Kesehatan Bayi

Mitos atau Fakta? Konsumsi Antasida untuk Bayi Berisiko Patah Tulang

Tri Yuniwati Lestari, 19 Okt 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Peneliti mengungkap konsumsi antasida untuk bayi meningkatkan risiko patah tulang. Benarkah demikian? Berikut efek samping antasida untuk bayi.

Mitos atau Fakta? Konsumsi Antasida untuk Bayi Berisiko Patah Tulang

Antasida adalah obat OTC (over the counter market) atau obat yang dijual bebas tanpa resep dokter. Obat tersebut biasa digunakan untuk mengobati gejala asam lambung yang parah atau dikenal dengan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease).

Obat penekan asam ini adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan pada anak-anak.

Namun, penelitian menunjukkan, memberikan obat antasida untuk bayi tidak tepat karena bisa memicu patah tulang. Bagaimana selengkapnya? Simak penjelasannya berikut.

Penelitian Mengenai Antasida untuk Bayi

Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Pediatrics pada Juli 2019 mengkaji hubungan antasida dengan risiko patah tulang pada anak. Ahli berfokus pada dua jenis obat antasida yang biasa diresepkan untuk anak-anak.

Yakni, penghambat pompa proton (PPI) dan agonis reseptor H2 histamin (H2RA). Kedua jenis antasida ini dapat mengurangi jumlah asam yang diproduksi oleh sel-sel di lapisan perut.

Artikel Lainnya: Obat untuk Asam Lambung, Lebih Baik Antasida atau H2 Blocker?

Umumnya dua obat ini diresepkan untuk orang dewasa dengan refluks asam. Namun, peneliti menemukan PPI dan H2RA semakin banyak diresepkan untuk bayi dalam mengobati gumoh dan kolik karena refluks gastroesofageal.

Karena peningkatan penggunaan pada bayi, peneliti berusaha menentukan apakah peningkatan risiko patah tulang pada anak dapat terjadi karena pemberian antasida.

Penelitian ini melibatkan 851.631 anak yang lahir antara tahun 2001-2013 di the Military Health System (MHS). Mereka diikuti setidaknya selama 2 tahun dan 14 tahun.

Dari anak-anak ini, 11 persen di antaranya diberikan antasida sebelum usia 1 tahun. Dengan pembagian tiga kelompok, yaitu 73 persen bayi diberi resep H2RA, 9 persen yang diberi resep PPI, serta 18 persen diberi resep H2RA dan PPI.

Jika diberikan sendiri-sendiri, obat-obatan tersebut diminum rata-rata selama 60 hari. Bila diminum bersamaan, obat-obatan tersebut diminum rata-rata selama 192 hari.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa bayi yang diberi PPI sebelum usia 1 tahun 23 persen lebih mungkin mengalami patah tulang selama masa kanak-kanak. Sementara itu, anak yang diberikan PPI dan H2RA 31 persen lebih mungkin.

Namun, bayi yang diberi H2RA saja tidak memiliki peningkatan risiko patah tulang selama masa kanak-kanak.

Durasi pengobatan antasida yang lebih lama dan usia penggunaan yang lebih dini dikaitkan dengan peningkatan risiko patah tulang pada bayi. Dokter Atika sepakat dengan temuan tersebut efek samping antasida untuk bayi itu.

Artikel Lainnya: Alasan Bayi di Bawah Satu Tahun Tak Boleh Makan Cokelat

“Apabila bayi diberikan antasida sebelum usia 1 tahun, maka risiko mengalami patah tulang saat usia anak-anak akan meningkat,” ucap dr. Atika.

“Efek tersebut semakin berat ketika obat antasida diberikan pada anak berusia kurang dari 6 bulan dan pemakaian obat berlangsung lama,” dia melanjutkan.

“Temuan ini penting bagi para masyarakat umum, dokter anak, dokter, dan praktisi kesehatan lainnya sebelum meresepkan obat kepada bayi,” ujar Elizabeth Hisle-Gorman, profesor pediatri di Uniformed Services University of the Health Sciences.

Antasida Banyak Diberikan kepada Bayi

Melansir Healthline, penelitian di atas dilakukan karena banyak orangtua memberikan antasida untuk mengatasi GERD pada bayi.

“Obat penekan asam adalah salah satu obat tersering yang diresepkan pada anak. Hampir 1,3 juta anak yang dirawat di MHS (karena gangguan asam lambung), perubahan resep obat berdampak besar pada kesehatan anak di masa depan,” tambah Hisle-Gorman, salah satu penulis studi.

Refluks gastroesofageal pada bayi pada umumnya adalah hal yang normal dan jarang serius. Kondisi ini terjadi ketika asam lambung kembali ke kerongkongan.

Refluks asam rentan terjadi karena secara fisiologis sistem pencernaan bayi belum berkembang sempurna.

Inil juga salah satu alasan bayi sering gumoh. Namun, gumoh akan semakin jarang seiring dengan bertambahnya usia. Biasanya gumoh akan berlalu dengan sendirinya pada usia bayi 18 bulan.

Artikel Lainnya: Hati-Hati, Obat Lambung Ini Tak Boleh Dikonsumsi Berkepanjangan

Selain dapat menimbulkan risiko patah tulang pada bayi, pemberian antasida juga terbukti tidak efektif dalam mengobati refluks gastroesofageal yang dialami.

Para peneliti berpikir kalau diperlukan lebih banyak penelitian tentang hubungan ini. Pemberian obat antasida harus digunakan dengan bijaksana pada anak-anak.

Itulah tadi penjelasan mengenai risiko efek samping pemberian antasida untuk bayi. Jadi, jika si kecil punya gangguan asam lambung, konsultasikan langsung dengan dokter untuk mendapatkan saran dan obat yang tepat.

Cari tahu penyebab bayi patah tulang lainnya dengan mengunduh aplikasi Klikdokter. Gratis, lho!

(HNS/AYU)

tulangBayi

Konsultasi Dokter Terkait