Imunisasi yang dilakukan di sekolah merupakan imunisasi lanjutan yang dikenal sebagai program Bulan Imunisasi Anak di Sekolah (BIAS). Imunisasi yang diberikan pada BIAS ada tiga jenis, yaitu campak pada anak kelas 1, difteri tetanus pada anak kelas 2, dan tetanus toksoid pada anak kelas 2 dan 3.
Program imunisasi yang dicanangkan pemerintah, baik imunisasi dasar sejak anak lahir maupun imunisasi lanjutan yang dilakukan di sekolah, tidak selalu berhasil. Mengapa demikian? Karena masih banyak orangtua yang ragu mengenai kehalalan vaksin yang akan diberikan.
Proses produksi beberapa vaksin –contohnya vaksin meningitis dan polio– memang menggunakan enzim tripsin dari babi. Namun penggunaanya tidak dicampur menjadi satu seperti bentuk puyer. Enzim tripsin babi hanya digunakan sebagai katalisator, yakni suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi.
Enzim tripsin babi berfungsi untuk memecah dan memisahkan protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Setelah dibiakkan, kuman difermentasi dan diambil polisakaridanya sebagai antigen bahan pembentuk vaksin, yang sama sekali tidak bersinggungan dengan bahan babi. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan yang mencapai pengenceran sampai 1/67.5 milyar kali, sampai akhirnya terbentuk produksi vaksin yang sama sekali tidak mengandung unsur babi.
Dapat disimpulkan bahwa setelah proses panjang tersebut, enzim tripsin babi tidak ditemukan sama sekali pada vaksin yang siap digunakan. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin-vaksin yang pada proses pembuatannya menggunakan bantuan enzim tripsin babi sebagai katalisator.
Jadi, jangan ragu lagi untuk memberikan vaksin kepada anak Anda! Anda sebagai orangtua yang bijak diharapkan dapat melengkapi jadwal imunisasi anak, agar ia terbebas dari penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi.
(RS/RH)