Kesehatan Umum

Siapa yang Tak Boleh Mendapatkan Vaksin Difteri?

dr. Resthie Rachmanta Putri. M.Epid, 05 Mei 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Vaksin difteri sangat penting dilakukan, khususnya pada bayi dan anak. Tapi kondisi tertentu membuat anak tak boleh mendapatkan imunisasi difteri.

Siapa yang Tak Boleh Mendapatkan Vaksin Difteri?

Adanya wabah difteri yang menyerang hampir seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2018 menjadi peringatan bahwa vaksin difteri amatlah penting dilakukan. Seperti diketahui, vaksinasi difteri adalah cara ampuh untuk mencegah kesakitan dan kematian akibat difteri.

Vaksin difteri merupakan salah satu imunisasi yang wajib diberikan untuk bayi dan anak di Indonesia. Hanya ada dua kondisi yang menyebabkan anak mutlak tak boleh mendapatkan vaksin difteri, yaitu:

  • Memiliki alergi berat pada komponen vaksin difteri

Yang dimaksud alergi berat adalah gejala alergi yang mengancam nyawa. Bisa berupa  sesak napas berat, kesadaran terganggu, tekanan darah turun, dan denyut jantung tak beraturan.

  • Ensefalopati

Ensefalopati merupakan kondisi gangguan otak yang ditandai dengan kesadaran yang terganggu (bisa berupa gangguan kesadaran berupa mengantuk terus-menerus hingga koma) atau kejang yang berkepanjangan. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai kondisi penyakit, seperti infeksi berat, diabetes, dan gangguan hati.

Kondisi ensefalopati yang menyebabkan seseorang tak boleh menerima vaksin difteri adalah jika ensefalopati terjadi dalam waktu kurang dari 7 hari dari vaksin difteri yang pernah dilakukan.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa kedua kondisi di atas sangatlah jarang terjadi. Studi menemukan bahwa kejadian ensefalopati yang terkait dengan vaksin difteri di dunia hanya sebesar 0,1 persen. Sementara itu, kejadian alergi berat pada komponen vaksin lebih jarang lagi terjadi. Diperkirakan bahwa dari 1 juta anak, hanya ada 1 yang memiliki alergi berat terhadap komponen vaksin.

Di luar dua kondisi berbahaya di atas, anak sangat dianjurkan untuk mendapatkan imunisasi difteri. Termasuk jika anak memiliki alergi tertentu, seperti asma atau eksim,imunisasi tetap perlu dilakukan.

Imunisasi difteri telah terbukti efektif dan aman dalam mencegah terjadinya difteri dengan tingkat proteksi sebesar 95 persen. Ada kemungkinan sangat kecil bahwa anak masih bisa tertular difteri, tapi gejala difteri pada anak yang sudah mendapatkan vaksin hanyalah gejala ringan. Sebaliknya, tanpa vaksin difteri, anak rentan tertular penyakit tersebut dan gejalanya bisa sangat berat hingga menyebabkan kematian.

Jika sedang sakit, bolehkah anak diimunisasi difteri?

Anak sangat rentan mengalami demam, batuk, pilek, dan berbagai penyakit menular lainnya. Penyakit-penyakit tersebut kadang kala menyebabkan orangtua enggan untuk membawa anaknya diimunisasi.

Jika anak batuk pilek ringan, tapi anak tetap aktif, tidak rewel, dan tidak mengalami demam, maka imunisasi tetap bisa dilakukan sesuai jadwal. Demikian pula jika anak demam ringan dengan suhu tubuh di bawah 38 derajat, imunisasi aman untuk diberikan.

Jika batuk pilek cukup berat hingga anak tak seaktif biasanya atau anak sedang mengalami demam tinggi, maka imunisasi difteri boleh ditunda. Namun sebaiknya, penundaan tidak dilakukan terlalu lama. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan bahwa imunisasi bisa ditunda hingga 1-2 minggu jika batuk pilek berat atau demam tinggi terjadi.

Jika anak sedang mengonsumsi obat tertentu dari dokter, jadwal imunisasi bisa tetap sesuai jadwal, bisa juga dokter perlu memodifikasi jadwal imunisasi. Sebagian besar obat, termasuk antibiotik, umumnya tidak mengganggu efektivitas imunisasi sehingga anak biasanya tetap bisa mendapatkan vaksin difteri sesuai jadwal. Namun, jika anak sedang mengonsumsi obat yang dapat memengaruhi kekebalan tubuh, misalnya obat prednison, umumnya imunisasi perlu ditunda hingga pengobatan selesai.

Perlu tidaknya imunisasi ditunda dan berapa lama penundaannya sebaiknya tidak diputuskan sendiri oleh orangtua, melainkan oleh dokter. Hal ini penting karena imunisasi difteri perlu dilakukan beberapa kali (pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, 5 tahun, 10 tahun, dan 18 tahun) agar efektif mencegah difteri. Penundaan yang terlalu lama bisa menyebabkan catch up imunisasi menjadi lebih sulit dilakukan dan efektivitas vaksin difteri menjadi lebih rendah.

[HNS/ RVS]

vaksinImunisasi Difterivaksin difterivaksinasi difteriDifteri

Konsultasi Dokter Terkait