Kesehatan Umum

Hepatitis C dan Depresi Saling Berhubungan, Kok Bisa?

Ayu Maharani, 26 Feb 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Katanya, seseorang yang mengalami hepatitis C berisiko tinggi untuk terserang depresi. Benar atau tidaknya hal tersebut, ini tanggapan dokter dan psikolog.

Hepatitis C dan Depresi Saling Berhubungan, Kok Bisa?

Hepatitis C dan depresi merupakan dua kondisi kesehatan yang berbeda, tetapi bisa terjadi secara bersamaan. Bahkan, dilansir dari Healthline, 86 persen penderita hepatitis C berisiko mengalami depresi.

Semua Penyakit Kronis Bisa Picu Depresi

Buat yang belum tahu, hepatitis C adalah penyakit yang berasal dari virus hepatitis C (HCV). Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh yang terinfeksi, biasanya lewat penggunaan narkoba suntik ataupun kontak saat berhubungan seksual. Di Amerika Serikat, infeksi ini sangat umum terjadi.

Menanggapi soal hubungan antara keduanya, kira-kira seperti inilah jawaban dr. M. Dejandra Rasnaya dari KlikDokter. Menurutnya, dari segi penyakit itu sendiri, tidak ada hubungan langsung antara hepatitis C dan depresi. Ya, depresi pada dasarnya dapat terjadi pada semua penyakit, khususnya penyakit kronis mematikan dengan gejala menyakitkan.

“Sebenarnya begini, gejala yang dihasilkan oleh penyakit hepatitis C bisa menurunkan kualitas penderitanya. Saat masih awal-awal, penyakit hepatitis ini memang tidak menunjukkan gejala spesifik, bahkan nggak terasa, sehingga penderitanya akan merasa sehat-sehat saja dan bisa beraktivitas biasa,” kata dokter yang kerap disapa dr. Deri itu.

“Ketika sudah kronis, baru mulai muncul gejala. Gejala atau dampak hepatitis C misalnya mual terus, gampang capek, kurus, kuning, liver bengkak, metabolisme terganggu. Penderitanya kaget, kok, kemarin sehat sekarang sudah sakit aja? Ada perubahan drastis dalam hidupnya. Nah, karena nggak siap dengan keadaan yang sekarang, dia jadi depresi.” dr. Deri menanggapi.

Meski bisa disembuhkan, pengobatan penyakit hepatitis memerlukan waktu yang cukup lama alias bisa berbulan-bulan. Jika penderitanya tidak punya kerabat dekat yang menemani dan mendukung, atau dari dianya sendiri tidak sabaran, maka risiko depresi akan semakin tinggi.

Tips Agar Penderita Penyakit Kronis Tidak Depresi

Ikhsan Bella Persada, MPsi., Psikolog dari KlikDokter menyuarakan hal serupa dengan dr. Deri. Menurutnya, penyakit kronis memang bisa menjadi salah satu penyebab depresi.

Penderita sakit kronis akan terus memikirkan apakah mereka bisa sembuh atau tidak. Mereka kehilangan banyak hal, entah itu karier, teman-teman ngumpul, dan lain sebagainya. Ketidakhadiran keluarga dalam merawat juga bisa membuat penderita penyakit kronis menjadi depresi.

Oleh sebab itu, faktor keluarga dan sahabat sangat berperan di sini. Mereka bisa bisa menjadi “suplemen” alami, sehingga penderita kronis semangat untuk menjalani pengobatan, meskipun harus dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Setidaknya, kerabat dekat bisa jadi penghilang rasa khawatir dan juga pemberi harapan.

Artikel lainnya: Antara Hepatitis B dan C, Mana Lebih Berbahaya?

“Selain itu, penderita penyakit kronis sebaiknya tidak menyangkal kondisinya. Kalau memang sakit, akui sakit. Jangan mengaku sehat. Berdamai dengan keadaan itu cara ampuh untuk menghindarkan diri dari depresi. Sembari ikhlas, lakukan pengobatan secara rutin. Inget, makin mengelak, makin stres pikiran Anda akibat tekanan dari diri sendiri,” Ikhsan menambahkan.

Ada satu cara lagi yang bisa dilakukan supaya penderita penyakit kronis terhindar dari depresi, yakni lakukan aktivitas yang ringan, tapi menyenangkan.

“Misalnya saja, memelihara tanaman hias ataupun melihat hal yang disukai, seperti film dan lain sebagainya. Kalau perlu ajak teman mengobrol di rumah. Ini dilakukan agar Anda tidak fokus pada sakitnya saja!” saran Ikhsan.

Jika memang bermeditasi atau berdoa merupakan cara yang ampuh untuk menenangkan diri, tentu itu sangat boleh untuk dilakukan. Semakin tenang pikiran Anda, biasanya, akan semakin sedikit pula rasa sakit yang dirasakan, terutama mual dan nyeri-nyeri di sekujur tubuh.

Saat kondisi sudah membaik, ingatlah untuk tidak melakukan lagi hal-hal yang dapat memicu reinfeksi atau kekambuhan. Khusus untuk hepatitis, tingkatkan lagi kebersihan diri, hindari berhubungan seks secara bebas, dan kurangi minum minuman beralkohol. Akan lebih baik lagi jika Anda menerima vaksin hepatitis (A dan B sudah ada  tetapi vaksin hepatitis C belum ada).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi depresi akibat penyakit itu memang benar adanya. Bila Anda masih punya pertanyaan terkait depresi, hepatitis, ataupun penyakit kronis lainnya, konsultasikanlah hal tersebut kepada dokter kami melalui fitur Live Chat yang tersedia di aplikasi KlikDokter.

(OVI/RPA)

HepatitisDepresi

Konsultasi Dokter Terkait