Covid-19

Rumah Sakit Kewalahan: Kekurangan SDM Hingga Gerilya Berebut Oksigen

Tri Yuniwati Lestari, 04 Agt 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Banyak rumah sakit megap-megap ketika gelombang kedua pandemi COVID-19 menerpa. Klikdokter berbincang dengan Sekjen Persi perihal problem tersebut.

Rumah Sakit Kewalahan: Kekurangan SDM Hingga Gerilya Berebut Oksigen

Gelombang Kedua pandemi COVID-19 yang menerjang Indonesia menjadi cobaan luar biasa bagi rumah sakit. Ledakan kasus konfirmasi positif harian sejak akhir Juni lalu merupakan yang paling tinggi sejak Indonesia menetapkan situasi darurat virus corona.

Rumah Sakit yang berada di hilir penanganan kasus pun kelabakan. Sejumlah persoalan mencuat.

Klikdokter.com berbincang dengan Sekjen PERSI, Dr.dr Lia Gardenia Partakusuma, SpPK(K), MM, MARS, FAMM, 25 Juli lalu. Ia menceritakan bagaimana gentingnya kondisi di lapangan.

“Jadi yang paling membuat stres rumah sakit adalah distribusinya (oksigen),” kata dia menceritakan soal kelangkaan oksigen yang terjadi.

Selain itu, masih banyak lagi persoalan yang muncul. Misalnya saja, banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19. Berikut perbincangan lengkapnya:  

Bagaimana kondisi terkini keterisian ruang isolasi COVID di rumah sakit?

Kalau dilihat ada dua yang perlu dilihat. Pertama adalah angka kasus terbanyak. Jadi kalau dilihat di provinsi selalu ada angka kasus terbanyak mana, misalnya Jawa Barat atau Jakarta, itu angka kasus terbanyak.

Tapi ada juga angka BOR (Bed Occupancy Ratio). BOR ini tergantung dari berapa jumlah tempat tidur yang ada di tempat tersebut. Misalnya contoh sekarang yang paling tinggi BOR-nya di Jawa-Bali Jogja, tapi bukan berarti kasusnya paling banyak di Jogja,

Tapi karena kasus di Jogja jumlahnya itu tidak mencukupi terhadap tempat tidur yang ada di sana. Jadi misalnya gini: ada tempat tidur 10 tapi kasusnya 11 di satu provinsi, jadi berarti BOR-nya di sana sudah penuh.

Tapi kalau misalnya di provinsi lain ada kasusnya 11 tapi di sana punya tempat tidur 20 maka BOR nya rendah gitu. Jadi walaupun angka kasusnya tinggi tapi karena tempat tidurnya banyak maka BOR itu bisa lebih rendah daripada provinsi lain yang tempat tidurnya lebih sedikit tapi angka kasusnya mungkin tidak terlalu banyak seperti yang tadi saya sebut.

Artikel Lainnya: Positif COVID-19, Ini Tanda Anda Harus Dirawat di Rumah Sakit

Di Jawa-Bali di daerah mana yang BOR-nya tinggi?

Jadi, sekarang ini memang provinsi-provinsi yang cukup tinggi BOR-nya itu terutama di Jawa seperti di Jogja, kemudian Jawa Barat, Jakarta dan kemudian masih ada lagi di Jawa Tengah.

Bagaimana dengan di luar Jawa-Bali?

Sekarang ini, ada beberapa tempat di luar Jawa yang ternyata juga menunjukan angka BOR cukup tinggi, tapi itu bukan berarti kasusnya yang banyak tapi karena tempat tidurnya itu tidak memadai untuk daerah tersebut.

Memang ada beberapa provinsi yang datanya memang meningkat, jadi kita memang harus berhati-hati karena ya artinya bisa saja nantinya di luar jawa itu BOR-nya itu bisa tinggi sekali.

Pemerintah meminta peningkatan kapasitas ruang bagi pasien COVID-19. Bagaimana kesiapan rumah sakit?

