Covid-19

Kapolri Cabut Maklumat Larangan Berkumpul Saat Pandemi COVID-19, Amankah?

Krisna Octavianus Dwiputra, 29 Jun 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Kapolri mencabut maklumat larangan berkumpul sebagai bentuk adaptasi new normal. Tapi, apakah sudah aman bila larangan ini dicabut?

Kapolri Cabut Maklumat Larangan Berkumpul Saat Pandemi COVID-19, Amankah?

Salah satu cara membuat virus corona tidak menyebar adalah menghindari kerumunan. Hal ini pun telah menjadi imbauan wajib dari pemerintah. Namun, ternyata pekan lalu maklumat tersebut dicabut. Lalu, apakah Indonesia sudah aman dari virus corona?

Kapolri Cabut Maklumat Larangan Berkumpul Saat Pandemi 

Kapolri Jenderal Idham Azis telah mencabut maklumat No. MAK/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 mengenai Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (COVID-19). 

Ini dilakukan dalam kapasitas untuk adaptasi aturan tatanan kehidupan baru atau new normal.

Sebelumnya, maklumat yang diedarkan Kepolisian Indonesia berisi larangan mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan. 

Aktivitas ini menyebabkan adanya kumpulana atau massa dalam jumlah banyak di tempat umum atau lingkungan sendiri.

Namun, sayangnya aturan itu kini sudah dicabut. Kadiv Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menerbitkan Surat Telegram Nomor STR/364/VI/OPS.2./2020 tanggal 25 Juni 2020 untuk mencabut maklumat tersebut.

Apa isi telegram tersebut? Irjen Argo menyebut pertama, membahas pengawasan dan pendisiplinan kepada masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. 

Misalnya, mengenakan masker, jaga jarak dengan orang lain, rajin mencuci tangan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Melansir Liputan6, ia menjelaskan bahwa daerah-daerah yang masih menerapkan PSBB atau masih dalam kategori orange dan merah untuk tetap lakukan pembatasan kegiatan masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku. 

Klaster COVID-19 akibat Berkumpul

Pencabutan peraturan larangan berkumpul ini cukup membuat bingung. Ini karena banyak klaster COVID-19 yang terjadi justru karena berkumpul atau suatu acara yang banyak jumlah orangnya.

Berikut beberapa contoh klaster COVID-19 akibat berkumpul:

- Klaster Resepsi Pernikahan di Semarang

Sebelumnya, klaster Kampung Karang Kimpul, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah, pada 14 Juni 2020 dituding menjadi klaster baru penyebaran COVID-19. Ini dikarenakan ada pesta pernikahan di kampung tersebut.

Melansir Kompas, pernikahan tersebut digelar di rumah pengantin wanita di Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Semarang Timur pada Kamis (11/6). Naas, ibu dan adik sang pengantin meninggal akibat positif COVID-19.

- Seminar Keagamaan Gereja Bethel Indonesia 

Seminar ini sempat ramai dibicarakan. Kegiatan ini dilangsungkan di Lembang, Bandung Barat, 3-5 Maret 2020. 

Pendeta pimpinan GBI kemudian dinyatakan positif corona dan meninggal dunia. Dari hasil tes terhadap 637 jemaat GBI, 226 di antaranya dinyatakan positif COVID-19.

- Musyawarah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Barat 

Acara ini dihadiri oleh 400 orang. Setidaknya 7 peserta dinyatakan positif, termasuk Bupati Karawang Cellica Nurrachdiana, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana, dan Wali Kota Bogor Bima Arya.

Nah, beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa klaster COVID-19 muncul karena adanya keramaian atau orang berkumpul. 

Artikel Lainnya: Antre Naik KRL pada Masa New Normal, Ini Beberapa Tips Amannya!

Apakah Physical Distancing Efektif Cegah Penyebaran COVID-19?

Anjuran untuk tidak berkerumun saat pandemi virus corona ini memang perlu. Sayangnya, memang masih banyak orang yang mengabaikan hal tersebut, yang akhirnya berujung pada penyebaran virus yang semakin luas.

Sejak awal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menggaungkan social distancing, yang lalu diubah menjadi physical distancing. Inilah yang selalu dipercaya bisa mengurangi penyebaran.

Beberapa pakar percaya, penggunaan frasa physical distancing lebih tepat dibanding social distancing. Kata physical bermakna lebih manusiawi.

"Kita perlu melakukan physical distancing untuk melindungi kesejahteraan fisik semua orang. Tetapi, kesejahteraan mental jelas juga penting, dan isolasi sosial tidak baik untuk kesejahteraan mental," ujar Jeremy Freese, profesor sosiologi di Universitas Stanford, Amerika Serikat.

Pada akhirnya, physical distancing memang diperlukan dalam masa pandemi virus corona. Dokter Devia Irine Putri juga menjelaskan, physical distancing bisa menyelamatkan kita dari wabah ini.

Bila Larangan Berkumpul Dicabut, Apa yang Jadi Kekhawatiran?

Pencabutan maklumat Polri soal berkerumun dirasa aneh. Menurut dr. Devia, kalau terkait alasan new normal, sebenarnya adaptasi kebiasaan baru bisa dijalankan dengan protokol tetap menjaga jarak fisik yang ketat.

"Kalau masih banyak yang berkumpul, ya, tentu akan semakin tidak terkendali penyebarannya. Seharusnya kalau new normal, salah satu kebijakannya tidak berkerumun di tempat yang ramai. Ini salah satu protokol kesehatan juga," ungkap dr. Devia.

Dokter muda ini juga menyoroti banyaknya orang yang masih melanggar larangan berkumpul meski sudah jelas aturannya. Kalau larangan ini dicabut, justru penanganan COVID-19 tidak akan selesai.

"Iya, ada aturan dilarang berkumpul saja masih banyak yang melanggar, apalagi tidak ada aturan [dicabut peraturannya]. Bisa-bisa, tambah semakin banyak yang tidak peduli. Kalau seperti ini terus, tidak akan selesai penanganan virus corona-nya," pungkas dr. Devia.

Pencabutan maklumat larangan berkumpul sebaiknya menjadi kebijakan yang perlu dikaji ulang. Sebab, situasi saat ini masih jauh dari kata aman terkait penyebaran COVID-19.

Sebagai bentuk pengendalian penyebaran virus corona, KlikDokter merilis cek risiko virus corona online yang bisa Anda manfaatkan dengan mudah. Konsultasikan gejala COVID-19 atau penyakit lainnya lewat LiveChat 24 jam di aplikasi KlikDokter.

(FR/AYU)

virus coronaNew Normal

Konsultasi Dokter Terkait