Obat Antibiotik

Cefazolin

Klikdokter, 04 Nov 2020

Ditinjau Oleh Tim Apoteker Klikdokter

Cefazolin merupakan Sediaan Serbuk Injeksi yang digunakan untuk mengobati berbagai infeksi bakteri

Pengertian

Cefazolin adalah sediaan obat yang dikemas dalam bentuk serbuk injeksi. Cefazolin digunakan untuk mengobati berbagai infeksi bakteri. Cefazolin juga dapat digunakan sebelum dan selama operasi tertentu untuk membantu mencegah infeksi. Cefazolin dikenal sebagai antibiotik sefalosporin yang bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri.

Keterangan

  • Golongan: Obat Keras.
  • Kelas Terapi: Sefalosporin.
  • Kandungan: Cefazolin 1 gram.
  • Bentuk: Serbuk Injeksi.
  • Satuan Penjualan: Vial.
  • Kemasan: Vial @ 1 Gram.
  • Farmasi: Dexa Medica, Mahakam Beta Farma, Darya Varia Laboratoria
  • Merk dagang yang beredar di Indonesia: Cefazol

Kegunaan

Cefazolin digunakan untuk mengobati berbagai infeksi bakteri.

Dosis & Cara Penggunaan

Dosis dan Cara Penggunaan Cefazoline, harus dilakukan dengan Tenaga Medis Profesional dan Resep Dokter:

  • Infeksi ringan: dosis 0,25-0,5 g diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah) tiap 8 jam.
  • Infeksi sedang sampai berat: dosis 0,5-1 g diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah)tiap 6-8 jam.
  • Infeksi parah, mengancam jiwa: dosis 1-1,5 g diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah) tiap 6 jam. Maksimal: 12 g / hari.
  • Infeksi saluran kemih akut tanpa komplikasi: dosis 1 g diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah) tiap 12 jam. Maksimal: 12 g / hari.
  • Pneumonia: dosis 500 mg diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah) tiap 12 jam. Maksimal: 12 g / hari.
  • Pencegahan infeksi pembedahan: 1 g diberikan 30-60 menit sebelum pembedahan, dilanjutkan dengan dosis 0.5-1 g selama pembedahan untuk prosedur yang lama, kemudian dosis 0.5-1 g tiap 6-8 jam sesudah pembedahan selama 24 jam atau hingga 5 hari. Semua dosis diberikan melalui injeksi intramuskular (disuntikkan melalui otot) atau injeksi intravena (disuntikkan melalui pembuluh darah) selama 3-5 menit, atau infus IV intermiten atau kontinu.

Cara Penyimpanan
Larutan yang direkonstitusi / injeksi sebelumnya: Simpan pada suhu -20 derajat Celcius.

Efek Samping

Efek samping yang mungkin terjadi selama pengunaan Cefazoline, yaitu:

  • Diare.
  • Gangguan Sistem Pencernaan: Muntah, mual, kram perut, anoreksia atau gangguan nafsu makan.
  • Gatal
  • Ruam kulit.
  • Sindrom Stevens-Johnson atau Kelainan serius pada kulit, serta lapisan bola mata, dalam mulut, dubur, dan alat kelamin.
  • Gangguan Darah; neutropenia, leukopenia, trombositopenia, trombositemia.
  • Penyakit kuning atau hepatitis.
  • Peningkatan kadar kreatinin.
  • Gagal ginjal.

Kontraindikasi
Hindari penggunaan Cefazoline pada pasien yang memiliki alergi terhadap sefalorforin.

Interaksi Obat
Berikut adalah beberapa Interaksi obat yang umumnya terjadi saat penggunaan Cefazolin:

  • Dapat meningkatkan efek antikoagulan antagonis vitamin K ( Warfarin).
  • Dapat mengurangi efek terapeutik vaksin Na picosulfate, BCG dan tipus.
  • Dapat mengurangi ikatan protein fosfenytoin dan fenitoin.
  • Probenecid dapat menurunkan sekresi tubulus ginjal cefazolin, menghasilkan peningkatan dan pemanjangan tingkat darah.
  • Dapat meningkatkan efek nefrotoksik aminoglikosida.

Kategori Kehamilan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengategorikan Cefazoline ke dalam Kategori B:
Studi pada reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil atau studi reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk (selain penurunan kesuburan) yang tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya).