Covid-19

Kemenkes RI Tak Lagi Pakai Istilah PDP, OTG, dan ODP COVID-19, Mengapa?

Krisna Octavianus Dwiputra, 14 Jul 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Kemenkes akhirnya mengubah istilah PDP, OTG, dan ODP untuk COVID-19. Mengapa keputusan itu diambil? Simak selengkapnya!

Kemenkes RI Tak Lagi Pakai Istilah PDP, OTG, dan ODP COVID-19, Mengapa?

Selama ini Anda mengenal OTG, PDP, dan ODP sebagai penyebutan status virus corona. Tetapi, Kementerian Kesehatan kini mengubah istilah-istilah ini dengan yang baru. Kira-kira apa maksud dan pengaruhnya, ya?

Istilah Pengganti OTG, PDP, dan ODP

Ternyata, ketiga istilah di atas sudah ada penggantinya. Ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

"Pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19 yaitu Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Pelaku Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian," kutip dari surat keputusan menteri kesehatan.

"Untuk Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang dalam Pemantauan (ODP), Pasien dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG)," sambung pernyataan itu.

Ini definisi istilah-istilah yang baru berdasarkan SK menteri kesehatan:

1. Kasus Suspek

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut:

  1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada empat belas hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
  2. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada empat belas hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probable COVID-19.
  3. Orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

2. Kasus Probable

Kasus suspek dengan ISPA Berat, ARDS, atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

3. Kasus Konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi dua, yaitu kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

4. Kontak Erat

Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud adalah tatap muka atau berdekatan, sentuhan fisik, orang yang memberikan perawatan langsung, dan situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak.

5. Pelaku Perjalanan

Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada empat belas hari terakhir.

6. Discarded

Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

  1. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
  2. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama empat belas hari.

7. Selesai Isolasi

Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

  • Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah sepuluh hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.

Artikel Lainnya: Cegah Penularan Virus, Inilah Jenis Masker dan Perbedaannya

  • Kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
  • Kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.

8. Kematian

Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi atau probable COVID-19 yang meninggal.

Mengapa Ketiga Istilah Itu Harus Dihapus?

Penggantian istilah pasti akan membuat bingung beberapa orang karena menjadi lebih banyak. Selain itu, hal ini juga akan berkaitan dengan data. Sebab, ODP dan PDP kini dianggap menjadi suspek.

Sekarang, baik gejalanya ringan atau berat, sudah disebut suspek. Pada penyebutan sebelumnya, ada ODP ringan, sementara yang sedang dan berat akan masuk golongan PDP. Sekarang semuanya disatukan.

"Sejujurnya lebih enak pakai suspek, probable, dan definitif. Seperti kasus-kasus lain, misalnya virus H5N1 dulu itu pakai definisi ini. Kalau pakai ODP dan PDP jujur lebih pusing, masyarakat justru bisa bingung juga," ungkap dr. Devia Irine Putri.

Artikel Lainnya: Tips Kurangi Waktu Berkumpul dengan Teman saat New Normal

Apa Angka Kematian COVID-19 akan Melonjak?

Salah satu masalah yang muncul ketika mengganti istilah ini ialah ditakutkan angka kematian yang bisa melonjak. Kalau merujuk pada definisi kematian yang baru, probable juga masuk.

Kasus probable yang dimaksud di definisi kematian tersebut adalah kasus suspek dengan ISPA Berat, ARDS, atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

Inilah yang kemudian membuat banyak orang takut nantinya angka kematian akan melonjak.

"Dianggapnya karena kasus probable klinisnya mengarah ke COVID-19 jadi terhitung angka kematian akibat COVID-19," ungkap dr. Devia.

Namun, definisi kematian milik Kemenkes ternyata sudah sama dengan WHO. Organisasi kesehatan dunia ini menyebutkan,

"Kematian COVID-19 didefinisikan untuk tujuan surveilans sebagai kematian akibat penyakit yang kompatibel (cocok) secara klinis dalam kasus probable atau terkonfirmasi COVID-19".

Penggunaan istilah-istilah baru ini diharapkan bisa memperbaiki data untuk kepentingan pengobatan atau perawatan. Sebagai masyarakat, kita pun perlu tahu agar lebih memahami.

Jangan lupa selalu jaga kesehatan, ya. Konsultasi dengan dokter bisa lebih mudah pakai LiveChat 24 jam di aplikasi KlikDokter. KlikDokter bersama Kemenkes dan BNPB juga menyediakan tes coronavirus online untuk memeriksa gejala pribadi.

(FR/AYU)

virus corona

Konsultasi Dokter Terkait