Sehat dan Bugar

Tren Bersepeda di Tengah Pandemi, Masyarakat Ingin Lebih Sehat?

Tim Redaksi KlikDokter, 07 Agu 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Beberapa minggu terakhir, tren bersepeda melanda kota-kota besar di Indonesia. Apakah tren ini didorong oleh keinginan orang hidup lebih bugar?

Tren Bersepeda di Tengah Pandemi, Masyarakat Ingin Lebih Sehat?

Hiruk pikuk lalu lintas di jalan raya di masa pandemi virus corona, tak hanya dipenuhi oleh mobil dan motor. Kini, sepeda turut meramaikan dan memberi warna di jalanan ibu kota. 

Ini lantas memantik rasa ingin tahu. Apakah situasi tersebut terbangun karena kesadaran masyarakat untuk lebih giat berolahraga atau sekadar latah mengikuti tren?

Jumlah Pesepeda di Jakarta Meningkat Drastis

Kenaikan jumlah pengguna sepeda tahun ini mungkin bisa bikin Anda melongo. Berdasarkan data Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), pesepeda di Jakarta meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Pada Oktober 2019, ITDP melaporkan hanya ada 21 pesepeda di Jakarta. Namun, per Juni 2020 lalu, pengguna sepeda di Jakarta menyentuh angka 235! Fantastis, bukan?

Penambahan penggowes-penggowes baru ini juga tergambar dari survei online yang dilakukan KlikDokter pada 18 Juli lalu.

Dari 66 partisipan, sebanyak 89 persen atau sekitar 59 orang mengaku sudah bersepeda sebelum pandemi. Sementara itu, 11 persen atau 7 orang lainnya, mulai bersepeda semenjak pandemi muncul.

Peningkatan ini umumnya didukung dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan tren berolahraga.  

Saat PSBB, pembatasan jumlah penumpang dan rasa khawatir masyarakat akan penularan virus corona di dalam kendaraan umum pun membuat mereka harus “memutar otak”.

Salah satu solusi ditambah adanya tren olahraga terbaru, bersepeda menjadi jalan yang dipilih sebagian besar masyarakat. 

Kenapa, Sih, Pilih Bersepeda?

Berdasarkan survei tersebut pula, ternyata para goweser (sebutan untuk pesepeda) tak serta merta muncul belakangan ini.

Salah satunya yang sudah lama menggemari aktivitas ini adalah Agustinus Gusti Nugroho, atau yang akrab disapa Nugie.

Pelantun lagu Tertipu yang hit di era 90-an ini sejak dulu sudah mengadopsi gaya hidup green living

Sehari-harinya, Nugie memilih bepergian menggunakan sepeda daripada kendaraan pribadi seperti mobil atau motor. 

“Sebenarnya bukan karena hobi atau ingin jadi atlet. Menurut saya, naik sepeda adalah kebutuhan hidup,” ujar Nugie saat diwawancarai lewat telepon.

Nugie yang sudah bersepeda sejak kecil ini mengaku gaya hidup green living-nya sempat terhenti 10 tahun lalu karena sudah memiliki mobil. Namun, karena tak tahan dengan kemacetan Jakarta, Nugie beralih kembali menjadi pesepeda.

“Nggak hanya untuk ke rumah teman atau keliling-keliling, saya sebagai musikus kalau ke kantor juga naik sepeda,” tutur pria kelahiran 31 Agustus 1971 itu.

Lain Nugie, lain pula Bintang (nama samaran). Remaja berusia 17 tahun tersebut mengaku adalah salah satu pesepeda baru.

"Jangan sebut saya pesepeda musiman, tapi kalau mau sebut pesepeda baru, bolehlah," katanya mengawali percakapan sebelum bersepeda bersama KlikDokter.

Bermodal sepeda fixie yang dibeli dari teman saudaranya, Bintang begitu semangat bersepeda. Ia selalu berada di posisi terdepan dalam momen bersepeda sore itu. 

