Pernapasan

Penyebab Penderita TBC Rentan Depresi

Aditya Prasanda, 29 Jan 2022

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis hingga obat TB dapat meningkatkan risiko depresi pada pasien TBC. Ketahui alasannya lewat ulasan berikut.

Penyebab Penderita TBC Rentan Depresi

Ketika sistem kekebalan tidak lagi sanggup menghentikan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis di dalam tubuh, infeksi aktif bakteri ini mencetuskan penyakit yang dikenal sebagai tuberkulosis alias TBC.

Infeksi TB merupakan penyakit menular paling mematikan kedua setelah COVID-19, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat.

Penyakit paru-paru ini menyebabkan penderitanya mengalami sejumlah gejala, seperti demam, nyeri dada, hingga batuk berdahak yang tidak jarang disertai darah selama lebih dari tiga pekan. 

Selain berdampak pada fisik, TBC ternyata juga mengganggu kesehatan mental penderitanya. Sebuah studi dalam jurnal Annals of General Psychiatry Biomed Central tahun 2020 mengungkapkan, pengidap TBC berisiko tinggi mengalami depresi.

Temuan ini sejalan dengan data WHO yang menyebutkan 40-70 persen penderita TBC mengalami gangguan mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan.

Penyebab Depresi pada Penderita TBC

Depresi menyebabkan pasien TBC mengalami perasaan tertekan, perubahan suasana hati terus-menerus, sulit bersosialisasi dengan keluarga maupun rekan kerja, tidak lagi bergairah menjalani hidup, hingga mencetuskan kecenderungan bunuh diri.

Bagaimana TBC menyebabkan gangguan psikologis tersebut? Yuk, cari tahu.

1. Mengurangi Produksi Serotonin

Penyebab depresi pada penderita TB yang pertama yaitu berkurangnya hormon serotonin akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Hal ini disampaikan dr. Atika.

“Infeksi bakteri TB menyebabkan inflamasi kronis, sehingga melepaskan sitokin penyebab peradangan. Sitokin ini mengaktivasi enzim otak seperti indoleamine 2 dan 3-dioxygenase yang pada akhirnya mengurangi produksi serotonin,” jelasnya.

Serotonin merupakan hormon multifungsi yang tidak hanya berperan sebagai neurotransmiter (pengantar sinyal antarjaringan saraf). Hormon ini juga bertugas meningkatkan suasana hati.

Ketika kadar serotonin menurun, kondisi psikologis penderita TBC ikut terganggu. Dampaknya, bisa menimbulkan stres hingga depresi.

Artikel Lainnya: Penyebab Gangguan Kecemasan pada Penderita Diabetes

Sebaliknya, depresi juga dapat memperburuk kondisi TBC. Pasalnya, gangguan psikologis ini memicu peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi.

Sitokin penyebab peradangan tersebut menurunkan aktivasi sistem imun seluler dan humoral. Kondisi ini pada gilirannya dapat memperparah infeksi TB.

Tidak hanya itu, lonjakan sitokin pro-inflamasi juga meningkatkan risiko penyakit lainnya, seperti diabetes dan HIV.

2. TBC Berlangsung Kronis 

Infeksi TBC merupakan penyakit kronis yang berlangsung lama. Pengobatannya juga bersifat jangka panjang, dengan rentang pengobatan minimal enam bulan.

Menurut dr. Atika, hal ini menyebabkan pengidap TB rentan depresi. Pasalnya, selama proses pengobatan, pasien TBC rentan lelah dan putus asa, sehingga sulit disiplin minum obat. 

Padahal, penyakit TB dapat disembuhkan, dengan syarat pengidapnya harus disiplin minum obat selama enam bulan. Hal ini dilakukan untuk melawan pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Artikel Lainnya: Inkontinensia Urine Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental?

Sebaliknya, tidak disiplin minum obat TB dapat menyebabkan infeksi bakteri kian ganas. Akibatnya, pasien TBC bisa merasa putus asa bahkan depresi karena mengira penyakitnya tidak bisa disembuhkan.

Depresi pada gilirannya menurunkan kualitas hidup penderita TB. Ia bisa cenderung abai terhadap kesehatan, misalnya merokok, minum alkohol, ataupun mengonsumsi makanan tidak sehat. Hal ini justru memperburuk infeksi TBC.

3. Obat TB

Dokter Atika mengatakan, beberapa obat TBC diduga dapat meningkatkan risiko depresi.

“Misalnya, obat isoniazid diperkirakan memengaruhi hormon serotonin. Ada juga obat ethambutol yang dikaitkan dengan depresi,” katanya.

Obat TB lainnya yang terbukti menyebabkan gangguan mental parah, termasuk depresi berat dan psikosis, yaitu cycloserine.

Berdasarkan riset yang diterbitkan jurnal General Hospital Psychiatry tahun 2013, obat TB rifampicin juga dapat memperburuk kondisi psikosis, yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya kesulitan membedakan kenyataan dan imajinasi.

Itu dia sederet penyebab depresi pada pasien TBC. Untuk meminimalkan risiko gangguan psikologis, pasien TB sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dan profesional seperti psikiater.

Metode perawatan yang tepat nantinya dapat ditentukan agar penderita TBC tidak mengalami depresi.

Jika ingin konsultasi kepada dokter dengan lebih cepat dan mudah, gunakan Live Chat di aplikasi KlikDokter.

(FR/JKT)

Referensi:

Annals of General Psychiatry Biomed Central. Diakses 2022. The prevalence of depression among patients with tuberculosis: a systematic review and meta-analysis.

Down to Earth. Diakses 2022. Depression, an invisible burden for TB patients; and we must urgently address this.

Dinas Kesehatan Aceh. Diakses 2022. TBC Bisa Disembuhkan, Asal Berobat dengan Tuntas.

Ditinjau oleh dr. Atika

Hari tuberkulosis seduniaDepresikesehatan mentalTuberkulosis

Konsultasi Dokter Terkait