Rumah sakit itu ada beberapa usaha untuk menambah kapasitas tempat tidur. Yang pertama, kita memang menambah khusus ruang isolasi. Artinya, ada yang dalam bentuk penambahan ruangan, kita bangun lagi beberapa tempat tidur.

Mungkin yang pernah dilakukan juga seperti rumah sakit lapangan tapi bentuknya benar-benar rumah sakit seperti Rumah Sakit Pertamina gitu ya. Jadi artinya kita memang betul-betul menambah ruangan baru untuk isolasi itu yang pertama.

Kedua kalau memang kita sudah tidak memungkingkan maka yang dilakukan adalah kita mengkonversi jadi ruangan-ruangan yang sudah ada sebelumnya di rumah sakit yang tadinya bukan untuk isolasi, kita jadikan ruang isolasi.Jadi kita rubah ruangan tersebut yang tadinya untuk non-COVID atau umum kita ubah menjadi ruang COVID.

Artikel Lainnya: Malam Mencekam di Ruang Isolasi COVID-19

Ada kendala yang dihadapi?

Kendalanya ada di rumah sakitnya, kalau rumah sakit punya space besar maka dia akan menambah dalam bentuk penambahan ruangan.

Kan, kalau masuk ruang isolasi itu tidak semua bisa masuk, jadi artinya kalau kita mau mengubah ruang isolasi itu bukan ruangannya saja tapi satu daerah itu harus berubah semua menjadi ruang isolasi.

Perawatnya lewat mana. Masuk pasien lewat mana dan keluarnya juga. Itu semua harus diatur.

Jadi, kesulitan rumah sakit untuk menambah ruangan itu adalah karena kita harus mengubah bukan hanya ruangannya tapi satu area atau satu kompartemen.

Perlu rumah sakit dengan space, finansial juga SDM yang cukup untuk dapat menambah ruang isolasi di rumah sakit. Tapi kalau rumah sakit kecil dengan kemampuan finansial juga tidak terlalu besar dan tidak ada SDM itu juga belum tentu mampu laksana.

Berapa besar penambahan ruang di rumah sakit untuk pasien COVID?

Cukup banyak ya, tapi kira-kira penambahan dalam satu hari bisa sampai berjumlah kurang lebih sekitar 600 tempat tidur. Jadi, 600 tempat tidur itu ditambah dalam sehari untuk menyesuaikan tempat tidur yang diminta.

Jadi banyak penambahannya, akibatnya menurunkan angka BOR. Karena tadi misalnya, BOR-nya 74 persen.

Kemudian setelah di tambah tempat tidurnya itu bisa turun jadi 73 persen BOR-nya. Tetapi untuk ICU itu tidak berubah, karena begitu ditambah ICU langsung terisi oleh pasien.

Artikel Lainnya: Tantangan Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Selama Pandemi

Dengan kondisi sekarang apakah kondisi nakes masih memadai?

Ini satu problem lain karena jumlah nakes kita sekarang sangat menurun, banyaknya terpapar.

Rata-rata rumah sakit itu sekitar 10 persen tenaga kesehatan atau SDM-nya itu terpapar COVID-19 Tenaga kita terus terang menurun. Jadi dengan penambahan ruangan-ruangan ini juga membuat tenaga yang ada jadi lebih berat kerjanya.

Mereka ditambah jam kerjanya karena harus menggantikan teman-teman yang sakit. Jadi memang keluhan dari sebagian rumah sakit adalah SDM yang makin berkurang saat ini, sementara beban kerja meningkat.

Apa harapan PERSI?

Mudah-mudahan bisa diselesaikan dengan cara kita mengintervensi di hulu, Artinya jangan di rumah sakitnya. Karena di rumah sakit itukan dampak dari banyaknya pasien terkonfirmasi positif.

Yang harus kita cegah adalah bagaimana agar jangan sampai kasus bertambah lagi. Kalau ada yang positif harus langsung diisolasi agar tidak menyebarkan ke orang lain.

Peningkatan kapasitas ruang COVID apakah berdampak pada pasien non-COVID?

