Kesehatan Mental

Memilih Tidak Menikah dan Kebahagiaan

Temukan perspektif baru dalam artikel menikah di masyarakat Indonesia serta hubungannya dengan kebahagiaan dan kesehatan mental. Temukan perspektif baru dalam artikel ini.

Memilih Tidak Menikah dan Kebahagiaan

Memilih untuk tidak menikah masih dianggap tabu bagi masyarakat Indonesia. Hal ini didasari kuatnya faktor budaya, pandangan sosial, dan dorongan agama yang kuat sehingga anggapan orang tidak menikah dinilai tidak bahagia.

Seiring perkembangan zaman dan globalisasi, hubungan antara kebahagiaan dan pernikahan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang salah satunya kesehatan mental.

Psikolog Iswan Saputro dan tim redaksi KlikDokter akan membahas mitos dan bagaimana kaitannya antara pernikahan, kebahagiaan, dan kesehatan mental.

Kebahagiaan Menurut Status Pernikahan

Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survey pada masyarakat Indonesia untuk melihat tingkat kebahagiaan berdasarkan status pernikahan. Pada tahun 2017, indeks kebahagiaan masyarakat yang belum menikah (71,53) lebih tinggi dibandingkan yang sudah menikah (71,09).

Namun, pada tahun 2021 indeks kebahagiaan masyarakat yang sudah menikah (72,1) lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum menikah (71,58).

Hal ini menunjukkan bahwa status pernikahan belum tentu menentukan kebahagiaan seseorang. Banyak faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang, seperti kepuasan hidup, kebermaknaan hidup, dan emosi yang dirasakan.

Pandangan tentang Pernikahan dan Kesehatan Mental

Bella DePaulo, Ph.D., seorang psikolog sosial dan penulis buku berjudul “Singled out: How singles are stereotyped, stigmatized, and ignored, and still live happily ever after”, mengkritik pandangan dominan yang beranggapan bahwa pernikahan adalah tanda kebahagiaan dan stabilitas kesehatan mental.

Dalam penelitian dan tulisannya, DePaulo mengeksplorasi bagaimana orang lajang seringkali dihadapkan pada stereotip negatif dan bagaimana realitas kehidupan mereka sebenarnya.

Dari hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh DePaulo menemukan bahwa ada sedikit perubahan kebahagiaan antara sebelum dan sesudah seseorang menikah.

Selain itu, adanya efek “bulan madu” yang cepat mereda dapat mempengaruhi kepuasan hidup pasangan dan hubungan seiring berjalannya pernikahan.

DePaulo berargumen bahwa banyak penelitian tentang pernikahan dan kebahagiaan memiliki bias dalam mendukung pernikahan. Hal ini karena lebih banyak melihat sisi kelompok yang menikah dan bertahan dibandingkan mereka yang bercerai atau menjanda.

Kematangan emosi, pengalaman masa lalu, kemampuan penyelesaian masalah, wawasan tentang pernikahan, dan kesamaan visi hidup menjadi faktor yang menentukan berjalannya pernikahan dan kesehatan mental pasangan.

Bella DePaulo bahkan secara aktif menantang narasi sosial yang mengatakan bahwa pernikahan adalah kunci utama kebahagiaan dan kepuasan hidup.

DePaulo mengajak untuk memiliki pandangan yang realistis dan inklusif tentang kehidupan lajang dan merayakan berbagai bentuk hubungan atau cara hidup sebagai sumber kebahagiaan dan kesejahteraan.

Faktor yang Menentukan Kebahagiaan dan Kesehatan Mental

Kebahagiaan dan kesehatan mental dipengaruhi oleh berbagai faktor yang jauh lebih kompleks daripada status pernikahan. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan mental yang baik meliputi:

1. Dukungan Sosial: Interaksi sosial yang positif dan dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas berkontribusi besar terhadap kesejahteraan psikologis seseorang.

2. Kepuasan Kerja: Kepuasan dalam pekerjaan dan karier dapat meningkatkan rasa harga diri dan kebahagiaan individu.

3. Kesehatan Fisik: Kesehatan fisik yang baik mendukung kesehatan mental yang stabil, dan sebaliknya.

4. Keseimbangan Hidup: Kemampuan untuk menyeimbangkan berbagai aspek kehidupan, termasuk waktu untuk diri sendiri, hobi, dan kegiatan sosial, penting untuk kesehatan mental.

5. Kebebasan Finansial: Keamanan finansial memberikan individu kebebasan untuk membuat pilihan yang meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi stres.

6. Resiliensi: Kemampuan untuk mengatasi stres dan rintangan hidup berkontribusi terhadap kestabilan emosi dan kesehatan mental.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa banyak variabel yang menjelaskan faktor penentu kebahagiaan dalam pernikahan dan kehidupan lajang.

Masyarakat perlu menyadari bahwa pernikahan bukanlah solusi universal untuk kebahagiaan atau kesehatan mental jika tidak diikuti dengan persiapan yang matang.

Mendorong masyarakat yang inklusif dan menghargai keputusan setiap orang dapat menjaga kesehatan mental bersama, termasuk pilihan untuk menikah atau tidak menikah.

Jika Kamu memiliki pertanyaan seputar topik diatas Kamu bisa segera tanyakan menggunakan fitur Tanya Dokter atau Temu Dokter.

Jangan lupa untuk #JagaSehatmu selalu dengan rutin cek kesehatan Kamu dan keluarga. Pesan layanan pemeriksaan kesehatan bisa dilakukan secara online tanpa kamu harus keluar rumah! Yuk, download aplikasi KlikDokter sekarang juga!

Konsultasi Dokter Terkait