Diet dan Nutrisi

Benarkah Kecanduan Karbohidrat Salah Satu Gejala Depresi?

Ruri Nurulia, 05 Mei 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Selalu ingin makanan yang mengandung karbohidrat? Awas, bisa jadi kecanduan Anda pada karbohidrat ini karena gejala depresi.

Benarkah Kecanduan Karbohidrat Salah Satu Gejala Depresi?

Anda mengalami hari yang buruk di kantor, terjebak macet selama 2 jam, rumah yang tak kunjung rapi, atau bertengkar dengan pasangan. Hal-hal ini membuat Anda ingin makan makanan yang mengandung karbohidrat? Jika ya, Anda tidak sendirian. Banyak yang ‘kecanduan’ karbohidrat ketika mereka sedang merasa marah, capek, atau depresi, mereka seperti.

Kaitan antara karbohidrat dan depresi

Menurut Judith Wurtman, PhD, mantan peneliti dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Amerika Serikat (AS), dan salah satu penulis buku The Serotonin Power Diet seperti dikutip di laman WebMD, mengatakan bahwa keinginan untuk makan karbohidrat adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Ia bersama suaminya, Prof. Richard J. Wurtman yang juga dari MIT, meneliti kaitan antara karbohidrat dan depresi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific American tahun 1989.

Mereka yakin bahwa kecanduan karbohidrat ini berhubungan dengan menurunnya tingkat hormon serotonin (hormon kebahagiaan atau perasaan positif), yang ditandai dengan penurunan suasana hati (mood) dan konsentrasi. Singkatnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika Anda sedang down, tubuh merasa membutuhkan karbohidrat. Makan makanan yang manis dipercaya dapat membuat Anda nyaman dalam waktu singkat, tetapi juga dapat menyebabkan mood menurun dengan cepat.

Lewat penelitian ini, orang yang memiliki keinginan mengonsumsi lebih banyak karbohidrat juga dilaporkan merasa lebih nyaman, stres berkurang, dan bisa tidur nyenyak setelah mengonsumsi makanan mengandung gula. Meski demikian, dituturkan oleh Judith bahwa mood memang dapat membaik setelah 20 menit setelah melahap karbohidrat.

Hal tersebut disebabkan karena saat makan karbohidrat, tubuh akan melepaskan hormon serotonin lebih banyak. Judith pun mengingatkan bahwa mood yang membaik tadi dapat dengan cepat menurun lagi, lalu kemudian merasa butuh obesitas lagi, begitu seterusnya hingga Anda tak menyadari bahwa berat badan tubuh sudah di ambang kegemukan.

Ada pula penelitian serupa dari Pusat Medis Universitas Rush, AS, yang menyebutkan bahwa pecandu karbohidrat yang mood-nya agak tertekan diketahui dapat ‘mengobati’ dirinya sendiri. Mereka meneliti wanita dengan berat badan berlebih dan memiliki riwayat yang berkaitan dengan ketagihan karbohidrat.

Peneliti memberikan mereka pilihan antara minuman yang kaya protein atau kaya karbohidrat. Hasilnya, wanita yang suasana hatinya paling buruk lebih memilih minuman yang kaya karbohidrat. Sebagai tambahan, minuman yang mengandung karbohidrat ditemukan mampu memperbaiki mood mereka.

Menurut penelitian serupa lainnya tahun 2015 yang diterbitkan di The American Journal of Clinical Nutrition, karbohidrat rafinasi (yaitu jenis karbohidrat yang telah melalui banyak proses sampai menjadi makanan yang Anda makan, tak hanya dapat membuat lingkar pinggang wanita lansia bertambah, tapi juga meningkatkan risiko depresi. Contoh makanan ini antara lain gula putih, pasta, tepung, biskuit, kue, roti, minuman bersoda, dan masih banyak lagi).

Sebaliknya, penelitian ini juga menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi banyak biji-bijian utuh (whole grain), sayuran, buah, dan serat merasakan risiko terjadinya depresi ini menurun.

Para wanita yang menjadi partisipan dipastikan tidak memiliki riwayat penyalahgunaan zat, depresi, atau bentuk apa pun dari gangguan mental selama tiga tahun belakangan. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semakin banyak produk gula rafinasi yang dikonsumsi wanita, maka semakin tinggi kadar gula darah, sehingga semakin tinggi pula risiko mereka mengalami depresi.

