Ada-ada saja masalah ibu menyusui. Saat produksi ASI sedikit, perasaan sedih pasti melanda karena takut tak bisa mencukupi kebutuhan nutrisi si Kecil. Namun, produksi ASI berlebih pun tidak lantas menjadi solusi dari semua masalah menyusui. Pasalnya, produksi ASI berlebih juga bisa memberikan kerugian pada ibu maupun buah hatinya.
Di satu sisi, produksi ASI berlebih memang bisa menguntungkan. Dengan produksi ASI yang berlimpah, si Kecil tidak akan kekurangan pasokan nutrisi sehari-hari. Selain itu, ibu dengan produksi ASI berlebih juga bisa menyediakan ASI perah (ASIP) dalam jumlah memadai untuk bayinya sendiri atau ‘dibagikan’ ke mereka yang membutuhkan.
Di sisi lain, produksi ASI berlebih juga bisa mendatangkan keluhan yang berarti bagi ibu maupun bayi. Dikatakan dr. Resthie Rachmanta Putri, M.Epid dari KlikDokter, produksi ASI berlebih atau hiperlaktasi bisa menyebabkan keluhan berikut ini:
-
Payudara berisiko nyeri dan infeksi
Ibu dengan produksi ASI berlebih sering merasakan rembesan air susu di bra dan pakaian. Jika ibu menggunakan breast pad untuk mencegah rembesan ASI ke pakaian, benda tersebut akan cepat ‘penuh dengan air susu.
“Saat menyusui bayi secara langsung atau memerah, ASI bukannya menetes perlahan, tapi malah muncrat dari puting payudara. Karena produksi ASI berlebih, tak jarang ibu dengan kondisi ini mengalami nyeri di payudara karena ASI yang menumpuk. Bahkan, bisa juga terkena infeksi payudara alias mastitis,” jelas dr. Resthie.
-
Puting lecet
Keluhan yang terjadi akibat hiperlaktasi dirasakan setelah minggu pertama persalinan. Jika aliran ASI terlalu deras, sebagian bayi akan tersedak atau terlihat gelagapan saat menyusu.
Tak cuma itu, bayi juga akan memberi reaksi dengan menggigit puting payudara ibu untuk menurunkan aliran ASI yang terlalu deras. Alhasil, puting bisa lecet atau mengalami luka.
“Beberapa bayi juga bisa merasa kesal dengan kondisi hiperlaktasi yang menyebabkan sulitnya menyusu. Hal ini membuat bayi menolak untuk menyusu langsung pada payudara ibu atau menjadi rewel saat akan disusui,” tambah dr. Resthie.
-
Risiko kolik
Hiperlaktasi membuat bayi rentan gumoh dan kemasukan banyak gas ke dalam lambungnya. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko kolik pada bayi. Jika benar-benar terjadi kolik, bayi akan menjadi sangat mudah rewel, khususnya saat sore dan malam hari.
-
Gangguan tumbuh kembang si Kecil
ASI terdiri atas foremilk dan hindmilk. Saat menyusui, ASI yang pertama kali dikeluarkan adalah foremilk (encer) yang kaya akan air dan laktosa. Setelah foremilk habis, muncul hindmilk yang berwarna putih kental dan kaya lemak serta protein.
“Pada ibu hiperlaktasi, bayinya sering kali menyusu hanya sebentar, sekitar 5 hingga 10 menit. Bayi hanya mendapatkan foremilk dan tidak mendapatkan hindmilk. Padahal, hindmilk itulah yang berperan untuk meningkatkan berat badan bayi,” dr. Resthie menegaskan.
Tips agar produksi ASI berlebih tidak jadi bumerang
Jangan berkecil hati, produksi ASI berlebih masih bisa diakali agar tidak menimbulkan hal-hal merugikan. Beberapa cara yang bisa Anda lakukan, yaitu:
- Sebelum menyusui bayi, keluarkan ASI (jangan terlalu banyak) menggunakan pompa atau peras manual dengan tangan Anda. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ‘semburan’ ASI saat bayi mengisapnya.
- Baringkan tubuh Anda saat menyusui. Kondisi ini akan membantu memperlambat aliran ASI saat diisap oleh bayi.
- Bila keadaannya memungkinkan, susui bayi saat ia belum terlalu lapar. Sebab, jika bayi menyusu dalam keadaan benar-benar lapar, ia akan rewel apabila aliran ASI tidak sesuai dengan keinginannya.
- Jangan lupa sendawakan bayi setelah selesai menyusui untuk menghilangkan kelebihan udara yang tertelan saat ia menyusu.
Produksi ASI berlebih alias hiperlaktasi memang bisa memberikan plus minus bagi ibu maupun bayi. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah bersyukur dan mengakalinya dengan sejumlah cara agar kondisi tersebut tidak menghambat proses menyusui. Kabar baiknya lagi, hiperlaktasi secara umum akan mereda dengan sendirinya setelah tiga bulan kelahiran. Jika Anda memang ingin memanfaatkan “kelebihan” tersebut, coba saja bagikan ASI perah pada bayi yang membutuhkan.
[NB/RPA]