HomeInfo SehatSarafMengenal Diet Keto dan Sejarahnya sebagai Pengobatan Epilepsi
Saraf

Mengenal Diet Keto dan Sejarahnya sebagai Pengobatan Epilepsi

Novita Permatasari, 16 Jan 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Diet keto yang sempat jadi tren karena ampuh turunkan berat badan dalam waktu singkat ternyata awalnya diciptakan untuk mengobati epilepsi.

Mengenal Diet Keto dan Sejarahnya sebagai Pengobatan Epilepsi

Tren menurunkan berat badan dengan diet ketogenik atau juga sering disebut diet keto ini semakin ramai dilakukan. Namun, tahukah Anda kalau awalnya jenis diet ini diciptakan sebagai terapi pengobatan penyakit epilepsi?

Diet keto dan sejarahnya

Dijelaskan lewat jurnal National Center for Biotechnology Information (NCBI), pada awalnya diet keto diperkenalkan oleh Hugh Conklin, seorang dokter anak asal Michigan, untuk pengobatan epilepsi pada anak di masa 1920-an.

Dengan metode ini, kejang akibat epilepsi dapat berkurang hingga 90 persen pada anak-anak dan 50 persen pada orang dewasa.

Bahkan, dalam literatur Hippocratic Corpus: On The Sacred Disease yang dirilis oleh Portland State University dijelaskan juga bagaimana manusia bisa sembuh dari penyakit epilepsi dengan menaati pantangan makan dan minum bahan makanan tertentu.

Namun, saat pada tahun 1930-an ditemukan terapi antikonvulsan yang dipercaya lebih efektif untuk menyembuhkan pasien epilepsi, metode ini menjadi “turun pamor”. Meski demikian, masih ada beberapa rumah sakit yang menerapkannya.

Dilansir dari situs Johns Hopkins Medicine, institusi ini telah menjalankan pengobatan epilepsi dengan diet keto selama 100 tahun. Metode pengobatannya melibatkan konsumsi makanan berlemak tinggi dan minim karbohidrat, mirip seperti menu pada tren diet keto yang kemarin ramai dibicarakan.

Hingga kini, Johns Hopkins Medicine masih menjalankan metode pengobatan ini, tentunya disesuaikan dengan perkembangan di dunia medis. Selain itu, dilansir dari WebMD, terapi diet ketogenik ini membutuhkan komitmen dan penjagaan yang ketat pada pasien, sehingga tak semua penderita epilepsi dapat menjalankannya.

Dijelaskan kemudian, biasanya dokter hanya akan merekomendasikan metode diet keto bila penderita telah mencoba dua atau tiga metode pengobatan lain dan belum mendapatkan hasil yang memuaskan.

Ketika diet keto berhasil mengurangi keluhan, dokter akan menurunkan dosis obat atau bahkan menghentikan konsumsi obat, sesuai dengan kondisi pasien.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa pasien yang menjalani diet keto sebagai metode pengobatan epilepsi selama minimal 2 tahun, memiliki peluang bagus untuk bebas kejang, bahkan setelah mereka dapat makan secara normal.

Dipercaya dapat menurunkan berat badan dalam waktu singkat

Pada 2016 Google merilis sepuluh topik paling populer yang dicari sepanjang tahun tersebut dan ternyata topik diet keto adalah salah satunya. Dilansir dari liputan6.com, kepopuleran jenis diet ini tak lepas dari peran beberapa selebriti terkemuka seperti Kim Kardashian dan Gwyneth Paltrow. Bahkan, di Indonesia sendiri Dian Sastrowardoyo pun turut menjalankannya.

Orang beramai-ramai menjalankan diet keto karena dipercaya dapat menurunkan berat badan dalam waktu singkat, bahkan tanpa olahrga sekalipun. Mengenai jenis diet ini, dr. Astrid Wulan Kusumoastuti dari KlikDokter turut memberikan penjelasan.

Menurutnya, anggapan diet keto sebagai diet tinggi lemak adalah hal yang kurang tepat, karena tujuan dari diet ini adalah untuk mencapai sebuah kondisi yang disebut dengan ketosis.

“Pada kondisi ketosis ini, tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi utama, yang pada umumnya mekanisme pembakaran energi menggunakan karbohidrat,” jelasnya.

Menurutnya, dalam menjalani diet keto, kebutuhan kalori harian yang wajib dipenuhi yakni 75-90 persen lemak, 6-20 persen protein dan 2-5 persen karbohidrat.

Untuk merasakan hasilnya, diet ini harus dijalankan setidaknya 3-4 hari agar cadangan karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk glikogen habis dan tubuh mulai masuk ke kondisi ketosis. Hal inilah yang kemudian memicu penurunan berat badan.

Meski dianggap sebagai “jalan pintas”, dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter tidak menyarankan diet ini dilakukan oleh penderita diabetes atau penyakit endokrin, karena dapat menyebabkan hipoglikemia atau menurunnya kadar gula secara drastis.

Belum lagi, diet ini menyebabkan kelelahan dan kekurangan makronutrien seperti protein dan lemak. Akibatnya, tubuh Anda menjadi lemas dan aktivitas pun bisa terhambat.

“Hal yang paling aman dilakukan untuk menurunkan berat badan adalah dengan kombinasi antara pola makan dan aktivitas fisik secara rutin berdurasi 30 menit, selama 5 kali dalam seminggu. Tidak masalah mengonsumsi karbohidrat atau protein, selama masih dalam rentang normal dan diperlukan tubuh,” dr. Sepri menyarankan.

Setelah menyimak penjelasan di atas, kini Anda telah mengetahui bahwa diet keto yang menjadi primadona para pelaku diet ternyata dahulu kala diciptakan sebagai terapi pengobatan penyakit epilepsi. Walaupun banyak yang sudah membuktikan keampuhan diet ini, jika Anda ingin menurunkan berat badan, sebaiknya ikuti apa yang disarankan oleh dr. Sepri di atas, yakni dengan menerapkan pola makan sehat dan rutin berolahraga. Semoga berhasil, ya!

[RVS]

Diet KetogenikBerat BadanGwyneth PaltrowDietKim KardashianDiet Tinggi LemakDian SastrowardoyoPengobatan Epilepsidiet ketoEpilepsi

Konsultasi Dokter Terkait