Dalam perjalanan, Bintang sempat berjanji akan tetap bersepeda, meski tren sudah berlalu.

Contohnya, dia mengatakan belum lama ini harus ke sekolah untuk mengambil ijazah. Lantas, Bintang lebih memilih naik sepeda daripada menggunakan motor, meski rumahnya cukup jauh dari sekolah.

"Sebenarnya enak juga sepedaan, apalagi sama teman-teman. Nggak ada capeknya kalau sama teman-teman. Sekarang, hajar aja siapa yang ngajak (bersepeda). Tujuannya, ya, bersepeda saja," jelas Bintang saat rehat sejenak.

Bertutur lebih lanjut, Bintang tak terlalu ambil pusing kalau disebut pesepeda musiman. Yang terpenting, dia menikmati keasyikan bermain sepeda yang dijalaninya kini.

Lain halnya dengan pesepeda senior yang akrab disapa Gugun (bukan nama sebenarnya). Gugun sudah rutin bersepeda sejak 2017. Ke kantor pun, dia tak segan mengendarai Brompton mahalnya.

Saat KlikDokter mencoba bersepeda dengannya beberapa waktu lalu, feel-nya memang berbeda dibandingkan saat gowes dengan Bintang.

Dia terlihat andal dalam mengatur kecepatan, tahu kapan harus kencang dan kapan harus lambat mengayuh untuk "mengambil napas".

Untuk kiprahnya dalam dunia pergowesan, Gugun pernah bersepeda di Bali bersama rekan-rekannya. Dia juga punya komunitas sepeda yang memang gemar menjelajah rute-rute menantang di luar kota.

Lalu, bagaimana pendapat Gugun soal munculnya pesepeda musiman?

"Ya, ini enggak lebih dari sekadar musiman saja. Cepat atau lambat akan selesai," katanya sambil tertawa.

"Tapi, memang menyebalkan, sih. Biasanya sepi jalur sepeda, sekarang kalau lihat daerah Bintaro, ramai sekali," Gugun menambahkan.

Meski begitu, Gugun mengaku tak bisa menyalahkan orang yang baru mulai bersepeda dan memenuhi jalan-jalan.

Baginya, setiap orang berhak melakukan apa saja, apalagi banyak orang sedang dilanda kejenuhan saat pandemi.

Artikel Lainnya: Posisi Bersepeda yang Baik Cegah Nyeri Otot

Karena Tren, Penjualan Sepeda Meningkat 

Bintang sudah menyadari, dalam masa pandemi COVID-19 sepeda akan jadi tren. Sewaktu ditanya alasannya, ia mengaku hanya feeling semata. Buktinya, ia berhasil membeli sepeda dengan harga yang murah.

"Saya beli sepeda sebelum harganya naik drastis seperti sekarang. Bisa dibilang beruntung. Coba sekarang lihat harga sepeda berapa, terutama bekas, udah gila semua. Nggak masuk akal," ungkap Bintang.

Buah manis tren dan meroketnya harga sepeda mau tak mau turut dikecap para penjual sepeda. Salah satunya Daniel, penjual dan pemilik olshop @dailybikejkt.

Berawal dari hobi, Daniel kini bisa meraup pundi-pundi uang dari hasil penjualan sepeda selama pandemi.

“Tidak ada official store. Kalau buat toko resmi saingan pasti banyak sekali. Jadi hanya dari mulut ke mulut, barangnya ada di ruko. Baru buat akun online-nya juga pas pandemi, karena penjualannya yang makin naik, jadi saya pikir ini peluang,” jelas Daniel saat dihubungi via telepon. 

Daniel juga membeberkan jumlah penjualan sepeda yang hasilnya tergolong luar biasa. 