Pelayanan non-COVID sudah pasti otomatis terganggu. Pertama, mereka akan takut ke rumah sakit. Kedua, kalaupun mereka berani ke rumah sakit karena tenaga kita banyak yang isolasi.

Sekarang jumlah poliklinik yang dibuka jam kerjanya mungkin menurun. Kemudian operasi-operasi atau tindakan yang dengan perjanjian bukan emergency itu juga terpaksa ditunda.

Jadi, kapasitas rumah sakit menjalankan operasi diturunkan karena banyaknya dokter juga terpapar.

Untuk orang-orang yang punya penyakit kronis juga yang tadinya misalnya ke rumah sakit sebulan sekali ini sekarang dipanjangkan, misalnya jadi 3 bulan sekali.

Kita khawatir juga kalau mereka datang ke rumah sakit takut terpapar dan akhirnya kita di rumah sakit banyak yang melaksanakan kegiatan-kegiatan berdasarkan digital.

Artikel Lainnya: Daftar Rumah Sakit Rujukan Pasien COVID-19 di Seluruh Indonesia

Artinya beralih ke telemedicine...

Beberapa rumah sakit menjalankan itu supaya pasien tetap masih bisa bertanya kepada rumah sakit, cuma dengan catatan bahwa memang mereka bukan pasien baru. Artinya pasien lama yang catatanya medical record-nya ada di rumah sakit.

Sehingga saat mereka mau konsultasi kita bisa membuka file mereka yang sebelumnya. Itu yang kita lakukan. Artinya bagaimana caranya kita harus menyelamatkan nakes juga

Kami dapat informasi beberapa rumah sakit kelas B, C dan D mendapat limpahan pasien non- COVID. Apakah benar begitu realitanya di lapangannya?

Sekarang memang semua rumah sakit besar diminta untuk memprioritaskan pasien virus corona.

Banyak sekali pasien berat dan kritis yang harus dirawat sehingga akhirnya beberapa rumah sakit kan sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan untuk jadi rumah sakit khusus COVID, contohnya RSUP Fatmawati, kemudian RSUP Persahabatan.

Tadi, kan, menerima pasien umum, karena sekarang diminta untuk semuanya hanya menerima pasien covid.

Otomatis pasien-pasiennya dikirim ke rumah sakit yang lebih rendah apakah itu tipe B atau tipe C, mereka harus menerima. Karena rumah sakit yang biasanya buat kontrol atau biasa mereka ke sana sudah tidak bisa lagi.

Jadi ya memang kasian juga pasien non-COVID yang kadang-kadang membutuhkan perawatan atau rawat inap gitu ya, mereka jadi harus mencari di tempat lain.

Bagaimana kondisi ketersediaan oksigen saat ini?

Kita memang sudah membicarakannya cukup lama, mungkin ada hampir sebulan dan yang terberat ini dua minggu terakhir.

Kita memang sudah diinformasikan oleh pemerintah bahwa oksigen yang tadinya lebih banyak ke industri itu dialihkan sebagian ke rumah sakit.

Tapi kan selain kita membutuhkan bentuknya portable atau mobile kita juga perlu oksigen cair. Nah, oksigen cair ini harus dikirim, harus dimasukan ke dalam tangki di rumah sakit. Ini yang distribusi ini seringkali terlambat.

Jadi yang paling membuat stres rumah sakit adalah distribusinya. Distribusi yang sampai ke rumah sakit itu tidak selalu on-time. Adakalanya tinggal dua jam kita jadi nunggu-nunggu akhirnya datang juga, tapikan akhirnya itu membuat cemas.

Artikel Lainnya: Rawat Anggota Keluarga Penderita COVID-19 Sebabkan Tekanan Mental

Seberapa besar peningkatan kebutuhan oksigen?

Bisa dibayangkan untuk pulau Jawa saja peningkatan itu bisa sampai 2 sampai 5 kali lipat kenaikan pasien yang membutuhkan oksigen karena banyaknya kebutuhan.

