HomeInfo SehatCovid-19Ditemukan 12 Mutasi Baru Virus Corona di Jepang, Ini Penyebabnya!
Covid-19

Ditemukan 12 Mutasi Baru Virus Corona di Jepang, Ini Penyebabnya!

Ayu Maharani, 14 Jan 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Hampir setahun virus SARS-CoV-2 mewabah kini ditemukan lagi mutasi virus corona di beberapa negara, termasuk Jepang. Lantas, apa penyebab?

Ditemukan 12 Mutasi Baru Virus Corona di Jepang, Ini Penyebabnya!

Setelah mutasi virus corona di Inggris dan Afrika Selatan yang sempat menghebohkan dunia, kini giliran Jepang yang mengumumkan hal tersebut. Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan bahwa mutasi virus di negaranya berasal dari empat pelancong asal Brasil. 

Empat pelancong asal Brasil yang tiba di Jepang pada 2 Januari lalu itu mengalami masalah pernapasan, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan demam. 

Di Brasil sendiri, jenis mutasi virus corona yang ditemukan di Inggris dan Afrika Selatan juga terdeteksi.

Strain yang ditemukan kini sedang diteliti lebih lanjut oleh National Institute of Infectious Diseases (NIID).

Ketua NIID, Takaji Wakita, mengatakan kepada media bahwa hingga kini, belum ada bukti yang menunjukkan mutasi virus corona di Jepang asal Brasil memiliki tingkat penularan lebih tinggi. 

Strain yang ditemukan di Jepang termasuk dalam jenis B.1.1.248 serta mempunyai 12 mutasi protein. Peneliti baru mengetahui susunan genetiknya dan belum mengetahui bagaimana keganasannya.

Faktor Penyebab Mutasi Virus Corona

Sebagai orang awam, mungkin Anda bertanya-tanya mengapa virus corona terus bermutasi. Kondisi tersebut tentu saja tidak terjadi tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang membuat virus corona bermutasi, yaitu:

  1. Durasi Wabah dan Kondisi Penyebarannya

Katakanlah pandemi COVID-19 ini hampir menginjak setahun. Bahkan di China, wabah ini sudah lebih dari setahun. 

Makin lama durasi wabah, apalagi penyebaran virusnya kurang bisa dikendalikan, makin besar potensi virus untuk bermutasi. 

Hal itu dilontarkan oleh Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, Selasa (12/1), di Jenewa, Swiss.

“Makin banyak virus yang menyebar, makin tinggi potensinya untuk terjadi perubahan baru pada virus corona,” dia menerangkan. 

Hingga saat ini, penambahan kasus memang masih terus terjadi. Selama masih ada penyebaran yang tidak terkendali, kesempatan untuk virus bermutasi juga terus ada. 

Artikel Lainnya: Hati-Hati, Mutasi Virus Corona Terbaru Lebih Berbahaya untuk Anak!

  1. Sifat Alamiah dari Virus 

Virus merupakan metaorganisme yang memiliki kemampuan untuk berevolusi. Nah, kemampuannya itu ditunjukkan dalam proses mutasi. 

Mutasi ini sebenarnya hal yang sangat alami dan makhluk hidup memang mengalaminya, termasuk virus. Sederhananya, mutasi merupakan cara virus untuk bertahan hidup.

Dosen dan Peneliti Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati di Institut Teknologi Bandung (ITB), Husna Nugrahapraja Ph.D. mengatakan kepada media tentang laju mutasi virus SARS-CoV-2. 

Virus ini memiliki hampir 30.000 huruf basa nukleotida (sekumpulan gen). Apabila virus corona bertahan selama 1 bulan, maka di bulan berikutnya, 1-2 huruf basa nukleotidanya akan berubah dan menyebabkan mutasi. 

  1. Perubahan Suhu

Menurut dr. Astrid Wulan Kusumoastuti, baik suhu panas maupun suhu dingin sama-sama bisa membuat virus bermutasi.

“Misalnya, suhu panas bisa membuat virus bermutasi jadi lebih tahan suhu panas. Lalu, suhu dingin bisa membuat virus bermutasi jadi lebih tahan suhu dingin,” jelasnya. 

Yang perlu diingat, dia menegaskan, mutasi tidak melulu berarti si virus akan jadi lebih mematikan.

“Mutasi virus bisa saja mengubah karakter sederhana pada virus itu sendiri, misalnya cara penularannya, kemampuan bertahan di lingkungan, dan lain sebagainya,” ujar dr. Astrid. 

Artikel Lainnya: Pentingnya Swab Test Virus Corona Sebelum Persalinan

  1. Campur Tangan Perantara Virus

“Faktor dari vektor atau perantara virus, misalnya manusia dan hewan juga bisa jadi penyebab mutasi virus corona. Virus memanfaatkan sel tubuh untuk bereplikasi (memperbanyak diri),” kata dr. Astrid. 

“Lama-kelamaan, perubahan kecil yang terjadi pada virus di dalam tubuh menjadi besar. Ditambah lagi, materi genetik tubuh manusia yang jadi inangnya pasti ada yang terbawa selama proses itu. Karena itulah, virus bisa berubah,” tuturnya. 

Selama di dalam tubuh, virus akan terus berkembang biak dengan mengeluarkan materi genetiknya (RNA dan DNA) ke sel-sel sehat tubuh kita. 

Proses ini sebenarnya bisa dihambat dengan imunitas tubuh yang ada pada manusia. 

Namun, supaya bisa bertahan hidup, virus mencari cara lain untuk beradaptasi. Caranya adalah dengan bermutasi. Dengan melakukan mutasi, virus bisa mengelabui sistem imunitas tubuh kita. 

Artikel Lainnya: Pantangan Minum Alkohol Usai Divaksinasi COVID-19, Ini Faktanya!

Bagaimana Caranya Mengatasi Masalah Mutasi Virus?

Sebenarnya akan sulit untuk mengendalikan sifat alamiah virus dan beberapa faktor lainnya. 

Kendati begitu, ada satu faktor yang bisa kita kontrol untuk mencegah mutasi virus corona semakin banyak dan berubah jadi membahayakan. Ya, kita harus mengendalikan penyebarannya dengan cara:

  • Memakai masker. 
  • Menjaga jarak 1-2 meter. 
  • Tidak berada di kerumunan. 
  • Tidak mendatangi zona hijau jika kita berasal dari zona merah.
  • Selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer.
  • Rutin membersihkan benda dengan disinfektan.
  • Berada di ruangan yang sirkulasi udaranya baik.
  • Menerapkan pola hidup sehat dan bersih agar daya tahan tubuh terjaga. 
  • Tidak memaksakan diri untuk keluar rumah dan bertemu orang saat tidak enak badan.
  • Tidak menolak untuk diberikan vaksin COVID-19.

Semua langkah klasik dari protokol kesehatan memang wajib kita jalankan untuk menekan penyebaran dan mutasi virus corona. 

Bersikap kritis memang baik, tetapi bersikap apatis terhadap langkah pencegahan penyakit merupakan tindakan yang egois. 

COVID-19 merupakan masalah bersama yang harus dihadapi bersama. Pantau perkembangan COVID-19 dan vaksinasinya melalui aplikasi Klikdokter.

(HNS/AYU)

virus corona

Konsultasi Dokter Terkait