HomeInfo SehatDiabetesHiperglikemia atau Hipoglikemia yang Lebih Bahaya Saat Puasa?
Diabetes

Hiperglikemia atau Hipoglikemia yang Lebih Bahaya Saat Puasa?

dr. Fiona Amelia MPH, 08 Mar 2024

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Puasa membuat seseorang lebih rentan mengalami hiperglikemia maupun hipoglikemia. Tapi kondisi mana yang lebih berbahaya?

Hiperglikemia atau Hipoglikemia yang Lebih Bahaya Saat Puasa?

Kondisi gula darah yang terlalu tinggi (hiperglikemia) dan terlalu rendah (hipoglikemia) lebih dikenal sebagai komplikasi yang umum terjadi pada penderita diabetes.

Namun jangan salah, keduanya juga bisa terjadi pada orang sehat. Apalagi, bila kini Kamu sedang menjalankan ibadah puasa. Apa perbedaaan antara keduanya? Dan kondisi mana yang lebih berbahaya?

Hiperglikemia saat Puasa

Sesuai konsensus, kadar gula darah tergolong tinggi apabila melampaui 200 mg/dL. Batas ini berlaku untuk gula darah sewaktu. Sedangkan untuk gula darah puasa, dianggap tinggi bila kadarnya di atas 100-125 mg/dL.

Dalam kondisi diabetes, hiperglikemia terjadi saat tubuh tidak memiliki cukup insulin untuk mengolah gula darah atau tak mampu menggunakan insulin dengan baik.

Sedangkan ketika puasa, hiperglikemia yang muncul bisa merupakan reaksi normal terhadap tidak tersedianya gula dalam waktu lama. Saat puasa, di mana gula darah tidak tersedia, kadar insulin akan menurun.

Secara normal, tubuh akan merespon dengan meningkatkan pengeluaran hormon noradrenalin dan hormon pertumbuhan agar cadangan gula yang ada di organ hati dilepaskan ke dalam darah. Akibatnya, kadar gula darah akan meningkat.

Saat berbuka, hiperglikemia bisa kembali terjadi setelah makan. Biasanya ketika komposisi makanan terlalu tinggi karbohidrat sehingga kadar gula darah naik cepat, sementara hormon insulin yang ada tidak cukup untuk mengolah semuanya.

Hiperglikemia yang sifatnya ringan dan sementara umumnya tidak menimbulkan keluhan. Sedangkan yang cukup berat, akan menimbulkan keluhan seperti rasa haus, sering berkemih, dan pandangan kabur.

Bila kadar gula sangat tinggi dan memasuki level membahayakan, akan muncul rasa melayang, mual dan muntah, hingga kehilangan kesadaran.

Hipoglikemia saat Puasa

Pada kondisi ekstrem lainnya, saat puasa bisa terjadi kadar gula darah yang terlalu rendah (<70 mg/dL) atau hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa bersifat reaktif, yakni muncul setelah individu berbuka puasa dengan makanan tinggi karbohidrat.

Konsumsi makanan seperti ini dapat memicu pengeluaran insulin dalam jumlah besar. Akibatnya membuat kadar gula darah turun terlalu rendah. Keluhan awal yang dirasakan biasanya berupa gemetar, keringat dingin, rasa gugup, dan lapar.

Pada kondisi yang lebih berat atau sudah sering berulang, keluhan baru disadari saat otak mulai kehabisan sumber energinya, yakni sulit fokus dan berpikir, pandangan kabur, rasa melayang, sakit kepala, hingga kehilangan kesadaran.

Lalu Mana yang Lebih Berbahaya?

Baik hiperglikemia maupun hipoglikemia sama-sama berbahaya bila tidak segera diatasi. Keduanya bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa.

Kondisi hipoglikemia lebih dianggap gawat darurat karena otak tidak mampu berfungsi apabila kadar gula darah turun sampai di bawah 70 mg/dL. Namun, kondisi hipoglikemia lebih mudah ditangani bila seseorang sudah merasakan keluhan.

Penanganan awal yang dapat dilakukan di rumah bila terjadi hipoglikemia yaitu segera konsumsi makanan atau minuman manis saat keluhan timbul.

Sebaliknya, kondisi hiperglikemia lebih sulit dideteksi sejak awal. Kesulitan ini terjadi karena keluhan biasanya timbul ketika kadar gula darah sudah sangat tinggi. Penanganannya pun harus ditangani oleh dokter di rumah sakit.

Agar Kamu Tidak Mengalami Keduanya

Kemunculan kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia sangat bersifat individu. Akibatnya, hingga kini, belum ada cara untuk memprediksi apakah seseorang akan mengalami salah satunya. Meski demikian, walau keduanya berada pada ekstrem yang berbeda, pemicunya sama.

Oleh sebab itu, agar tidak mengalami kedua kondisi tersebut saat puasa, anjurannya tidaklah berbeda. Sahur dan berbukalah dengan porsi dan komposisi makanan yang bergizi seimbang.

Pada prinsipnya, batasi konsumsi makanan yang tinggi gula seperti nasi putih, roti putih, kue-kue kering, kue-kue manis, nasi putih, minuman manis, dan permen. Sebaliknya, perbanyak konsumsi serat dari buah dan sayuran.

Diet tinggi serat akan membuat Kamu merasa kenyang dan tidak mudah lapar setelah makan. Ini karena serat tergolong karbohidrat kompleks sehingga lebih lama dicerna. Kadar gula darah Kamu pun menjadi lebih stabil sepanjang hari.

Porsi makanan pun perlu diperhatikan agar Kamu tidak mengonsumsi terlalu banyak karbohidrat. Pengaturan porsi bisa menggunakan ukuran tangan Kamu sebagai berikut:

  1. Satu kepal tangan untuk sumber karbohidrat (makanan pokok)
  2. Satu telapak tangan untuk sumber protein (lauk pauk)
  3. Dua tangkup tangan untuk sayuran (serat)
  4. Satu ruas ibu jari untuk sumber lemak (minyak untuk memasak atau lemak daging)
  5. Di luar piring utama ada satu piring kecil untuk buah-buahan dan satu gelas air putih

Lengkapi pula pola hidup Kamu dengan rutin berolahraga ringan kala puasa. Ini bisa dilakukan 1-2 jam mendekati waktu berbuka. Tidak perlu lama, cukup 15-30 menit atau semampu Kamu.

Kebiasaan sehat tersebut akan membantu tubuh mengolah gula dengan baik, sehingga tidak terjadi hiperglikemia maupun hipoglikemia. Kesimpulannya, baik hiperglikemia maupun hipoglikemia, keduanya sama-sama merupakan kondisi yang membahayakan kesehatan.

Oleh karena itu, gaya hidup dan pola makan sehat tetap harus diterapkan meski Kamu tengah berpuasa. Semoga ibadah puasa Kamu lancar dan bebas dari masalah kesehatan.

Bila Kamu memiliki pertanyaan lain seputar diabetes, segera buat jadwal konsultasi dengan layanan Tanya Dokter dan temukan layanan untuk cek diabetes. Yuk, unduh juga aplikasi KlikDokter untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan yang lengkap.

[MS/ RVS]

Puasa Ramadanpuasagula darahDiabetesGula darah tinggiHiperglikemiaHipoglikemia

Konsultasi Dokter Terkait