Mungkin yang tadinya tidak setiap hari diantar, misalnya seminggu sekali, sekarang baru satu hari, sore-sore sudah kosong. Artinya dia harus minta lagi, misalnya jadi setiap hari sekali.

kebutuhannya cukup tinggi di tahun sekarang ini perkiraan kebutuhan sekitar 2200 sampai 2500 ton per hari. Jadi, kalaupun misalnya sudah ada gimana cara distribusinya.

Situasinya serius sekali..

Membuat cemas para dokter dan juga pasien. Jadi kalau dihitung kebutuhan memang masih cukup, kalau dihitung di atas kertas.

Masalahnya gimana caranya mereka itu bisa dikirim ke masing-masing rumah sakit tanpa jeda untuk melayani pasien yang semakin membeludak ini.

Kita tidak ingin nanti ada pasien datang yang seharusnya dikasih oksigen tidak bisa dikasih oksigen karena kelangkaan.

Saya tidak bilang pemerintah tidak ada usahanya, pemerintah sudah banyak membantu, misalnya dia ada kiriman dari luar negeri punya CSR dan sebagainya. Tapi yang jadi masalah gimana caranya oksigen yang sudah ada itu dikirim ke masing-masing rumah sakit tanpa delay.

Bagaimana dengan ketersediaan tabung?

Kalau sekarang ini untuk cari tabung oksigen saja, karena sudah mulai langka kita harus berkejaran dengan masyarakat malahan. masyarakat sekarang ini rupanya khawatir dan banyak membeli oksigennya sendiri.

Jadi ya kita setiap hari harus bergerilya dimana kita bisa ambil tabung oksigen, kemudian dimana kita bisa mendorong supaya perusahaan itu bisa antarkan oksigen, minimal sehari sekali.

Agak merepotkan memang oksigen ini terus terang saja, saya tidak tahu bagaimana caranya. Pemerintah sudah berusaha dengan berbagai Kementerian, tapi ya itu tadi kapan datangnya.

Artikel Lainnya: Hal yang Jangan Dilakukan saat Menjalani Pengobatan COVID-19 di Rumah

Kemenkes menyatakan butuh 2900 dokter dan 20 ribu perawat untuk 7 provinsi, bagaimana teknis pendistribusiannya ke rumah sakit?

Iya, yang sekarang ini beberapa rumah sakit itu mendapatkan kiriman dari rumah sakit di luar Jawa. Ada beberapa, seperti contohnya yang sekarang kita buka rumah sakit lapangan. Itukan tenaganya diambil dari rumah sakit luar Jawa.

Tapi yang sekarang lebih banyak kita mengharapkan dari relawan. Kita juga meminta bantuan dari mahasiswa keperawatan yang tingkat akhir atau mungkin ada dokter-dokter yang sedang bersekolah ya, atau dokter umum yang kita hire ke rumah sakit.

Jadi memang harus bergerilya gimana caranya masing-masing rumah sakit mencari dengan upaya sendiri agar tenaga medis itu jangan sampai kurang.

Kalau tenaga semakin sedikit kita disuruh menambah tempat tidur pun rasanya tidak mungkin. Iya, mudah-mudahan nanti bantuan pemerintah lewat PPDS atau lewat badan manapun bisa disalurkan juga ke rumah sakit.

Kendala penambahan SDM dari relawan ini apa?

Problem-nya cuma satu, mereka itukan yang baru harus diajari lagi gitu. Dan sekarang ini lagi banyak yang butuh di ICU.

Nah, itu kan kalau di ICU kompetensinya harus yang cekatan, harus yang punya ilmu lebih daripada yang baru, ya itu sih yang sedang kerjakan. Jadi yang baru-baru sedang kita latih juga.

Bantu kurangi beban tenaga kesehatan dengan menjaga kesehatan Anda dan keluarga.

Cari tahu informasi seputar COVID-19 dan pencegahannya di aplikasi Klikdokter. Jika ada isu kesehatan yang ingin ditanyakan, gunakan fitur tanya-jawab di LiveChat Klikdokter.

(JKT/AYU)

Bincang Sehatinfeksi virusCovid-19

Konsultasi Dokter Terkait