“Omzet-nya naik, naik banget. Saya basic-nya jual sepeda second. Biasanya sehari bisa dua sampai tiga sepeda. Kalau lagi ada pesanan sepeda brand new, bisa 12-15 sebulan. Kalau ditotalin semuanya, rata-rata penjualan per bulan bisa 70-100 unit,” ungkap Daniel.

Artikel Lainnya: Benarkah Bersepeda dapat Menyebabkan Disfungsi Ereksi?

Apakah Tren Bersepeda Ini Benar Menyehatkan Tubuh?

Tidak hanya sisi jalan raya, lini masa media sosial sekarang dipenuhi dengan content atau hastag bersepeda. Bedanya kalau di media sosial, hanya dalam bentuk postingan gambar atau video. 

“Ah, itu mah enggak apa-apa. Saya, sih, ngeliatnya senang-senang saja, Berarti banyak orang yang menyuarakan tentang serunya naik sepeda. Walau sekadar posting foto sepedanya, tapi orang lain yang melihat bisa jadi terpacu untuk beli dan nantinya dipakai,” ujar Nugie menanggapi.

Nugie juga menuturkan, tren naik sepeda saat pandemi merupakan salah satu batu loncatan untuk menyuarakan pentingnya olahraga untuk kesehatan. 

Lalu, apakah tujuan semua orang bersepeda itu sama, yaitu untuk meningkatkan kualitas kesehatannya? Menurut dr. Michael Triangto, Sp.KO, jawabannya bisa iya dan bisa tidak.

Meskipun banyak orang yang bersepeda ingin berolahraga dan meningkatkan imunitas tubuhnya, ada juga yang menurutnya cuma ikut-ikutan alias latah.

“Orang yang sudah lama bersepeda dan tujuannya memang berolahraga atau menjadikannya alat transportasi, umumnya lebih taat pada aturan. Beda dengan orang yang baru-baru bersepeda. Mereka cenderung bergerombol dan tidak taat aturan,” ucap dr. Michael. 

Dia menambahkan, tak sulit membedakan pesepeda lama dengan orang yang sekadar latah.

“Kalau yang latah, itu kelihatan. Mereka bergerombol lebih dari lima orang. Dia tidak mematuhi aturan di jalan dan tak menerapkan protokol kesehatan. Padahal, batas maksimal untuk bergerombol, kan, lima orang. Yang rame-rame seperti ini biasanya bukan untuk memelihara kesehatan.”

Tak cuma itu, orang yang baru terjun ke dunia bersepeda biasanya cenderung memilih sepeda dengan model terbaru, merek ternama, plus harga yang fantastis. 

Sepeda yang lebih mahal memang menawarkan genjotan pedal yang lebih ringan dan model yang stylish

Namun, sayangnya, menurut dokter yang praktik di RS Mitra Keluarga ini, hal itu tak berdampak langsung bagi kesehatan si penggowes.

Hal-hal semacam itu rupanya hanya memberikan rasa senang dan pride, bukan manfaat kesehatan yang nyata. Nah, bicara soal pride, ada satu hal yang disinggung oleh psikolog Ikhsan Bella Persada, M. Psi,

Dari kacamata Ikhsan, ada dua motif yang membuat bersepeda kian marak. Yang pertama, bersepeda dijadikan konten media sosial. Seringnya melihat orang-orang bersepeda, pada akhirnya menarik perhatian kita.

Nah, karena menarik perhatian, berlanjutlah ke motif kedua, yaitu proses penguatan keinginan dan konformitas.

“Untuk yang proses penguatan keinginan, orang tersebut biasanya sudah punya niat dari lama, hanya saja dia malu atau tak punya motivasi. Karena sepeda lagi marak, dia pun jadi termotivasi kembali,” jelas Ikhsan. 

Orang dengan motif tersebut umumnya menjalan aktivitas bersepeda ini untuk waktu jangka panjang dan rutin. 

Sementara itu, untuk konformitas alias “si kaum latah”, Ikhsan menerangkan, mereka ini sejak awal tidak punya niatan untuk bersepeda.

