Vitamin dan Suplemen Dewasa

Pro TB 2

Klikdokter, 27 Mei 2021

Ditinjau Oleh Tim Apoteker Klikdokter

Pro TB 2 adalah obat yang mengandung zat aktif rifampicin dan INH.

Pengertian

Pro TB 2 adalah obat yang mengandung zat aktif Rifampicin dan Isoniazid. Rifampicin adalah antibiotik yang digunakan untuk megobati infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri, rifampicin dapat menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Isoniazid adalah salah satu obat yang digunakan untuk menangani penyakit tuberkulosis (TBC).

Keterangan

  1. Pro Tb 2
    • Golongan: Obat Keras
    • Kelas Terapi: Anti Tuberkulosis
    • Kandungan: Rifampicin 150 mg, Isoniazid 150 mg
    • Bentuk: Tablet
    • Satuan Penjualan: Strip
    • Kemasan: Box, 1 Strip @ 28 Tablet
    • Farmasi: Phapros Indonesia
    • Harga: Rp209.000 - Rp370.000/ Box
  2. Pro Tb 2 Kid
    • Golongan: Obat Keras
    • Kelas Terapi: Anti Tuberkulosis
    • Kandungan: Rifampicin 75 mg, Isoniazid 50 mg
    • Bentuk: Tablet
    • Satuan Penjualan: Strip
    • Kemasan: Box, 1 Strip @ 28 Tablet
    • Farmasi: Phapros Indonesia.
    • Harga: Rp108.000 - Rp190.000/ Box

Kegunaan

Pro TB 2 diindikasikan untuk pasien dengan tuberkulosis positif yang sebelumnya sudah diterapi dalam kondisi:

  • Relaps
  • Mengalami kegagalan terapi
  • Pasien yang diterapi sesudah putus terapi sebelumnya.

Dosis & Cara Penggunaan

Pro TB 2 merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan obat keras sehingga pada setiap pembelian dan penggunaannya harus menggunakan resep Dokter.

  • Pasien dengan berat badan <50 kg: 3 tablet 150/100 diminum 1 kali sehari.
  • Pasien dengan berat badan ≥50 kg: 2 tablet 300/150 diminum 1 kali sehari.

Cara Penyimpanan
Simpan pada suhu dibawah 25 derajat Celcius.

Efek Samping

Efek samping yang mungkin terjadi apabila mengkonsumsi obat Pro TB 2 adalah:

  • Sakit kepala
  • Mengantuk
  • Lemas
  • Diare
  • Mual
  • Nafsu makan berkurang
  • Urin dan keringat berwarna kemerah-merahan
  • Tubuh terasa seperti kesemutan

Overdosis
Penggunaan Pro TB 2 dalam dosis berlebih dapat menimbulkan beberapa gejala:

  1. Rifampisin
    • Mual, muntah
    • Sakit perut
    • Sakit kepala
    • Kelesuan meningkat
    • Peningkatan sementara enzim hati dan / atau bilirubin
    • Warna merah kecoklatan atau oranye pada kulit, urine, keringat, air liur dan feses
    • Kejang
    • Henti jantung
  2. Isoniazid
    • Mual, muntah
    • Pusing
    • Bicara cadel
    • Penglihatan kabur
    • Halusinasi visual
    • Gangguan pernapasan
    • Pingsan menjadi koma berat, disertai kejang berat dan tidak dapat disembuhkan

Kontraindikasi
Hindari penggunaan pada pasien dengan kondisi:

  • Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap rifampicin dan INH
  • Pasien dengan / penyakit kuning.
  • Penggunaan bersama dengan kombinasi / saquinavir / ritonavir.

Interaksi Obat

  • Pro TB 2 dapat mengurangi efektifitas dari obat-obat hormon (kontrasepsi).
  • Pro TB 2 dapat mengurangi konsentrasi obat antivirus (atazanavir, darunavir, fosamprenavir), dan atovaquone
  • Rifampicin dapat menurukan lever serum apabila dikonsumsi bersama dengan obat-obat anticonvulsants (phenytoin), antiarrhythmics (disopyramide), oral anticoagulants, antifungals (ketoconazole), barbiturates, β-blockers, Ca channel blockers (diltiazem), chloramphenicol, clarithromycin, corticosteroids, ciclosporin, cardiac glycosides, clofibrate, dapsone, diazepam, doxycycline, fluoroquinolones (ciprofloxacin), haloperidol, oral hypoglycemic agents (sulfonylureas), levothyroxine, methadone, narcotic analgesics, progestins, quinine, tacrolimus, theophylline, TCAs (amitriptyline, nortriptyline) and zidovudine.
  • Meningkatkan resiko hepatotoksik dengan halothane
  • Isoniazid dapat mengambat metabolisme dari antikonvulsan (carbamazepine, phenytoin), benzodiazepines (diazepam), haloperidol, ketoconazole, theophylline, and warfarin.

Kategori Kehamilan
Menurut FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) mengkategorikan Pro TB 2 ke dalam kategori C dengan penjelasan sebagai berikut:
Studi pada hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat diberikan hanya jika manfaat yang yang diperoleh lebih besar dari potensi risiko pada janin.