Kesehatan mental, terutama depresi, saat ini menjadi salah satu masalah serius di dunia. Bahkan pada 2017, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 300 juta orang dari segala usia di seluruh dunia menderita depresi.
Tak main-main, angka kejadiannya meningkat hingga 18% antara tahun 2005-2015. Penanganan yang tepat sangat diperlukan penderita depresi. Salah satunya adalah dengan pemberian obat yang tepat.
Di Indonesia sendiri, prevalensi diagnosis depresi sebesar 6,1% dan sebanyak 91% nyaris tidak diobati karena berbagai macam alasan. Tentunya, gangguan depresi yang tidak ditangani dapat menyebabkan berakibat fatal, yakni bunuh diri. Diketahui, hampir 800.000 orang di seluruh dunia meninggal karena bunuh diri setiap tahun.
Pentingnya penanganan dan pengobatan yang tepat pada penderita depresi tersebut menjadi salah satu bahasan dalam acara “Talkshow Mengenai Depresi dan Pencegahan Bunuh Diri” yang diselenggarakan Duloxta. Acara ini digelar bersamaan dengan launching Duloxta(R), produk anti-depresan, anti-cemas, dan nyeri-kronik, Jumat (22/11) di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat.
Bahaya depresi dan ansietas yang tak ditangani
Salah satu gangguan kesehatan mental dan emosional yang sering didengar adalah depresi dan ansietas. Depresi adalah kelainan suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat secara terus-menerus.
Adapun, ansietas atau gangguan kecemasan adalah respons alami tubuh terhadap stres. Penderitanya akan merasakan perasaan takut, khawatir, dan cemas tentang apa yang akan terjadi, misalnya saat akan memberikan pidato, hari pertama sekolah, atau saat akan presentasi.
Dalam tahap tertentu, cemas pada saat-saat tersebut adalah normal. Namun, saat Anda sudah merasakan cemas hingga tahap ekstrem hingga bertahan lebih dari 6 bulan dan mengganggu hidup, Anda mungkin mengalami ansietas. Saat dua kondisi di atas tidak ditangani dengan baik, berbagai masalah fisik maupun emosional dapat timbul.
Dalam acara tersebut, Direktur Rumah Sakit Sanatorium Dharmawangsa, dr. Richard Budiman, Sp.KJ(K) menyatakan ansietas murni dan korelasinya dengan depresi dapat diatasi salah satunya dengan anti-depresan yang lebih optimal.
“Selain itu, penyakit kronis atau penyakit yang sulit disembuhkan sering juga disertai dengan rasa nyeri tak tertahankan dan korelasinya erat dengan depresi dan ansietas. Untuk menangani ketiga masalah terkait depresi, ansietas, dan nyeri, dibutuhkan obat yang efektif,” ujar dr. Richard.
Senada dengan pernyataan tersebut, Dr. dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ(K), MARS, Ketua PDSKJI periode 2019-2022 juga sepakat bahwa pengobatan yang tepat dapat mengatasi depresi dan gejala yang dialami penderita.
“Depresi pasca putus zat juga merupakan kriteria dari jenis depresi yang dapat diobati dengan anti-depresan, terutama depresi yang berkaitan dengan nyeri paska putus zat (Protacted Withdrawal),” dr. Diah menambahkan.
Depresi yang tidak tertangani dengan baik, dijelaskan dr. dr. Richard Budiman, dapat mengarah kepada recurrent atau depresi berulang. “Bahkan, pengidap depresi berat dapat berakhir dengan bunuh diri," ujar dia lagi.
Meskiun demikian, tidak disarankan pula untuk membeli obat untuk menangani gangguan depresi atau kecemasan sendiri di toko obat atau secara online. Diagnosis kesehatan pasien terutama yang terkait masalah mental adalah tugas dokter dan psikiater. Ketika didiagnosis mengalami gangguan mental, Anda akan diberikan penanganan dan pengobatan yang sesuai dengan indikasi penyakit tersebut.
Perawatan dan pemberian obat pada penderita depresi dan ansietas sangatlah penting untuk mencegah hal terburuk terjadi. Di samping obat dan kepatuhan mengonsumsinya, dukungan keluarga dan masyarakat juga punya kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas hidup penderita depresi. Karena itu, terus beri dukungan pada keluarga atau orang terdekat Anda agar dia tidak merasa sendirian.
[HNS/AYU]