OCD (obsessive-compulsive disorder) atau gangguan obsesif-kompulsif tidak boleh dianggap sebagai penyakit mental biasa. Berdasarkan penjelasan resmi, OCD adalah kondisi ketika seseorang tidak mampu mengendalikan obsesi dan dorongan yang dirasakan.
Meski sadar sepenuhnya, pengidap OCD sulit menghentikan tabiatnya dan ingin terus melakukan itu demi menurunkan tingkat kecemasan. Kondisi ini sering ditandai dengan kegelisahan seseorang untuk melakukan sesuatu dan bersifat impulsif.
“Rasa cemas akan hilang jika penderita telah melakukan kebiasaan tersebut. Akan tetapi, rasa tenang ini hanya bersifat sementara. Ketika pikiran tersebut muncul lagi, penderita OCD harus kembali melakukan kebiasaan tersebut,” ujar dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter.
Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa kombinasi antara faktor biologis dan faktor lingkungan mampu memengaruhi terjadinya OCD. Selain itu, rendahnya kadar zat kimia dalam otak serta faktor lingkungan, seperti stres, kekerasan, masalah sosial, serta kehilangan orang yang dicintai dapat menjadi pemicu.
Jangan anggap remeh OCD. Pasalnya, gangguan mental ini juga dapat menyerang kalangan muda. Lantas, bagaimana bentuk dan ciri OCD yang dapat terlihat?
Saat kelompok usia muda terkena OCD
Para peneliti di Lifespan Brain Institute dari Children's Hospital of Philadelphia dan Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania menemukan anak-anak dan orang dewasa muda dengan OCD yang juga mengaku memiliki pikiran buruk lebih mungkin mengalami psikopatologi, termasuk depresi dan bunuh diri. Ini adalah studi pertama dan terbesar yang memeriksa OCD pada lebih dari 7.000 peserta berusia 11 hingga 21 tahun.
Temuan ini telah dipublikasikan secara daring pada 23 November 2018 di Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.
Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari 20 persen remaja mengaku memiliki pikiran mengganggu yang mencakup tindakan melukai diri sendiri atau orang lain, membayangkan gambar kekerasan, hingga takut jika seseorang akan melakukan sesuatu yang buruk pada dirinya.
Pikiran itu terjadi berulang pada anak-anak muda. Dan pada batas tertentu adalah normal dan jadi bagian dalam perkembangan mereka. Namun, ketika kondisi itu berlanjut hingga remaja dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, Anda sebagai orang tua harus memeriksa penyebab dan perawatan guna mengatasi masalah tersebut.
Kiat mengatasi OCD sejak Dini
Penderita OCD pada umumnya sadar bahwa mereka memiliki obsesi tertentu. Namun, mereka terlalu malu jika orang lain mengetahui isi pikiran yang penuh obsesi ini. Pada akhirnya, penderita OCD menutup diri sendiri dan dapat berujung depresi.
OCD dapat ditangani dengan beberapa metode, antara lain teknik psikoterapi dan pengobatan golongan lithium seperti mood stabilizer. Anda dapat berkonsultasi pada dokter spesialis psikiatri untuk mengatasi gangguan kejiwaan tersebut.
“Gangguan OCD tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Mengatasi OCD pun tidak dapat hanya lewat obat-obatan saja. Anda juga membutuhkan psikoterapi dan modifikasi perilaku agar dapat melawan ketakutan serta rasa cemas akibat OCD,” tutur dr. Reza.
Anda takut dengan banyak hal? Tak ingin menyakiti orang lain? Atau, apakah Anda adalah seseorang yang ingin semua hal tersusun secara simetris? Anda stres jika keadaan tak sesuai rencana? Bisa jadi Anda menderita OCD. Segera konsultasikan dengan dokter atau psikolog demi kualitas hidup yang lebih baik.
[HNS/ RVS]