Masalah Reproduksi Wanita

Vulvitis

Tim Medis Klikdokter, 21 Nov 2018

Ditinjau Oleh

Vulvitis merupakan penyakit di daerah kemaluan perempuan yang ditandai adanya peradangan pada vulva.

Pengertian

Vulvitis merupakan penyakit di daerah kemaluan perempuan yang ditandai adanya peradangan pada vulva. Vulva merupakan lipatan kulit yang berada di depan vagina, atau secara awam sering disebut sebagai bibir vagina.

Penyakit ini bisa dialami oleh perempuan dari berbagai usia, dari sebelum pubertas hingga setelah menopause.

Penyebab

Vulvitis bisa disebabkan oleh banyak hal seperti alergi, hipersensitivitas (terlalu sensitif) terhadap beberapa produk yang mengenai daerah vulva dan vagina, serta infeksi kuman (jamur, virus, dan sebagainya).

Berdasarkan penyebab tersebut, vulvitis dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Vulvitis kandidiasis

Vulvitis kandidiasis merupakan vulvitis yang disebabkan oleh infeksi jamur jenis Candida, terutama spesies Candida albicans. Kelompok wanita yang rentan mengalami Infeksi ini adalah mereka yang terutama sedang dalam kondisi hamil, menggunakan kontrasepsi hormonal (terutama pil KB), menderita HIV/ AIDS, sudah menopause, atau memiliki diabetes hormon yang tidak terkontrol kadar gula darahnya.

  • Vulvovaginitis atrofik

Jenis ini terjadi akibat kadar hormon estrogen yang amat rendah di dalam tubuh. Hal ini umumnya ditemukan pada perempuan post-menopause, pernah menjalani operasi pengangkatan indung telur, atau pernah menjalani radiasi di daerah vagina akibat jenis kanker tertentu.

  • Vestibulitis vulva

Pada vestibulitis vulva, peradangan terutama terjadi pada ‘pintu masuk’ vagina. Penyakit ini bisa disebabkan karena infeksi kuman (terutama jamur Candida dan Human Papilloma Virus), atau bisa juga karena penyebab lain seperti efek samping obat vagina, penggunaan produk kewanitaan, atau kekerasan seksual.

  • Dermatitis kontak

Vulvitis akibat dermatitis kontak merupakan vulvitis yang disebabkan karena reaksi alergi atau iritasi terhadap zat tertentu yang mengenai daerah vulva dan/ atau vagina. Zat tersebut bisa berupa cairan vagina, air seni, sabun pembersih vagina, kondom, sabun, pembalut, celana dalam, dan sebagainya.

Diagnosis

Pada tahap awal untuk menentukan diagnosis vulvitis, dokter akan melakukan wawancara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan faktor risiko atau penyebab seseorang rentan mengalami vulvitis. Setelah itu, pemeriksaan langsung ke daerah vulva dan vagina perlu dilakukan.

Pada pemeriksaan tersebut, sekaligus akan dilakukan pemeriksaan tingkat keasaman (pH) vagina, serta dilakukan pemeriksaan usap (swab) vulva dan/ atau vagina untuk dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan mikroskopis.

Gejala

Gejala vulvitis cukup bervariasi. Gejala utama umumnya adalah keputihan. Untuk membedakan dengan keputihan normal, keputihan akibat vulvitis umumnya berbau tidak sedap, berwarna lebih pekat, dan jumlahnya banyak. Selain itu, biasanya ada gejala lain yang menyertai keputihan tersebut.

Pada vulvitis kandidiasis, keputihan biasanya berwarna putih, bergumpal-gumpal, dan terasa sangat gatal. Selain itu, bibir vagina akan terlihat memerah dan membengkak.

Pada vaginitis atrofik, gejala tak selalu muncul. Atau kadang ada gejala, tapi tak mengganggu penderitanya. Gejala vaginitis atrofik umumnya dirasakan oleh sekitar 40 persen perempuan yang mengalaminya. Gejala tersebut bisa berupa vagina terasa kering, perih, nyeri saat hubungan intim, atau adanya rasa terbakar setelah berhubungan intim.

Pada vestibulitis vulva, gejala utama yang dirasakan adalah nyeri saat hubungan intim, terutama saat penis mulai penetrasi ke dalam vagina. Rasa nyeri tersebut biasanya digambarkan seperti sensasi terbakar atau perih.

Pada vulvitis akibat dermatitis kontak, selain keputihan, gatal dirasakan sangat mengganggu. Selain itu, daerah sekitar vagina dan vulva akan terasa perih bila terpapar zat yang menyebabkan iritasi.

Pengobatan

Pengobatan vulvitis sangat tergantung pada penyebabnya. Beberapa hal yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Vulvovaginitis kandidiasis dapat diobati dengan obat anti-jamur seperti clotrimazole, miconazole, atau tioconazole yang diletakkan di daerah vagina. Sebagai alternatif, tablet obat anti-jamur yang diminum (seperti fluconazole) juga bisa digunakan untuk mengobati jenis vulvitis ini.
  • Vaginitis atrofik umumnya membaik setelah pemberian terapi estrogen. Biasanya terapi estrogen yang digunakan berupa krim yang dioleskan di daerah vulva dan vagina, setidaknya selama 1–2 minggu. Selain itu, lubrikan untuk ‘membasahi’ vagina yang kering juga bisa membantu meredakan gejala.
  • Vestibulitis vulva dapat sembuh dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Namun jika keluhan tak segera membaik atau gejala yang dialami sangat mengganggu, krim anestesi dapat dioleskan ke daerah vulva dan vagina saat akan hubungan intim.
  • Pada vulvitis akibat dermatitis kontak, yang terpenting adalah mengetahui zat penyebab radang. Setelah itu, hindari paparan zat tersebut pada vulva dan vagina. Misalnya jika dermatitis kontak disebabkan karena penggunaan sabun pembersih vagina, maka selanjutnya sabun tersebut sebaiknya tak digunakan lagi sama sekali.

Setelah itu, daerah kemaluan hanya boleh dibersihkan dengan air bersih saja. Krim steroid seperti triamsinolon dua kali sehari juga akan diberikan dokter untuk membantu meredakan iritasi.

Pencegahan

Vulvitis bisa dicegah dengan menjaga kebersihan organ intim dengan tepat, di antaranya dengan cara:

  • Menghindari penggunaan sabun pembersih khusus untuk daerah vagina secara rutin
  • Menghindari penggunaan pewangi atau pembalut yang mengandung parfum
  • Membersihkan vagina saat mandi saja dengan air mengalir dan mengeringkan daerah vagina dengan baik sebelum menggunakan celana dalam
  • Menggunakan celana dalam berbahan katun, dan menggantinya jika sudah basah
  • Jika sedang menggunakan pembalut, sebaiknya pembalut diganti setidaknya setiap empat jam.