Dikatakan oleh James Gangwisch, Ph.D., asisten profesor di departemen psikiatri di Universitas Colombia, AS, yang juga penulis penelitian tersebut kepada Health, satu penjelasan yang sangat mungkin adalah karena lonjakan gula darah akibat konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat.

Gula darah yang terlalu tinggi menginduksi respons insulin (hormonal) yang tinggi, yang dapat menurunkan gula darah ke tingkat yang dapat menginduksi respons hormon kontra regulator (seperti glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Hasilnya adalah peningkatan kecemasan, mudah tersinggung, dan rasa lapar. Tak hanya itu, James juga mengatakan bahwa penurunan gula darah juga dapat menyebabkan kelelahan.

Ketagihan karbohidrat, normal atau tidak?

Diterangkan lagi oleh Judith, apakah Anda ngidam karbohidrat saat melihat seseorang makan makanan favorit Anda? Ini hanya merupakan sugesti belaka. Apakah Anda ingin makan karbohidrat saat sedang melakukan aktivitas yang tidak Anda suka, lalu merasa lebih baik setelah mengonsumsi segenggam permen rasa buah? Ini berarti Anda “self-medicating”.

Kadar serotonin meningkat dan Anda melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ingin makan karbohidrat pada sore hari juga merupakan hal normal, yang tidak selalu dikaitkan dengan indikasi depresi.

Jika kecanduan karbohidrat ini berlebihan, yang terus-menerus Anda rasakan apa pun kondisinya, pertimbangkan untuk mencari pertolongan profesional. Rasa ketagihan yang persisten bisa jadi merupakan tanda depresi, bukan lagi karena suasana hati—apalagi jika suasana hati sudah membaik tapi Anda terus ingin makan karbohidrat.

Mengatasi kecanduan karbohidrat

Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah cara-cara yang Anda terapkan untuk meminimalkan kecanduan karbohidrat yang Anda (mungkin) miliki.

  • Memilih menu sarapan dan makan siang yang tepat. Biasanya keinginan untuk makan karbohidrat bertambah besar seiring berjalannya hari. Oleh karena itu, saat sarapan dan makan siang, makanlah makanan yang kaya protein.
  • Jika pada siang-sore hari mood Anda menurun, makanlah camilan yang mengandung karbohidrat seperti popcorn atau sereal sekitar jam 4. Untuk makan malam, pilih menu pasta, nasi, atau waffle.
  • Pilih makanan berkarbohidrat yang masuk akal. Craving karbohidrat tak harus melulu cokelat. Pertimbangkan camilan seperti pretzel, sedikit lemak tapi memberikan Anda karbohidrat yang Anda butuhkan.
  • Ingat bahwa konsumsi makanan berkarbohidrat tidak dilarang. Namun, jika memang karbohidrat adalah jenis makanan favorit Anda, pilihlah yang rendah lemak.
  • Pilih karbohidrat yang merupakan slow food, dalam arti daripada mengunyah cokelat, lebih baik menyesap minuman cokelat panas. Ini juga akan membantu Anda mengonsumsinya secara terkontrol. Mengunyah lebih mungkin membuat Anda terus menambah porsi dibandingkan dengan menyesap minuman panas.

Karbohidrat juga dapat meredakan atau mengatasi depresi

Menurut dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, jenis karbohidrat kompleks, yaitu karbohidrat yang tinggi serat seperti gandum utuh atau beras merah. Tak hanya dapat membuat Anda kenyang lebih lama, tapi juga turut berperan dalam mencegah dan mengatasi gejala depresi. Ia pun juga menambahkan bahwa makanan yang mengandung antioksidan, omega-3, protein, vitamin D, dan selenium juga mampu membantu mengurangi gejala depresi.

Sudah ada beberapa hasil penelitian yang mengaitkan karbohidrat dan depresi, meski memang masih harus diteliti lebih jauh. Meski demikian, wajar untuk berkaca apakah kecanduan karbohidrat yang Anda rasakan ini adalah hal yang normal atau tidak. Jangan sungkan untuk mengonsultasikan hal ini kepada dokter supaya diketahui kejelasannya, apalagi jika Anda terbelit stres berkepanjangan yang mengarah pada terjadinya depresi.

(RH)

KarbohidratgiziGejala depresiKecanduan KarbohidratDepresi

Konsultasi Dokter Terkait