Karena ingin eksis, diterima di komunitas tertentu, atau seru-seruan, dia jadi ikut-ikutan bersepeda.

“Beda sama yang motifnya penguatan keinginan, mereka cenderung bosenan atau enggak bakal bertahan lama,” tutur psikolog tersebut.

Artikel Lainnya: Ini Alasan Mengapa Bersepeda Bisa Menghilangkan Stres dan Buat Bahagia

Lalu, Apa Manfaat yang Didapat Tubuh dari Bersepeda?

Apa yang pertama kali terbesit di pikiran Anda saat mendengar kata aerobik? Pasti senam, ya?

Faktanya, bersepeda juga termasuk olahraga aerobik. Artinya, ngegowes adalah olahraga yang masuk kategori intensitas ringan ke sedang, dilakukan berulang-ulang, dan dengan durasi panjang. 

Olahraga aerobik ini punya manfaat untuk menurunkan berat badan, memelihara kestabilan berat badan, dan tentunya meningkatkan daya tahan tubuh (immune booster). 

Sering orang menganggap, dengan melakukan olahraga yang berat dan setiap hari, kondisi tubuh, terutama imunitas tubuh, akan lebih baik. 

Menanggapi ini, dr. Michael menerangkan fakta menarik soal kurva J. Kurva tersebut berkaitan dengan efek tidak berolahraga, olahraga intensitas ringan, intensitas sedang, serta intensitas berat terhadap imunitas tubuh manusia. 

“Coba buat tanda centang dengan jempol dan telunjuk Anda. Ketika ada orang yang tidak berolahraga, risiko untuk terkena penyakit adalah setinggi jempol atau garis serong pertama yang lebih pendek itu,” kata dr. Michael.

Sedangkan, saat seseorang melakukan olahraga intensitas ringan hingga sedang secara rutin, risiko untuk terkena penyakit langsung terjun bebas alias rendah sekali. 

Letaknya ada di antara garis serong pendek dan garis serong yang lebih tinggi atau kalau di jari, antara jempol dan telunjuk Anda.

Parahnya, jika Anda cenderung melakukan olahraga intensitas berat, risiko untuk terkena penyakit justru lebih tinggi!

“Olahraga yang dianjurkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, khususnya di masa pandemi seperti sekarang adalah jenis olahraga berintensitas ringan ke sedang, seperti bersepeda,” ujar dokter spesialis olahraga ini.

Supaya manfaat bersepeda semakin lengkap, dr. Michael menyarankan Anda untuk menggabungkan sesi olahraga aerobik bersepeda dengan sesi olahraga anaerobik (latihan otot atau angkat beban) menggunakan sepeda. 

Sesi pertama, silakan berkeliling dengan sepeda. Setelah itu, sesi kedua lanjutkan dengan latihan otot menggunakan sepeda. Maksudnya, sepeda sebagai bebannya (bukan barbel berat). Menarik, ya?

Beberapa jenis latihan beban yang bisa Anda lakukan dengan menggunakan sepeda, antara lain biceps curl, squat, lunges, calf raise, dan peregangan. 

Semua latihan beban itu dilakukan sebanyak 3 set dan 8-10 kali pengulangan. 

“Supaya manfaatnya terasa maksimal, lakukan olahraga tersebut sekitar 150 menit seminggu. Anda bagi-bagi saja dalam 7 hari itu. Akan lebih baik jika tidak dilakukan setiap hari atau diberi jeda, supaya tubuh punya kesempatan untuk recovery,” saran dr. Michael. 

Tak hanya bisa memberikan efek positif buat daya tahan tubuh, bersepeda menurut psikolog Ikhsan, juga bisa meredakan stres. 

“Ya, walaupun coping orang itu berbeda-beda, bersepeda bisa menghilangkan kepenatan pikiran. Buat yang suka dan cocok, bersepeda sambil menikmati suasana bisa memperbaiki suasana hati, sehingga menurunkan kadar stres Anda,” ungkap Ikhsan.

