virus.

Para ilmuwan telah menemukan hubungan yang menarik antara skizofrenia dan virus Epstein-Barr, yakni sejenis virus herpes.

Dalam studi tersebut, para spesialis dari Johns Hopkins Medicine di Baltimore dan Sheppard Pratt Health System menemukan bukti yang menghubungkan skizofrenia dengan virus Epstein-Barr. Jenis virus herpes yang menyebabkan infeksi mononukleosis, atau demam kelenjar.

Seperti yang dilaporkan para ilmuwan dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Schizophrenia Bulletin, mereka melihat tingkat antibodi yang lebih tinggi terhadap virus Epstein-Barr dalam tubuh orang-orang dengan skizofrenia dibanding orang-orang tanpa kondisi gangguan kesehatan mental.

Tingkat antibodi yang lebih tinggi menunjukkan paparan terhadap virus. Hanya saja, hal itu tidak jelas, apakah infeksi dengan virus Epstein-Barr membuat orang lebih rentan terhadap skizofrenia, atau apakah skizofrenia berdampak pada sistem kekebalan tubuh dan membuat orang terpapar infeksi.

"Kami tertarik pada peran agen infeksi seperti virus Epstein-Barr dalam skizofrenia dan gangguan kejiwaan serius lainnya, jadi kami melakukan penelitian ini untuk melihat hubungan tersebut," kata penulis sekaligus peneliti senior yang terlibat dalam penelitian ini, Dr. Robert Yolken.

Hubungan antara skizofrenia dan infeksi virus

Penelitian telah mengidentifikasi faktor risiko genetik tertentu untuk skizofrenia. Akan tetapi, para peneliti juga mengakui kemungkinan bahwa beberapa faktor lingkungan, termasuk paparan infeksi dapat meningkatkan risiko skizofrenia.

Dalam sebuah studi, para ilmuwan bekerja sama dengan 743 peserta, sekitar 432 orang di antaranya memiliki skizofrenia dan 311 orang tidak memiliki masalah kesehatan mental atau disebut dengan kelompok kontrol. Sekitar 55 persen dari kelompok itu adalah kaum pria.

Yolken dan rekan peneliti lainnya membandingkan tingkat antibodi terhadap virus Epstein-Barr pada peserta yang menderita skizofrenia dengan peserta dalam kelompok kontrol.

Mereka melihat bahwa orang dengan skizofrenia 1,7 sampai 2,3 kali lebih mungkin memiliki tingkat antibodi yang lebih tinggi terhadap virus herpes ini dibandingkan kelompok kontrol.

Para peserta ini tidak memiliki tingkat antibodi yang lebih tinggi terhadap infeksi jenis lain, seperti varicella (cacar air) atau virus herpes simplex tipe 1, yang sebagian besar ditularkan secara oral, misalnya melalui ciuman.

Namun, para peneliti menemukan bahwa orang dengan risiko genetik skizofrenia yang tinggi dan yang juga menunjukkan tingkat antibodi virus Epstein-Barr yang tinggi, memiliki kemungkinan 8 kali lebih tinggi terkena skizofrenia.

Sementara, di antara peserta dengan skizofrenia, sekitar 10 persen memiliki tingkat antibodi yang tinggi terhadap jenis virus herpes ini dan risiko genetik yang lebih tinggi untuk skizofrenia. Sedangkan, peserta dalam kelompok kontrol hanya di bawah 1 persen.

"Kami menemukan bahwa individu dengan skizofrenia memiliki respons yang tidak biasa terhadap virus Epstein-Barr. Ini menunjukkan bahwa pencegahan dan pengobatan virus Epstein-Barr mungkin bisa mewakili pendekatan untuk pencegahan dan pengobatan gangguan kejiwaan yang serius seperti skizofrenia," ujar Dr. Robert Yolken.

Yolken kemudian menegaskan bahwa melalui studi ini, para peneliti menyarankan bahwa mencegah infeksi dengan virus Epstein-Barr dapat membantu dalam konteks risiko skizofrenia.

Dari penjelasan di atas, penelitian memang menyatakan bahwa virus Eipstein-Barr memang dapat menyebabkan skizofrenia. Meski demikian, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Harapannya, berbagai hasil penelitian yang dilakukan dapat menolong penderita skizofrenia.

[NP/ RVS]

Gangguan Mentalsistem kekebalan tubuhGangguan Jiwavirusvirus herpesVirus Epstein-Barrkesehatan mentalSkizofrenia

Konsultasi Dokter Terkait