Artikel lainnya: Manfaat Sehat di Balik Bersepeda

Tidak Semua Orang Dianjurkan Bersepeda

Sayangnya, tidak semua orang bisa bersepeda dengan bebas. Ada kelompok dengan kondisi medis tertentu yang tak dianjurkan bersepeda karena berbahaya bagi kesehatan. Kelompok tersebut menurut dr. Michael adalah sebagai berikut ini.

Ibu Hamil

Bersepeda itu rentan terjatuh karena keseimbangan yang kurang baik. Kalau terjatuh, risiko keguguran pada ibu hamil juga tinggi.

Lansia

Orang yang sudah terlalu tua dikhawatirkan memiliki masalah ingatan, sehingga dia hilang arah dan tak bisa kembali pulang. 

Tak cuma itu, lansia umumnya juga sudah memiliki keterbatasan fungsi indra. Penglihatannya menurun akibat katarak, pendengarannya sudah menurun sehingga khawatir jika dia tak mendengar klakson kendaraan lain. 

Selain itu, kondisi osteoporosis juga rentan menyerang mereka, sehingga dikhawatirkan akan mudah terjatuh. 

Orang yang Alami Obesitas

Orang-orang dengan obesitas juga cenderung susah dalam menjaga keseimbangan.

“Selain itu, bokongnya juga akan sakit karena dudukan sepeda terlalu kecil buat dia. Orang obesitas lebih baik bersepeda dengan sepeda statis yang memiliki sandaran,” jelas dr. Michael. 

Penderita Sakit Lutut

Gerakan yang berulang pada lutut akan membuat lutut semakin sakit. Mereka juga tidak disarankan untuk berdiri di pedal. 

Ada Riwayat Serangan Jantung atau Punya Hipertensi

Orang yang punya riwayat serangan jantung dan atau hipertensi sebaiknya tidak memaksakan diri untuk terlalu capek berolahraga, termasuk bersepeda. Jika tidak, waspada kekambuhan dua penyakit ini.

Selain kondisi-kondisi di atas, para pemula atau seorang amatir, wajib hati-hati jika ingin mulai bersepeda secara rutin.

Apabila terlalu memaksakan diri dan tak hati-hati, ada sejumlah kondisi medis yang bisa dialami. Misalnya, cedera, sakit pinggang, dan sakit leher.

Artikel Lainnya: Lakukan Aktivitas Sehat Ini sebagai Pengganti Olahraga

Persiapan Bersepeda Selama Pandemi

Jika suatu hal berubah menjadi sebuah tren, akan banyak informasi simpang siur menyertai hal tersebut. 

Contohnya saja, tentang info perlengkapan apa saja yang harus dibawa saat gowes

Dari 17 partisipan polling di Twitter, sebanyak sembilan orang memilih bersepeda dengan membawa hand sanitizer, masker, dan baju. Sisanya, delapan orang lagi, memilih membawa masker, helm dan botol air minum. 

Dari survei kecil-kecilan tersebut, bisa diambil kesimpulan kalau masih banyak orang yang belum tahu perlengkapan apa yang harus dibawa ketika bersepeda di masa pandemi. 

Pasalnya, menurut dr. Rio Aditya, perlengkapan yang paling benar serta wajib dibawa saat gowes adalah masker, helm sepeda, dan botol minum. 

Selain itu, kata beberapa orang, bersepeda harus dilakukan dalam keadaan perut masih kosong supaya tidak muntah atau tidak lemas. Bagaimana tanggapan dr. Michael akan hal tersebut?

Ia menyangkal mitos tersebut. Dokter Michael justru menyarankan Anda untuk tetap mengisi perut dulu sedikit sebelum bersepeda.

“Makan saja sedikit, misalkan pisang atau roti gandum. Jangan lupa juga minum air putih. Kalau perut benar-benar kosong, yang ada malah lemas dan lapar banget setelah olahraga. Ujung-ujungnya, banyak jajan dan kalori yang terbakar jadi percuma,” saran dr. Michael.

Dokter Michael merekomendasikan untuk membawa perbekalan, misalnya air putih dan permen, khususnya buat orang yang punya masalah gula darah. 

Saat tubuh terasa lemas sekali, pesepeda harus berhenti di pinggir untuk mengistirahatkan tubuh. 

Sembari beristirahat, minumlah air putih atau isap permen agar gula darah tidak drop akibat kelelahan. Jika kondisi makin memburuk, segera minta bantuan kepada orang lain atau menghubungi nomor telepon darurat. 

Artikel lainnya: Gowes di Masa New Normal, Amankah Bersepeda saat Pandemi?

Ini Hal yang Harus Diperhatikan Saat Bersepeda!

Terakhir, berdasarkan voting dari 175 partisipan di Instagram KlikDokter, 90 orang memilih untuk bersepeda bersama teman atau grup, dan 85 lainnya memilih untuk gowes sendirian.

Jadi, sudah ketahuan, kan, pola bersepeda di masa pandemi ini kecenderungannya bagaimana? Sebanyak 50 persen goweser lebih suka bersepeda beramai-ramai dibandingkan sendirian. 

Dari hal itu pula, Nugie menyarankan pesepeda agar tidak bergerombol saat di jalan raya. 

“Ikut-ikutan boleh, saya dukung. Tapi saya imbau, agar orang-orang tahu dulu cara bersepeda yang benar. Misalnya, jangan bergerombol kalau naik sepeda. Ini bisa meningkatkan risiko kecelakaan di jalan,” sarannya. 

“Kalau mau sambil ngobrol, lebih baik tunggu jalanan sepi atau begitu tiba di tempat istirahat. Jadi ketika bersepeda, pandangan kita fokus ke depan. Dengan begitu, kita bisa tetap waspada dengan lingkungan sekitar,” kata Nugie. 

Adapun syarat bersepeda di masa pandemi yang dianjurkan oleh dr. Michael, antara lain:

  • Jaga jarak dengan pesepeda lain di depan sejauh 20 meter.
  • Jangan lupa pakai masker, kacamata, helm, pelindung lutut, dan pelindung siku. Kenakan juga pakaian khusus bersepeda (hindari mengenakan pakaian yang gombrong atau terlalu longgar).
  • Hindari berbagi peralatan dengan sesama pesepeda.
  • Jangan lupa bawa hand sanitizer dan disinfektan.
  • Ingat, maksimal bergerombol itu 5 orang, jangan lebih!
  • Hindari terlalu banyak mampir.
  • Selalu bawa kartu identitas serta obat-obatan pribadi di dalam tas kecil. 

Selain itu, untuk pemula, Nugie menyarankan tidak mengambil jarak tempuh yang terlalu jauh. 

Mulailah dengan jarak yang dekat, misalnya seperti ke minimarket, keluar kompleks, atau bersepeda santai pakai masker, sesuai imbauan dokter dan pemerintah.  

Jika sudah terbiasa, secara perlahan mulai tambahkan jarak kilometernya. Semakin sering bersepeda, semakin terbiasa juga Anda bersepeda dengan menggunakan masker!

Tidak ada yang salah dari sebuah tren olahraga, termasuk bersepeda ini. Namun, agar tak salah kaprah dan tren kesehatan ini seterusnya bisa jadi gaya hidup, sebaiknya pahami dulu beberapa hal di atas. 

Lakukan semuanya secara perlahan, lengkap, dan konsisten, maka aktivitas bersepeda akan membawa dampak baik buat kesehatan fisik dan mental Anda. 

(OVI/HNS/AYU)

Liputan Khusus

Konsultasi Dokter Terkait