Kesehatan Umum

Berjibaku Mengejar Target Imunisasi

Tim Redaksi KlikDokter, 31 Mei 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Kinerja program imunisasi merosot dihantam pandemi COVID-19. Berpotensi memunculkan masalah kesehatan serius sekarang atau di masa yang akan datang.

Berjibaku Mengejar Target Imunisasi

Ajeng (35 tahun) memulai hari dengan kepanikan luar biasa pada suatu pagi di bulan April lalu. Penyebabnya adalah ruam-ruam merah yang muncul di sekujur tubuh anak semata wayangnya.

Sudah lima hari belakangan pula putranya mengalami demam tinggi. Suhunya bahkan sempat menyentuh 39 derajat celcius.

"Sudah diminumin ibuprofen. Turun sebentar, terus naik lagi," katanya kepada Klikdokter.com 

Ajeng curiga anaknya terinfeksi campak. Sebab, sejak mengalami demam, putranya juga mengeluh gatal-gatal di beberapa bagian tubuh.

Dugaan itu akhirnya terkonfirmasi oleh diagnosis dokter. Usut punya usut, anak Ajeng tertular dari ayahnya yang belakangan juga diketahui terkena campak.

Ajeng tersadar telah melewatkan jadwal imunisasi. Putranya belum mendapatkan imunisasi campak dosis terakhir.

Kebetulan jadwal imunisasi jatuh pada saat kasus harian COVID-19 sedang menggila. Waktu itu, Ajeng tidak mau mengambil risiko tertular ketika berada di rumah sakit.

"Kekhawatirannya takut ada kasus pas lagi di rumah sakit. Dan akhirnya dia lewat tuh beberapa bulan imunisasinya," ia berujar.

Cerita Ajeng hanya satu dari sekian banyak gambaran bagaimana pandemi virus corona secara tidak langsung berdampak pada program imunisasi. Tren yang demikian sudah tampak sejak tahun lalu.

Di Indonesia, kasus coronavirus pertama di Indonesia secara resmi diumumkan pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, kinerja program vaksinasi merosot.

Penurunan Capaian Imunisasi

Data survei cepat Kementerian Kesehatan menggambarkan bagaimana pandemi langsung berpengaruh pada laju imunisasi.

Pada Maret 2020, misalnya, terjadi penurunan 4,9 persen cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) dibanding tahun sebelumnya.

Maret itu, hanya dilakukan vaksinasi pada 806.130 anak. Padahal, pada periode yang sama tahun 2019 dilakukan imunisasi terhadap 859.688 anak.

Kondisinya semakin memprihatinkan memasuki bulan April 2020. Cakupan imunisasi turun lebih dalam hingga 19,7 persen, dari 1.216.671 pada 2019 menjadi 971.010 anak di 2020.

Tren tersebut kontras dengan program vaksinasi pada bulan Januari dan Februari 2020, sebelum kasus virus corona pertama di Indonesia diumumkan. Pada dua bulan tadi, belum ditemukan gelagat penurunan cakupan vaksinasi.

Ancaman terinfeksi COVID-19 menjadi momok di benak orangtua. Itu sebabnya, sebagian dari mereka memilih tidak mengimunisasikan anak ke fasilitas layanan kesehatan.

Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. DR. Dr. Soedjatmiko, Sp.A(K. mengatakan, ketakutan tertular coronavirus menjadi faktor utama penurunan capaian imunisasi.  

Padahal, sejak Maret IDAI telah mengeluarkan panduan imunisasi pada anak selama masa pandemi. Namun, hal itu rupanya belum cukup membuat orangtua merasa aman.

Artikel Lainnya: Selain Imunisasi Wajib, Perlukah Imunisasi Tambahan untuk Anak Anda?

Selain itu, faktor ketersediaan layanan kesehatan untuk imunisasi juga punya kontribusi. Pada periode awal pandemi, semua orang masih tidak siap dengan kedatangan COVID-19.

"Kita 3 bulan pertama rontok semua, posyandu mungkin tutup semua, puskesmas hanya buka 60 persen, cakupan 3 bulan pertama rendah," kata Soedjatmiko dalam sebuah acara diskusi daring beberapa pekan lalu.

Anggaran Imunisasi

Di lapangan, banyak pula faskes milik pemerintah yang melakukan pengalihan anggaran demi penanganan dan penanggulangan virus corona. Alhasil, alokasi anggaran untuk imunisasi menyusut.

Hal ini juga berdampak pada operasional kegiatan imunisasi. Secara nasional, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia per Mei 2021 berada di 83,3 persen. Capaiannya tahun 2019 masih jauh lebih baik, yakni berada di angka 93,7 persen.

Bila data yang di rilis tersebut valid, sebenarnya Indonesia mengalami banyak kemajuan kinerja imunisasi. Sebab, beberapa tahun lalu angka capain imunisasi masih sangat rendah.

Kita perlu melihat data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Di sana, ditemukan bahwa imunisasi dasar lengkap pada anak berusia 12-23 bulan hanya mencapai 58 persen. Artinya, terdapat perbaikan signifikan dari waktu ke waktu.

Sayangnya, wabah COVID-19 menjadi ujian momentum tersebut. Pandemi, berdasarkan data Kemenkes, menyebabkan target cakupan 80 persen imunisasi dasar lengkap belum tercapai di 401 kabupaten/kota.

Capaian lebih dari 80 persen tercatat baru terealisasi di 200 kabupaten/kota. Sebagai informasi, ada 13 jenis vaksinasi kepada anak-anak yang direkomendasikan Kemenkes.

Rendahnya cakupan imunisasi tercermin dalam data dari Surveilans Kemenkes. Data yang dikumpulkan pada bulan imunisasi anak sekolah tahun 2020 menunjukkan, cakupan imunisasi beberapa penyakit berada di bawah 50 persen.

Rinciannya: campak, 45 persen; diphteria tetanus (DT), 40 persen; dan tetanus diphteria (TD), 40 persen. Angka itu cukup mengkhawatirkan bila kita melihat manfaat yang diberikan imunisasi.

Artikel Lainnya: Imunisasi dan Vaksinasi, Sama atau Beda?

Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2-3 juta kematian global. Selain itu, ada 26 jenis penyakit yang bisa dihindari dengan melakukan imunisasi.

Yang tak kalah penting, imunisasi bisa mencegah sakit tertentu pada anak. Pada gilirannya resistensi antibiotik akibat penggunaan obat yang terlalu banyak atau sering bisa dicegah.

Dampak Fatal

Menurut Soedjatmiko, rendahnya cakupan imunisasi bisa berimplikasi fatal. Anak yang tidak mendapat imunisasi berpotensi mengalami sakit berat, cacat, bahkan kematian.

Risiko-risiko tersebut bisa saja menjelma menjadi permasalahan kesehatan yang pelik di kemudian hari. Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia di masa depan juga akan menjadi taruhannya.

Indonesia punya pengalaman kemunculan sejumlah wabah difteri pada 2017, dan kasus penyakit lain seperti campak, rubella, dan polio. Soedjatmiko khawatir penyakit-penyakit tersebut kembali muncul dan tak terkendali.

Ancaman itu juga disadari  Plt. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes dr. Prima Yosephine.

"Kita khawatir akan terjadi KLB (kejadian luar biasa) dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi kita sebutnya PD3I, yang seharusnya tidak akan terjadi kalau cakupan imunisasi kita cukup tinggi," ucapnya.

Menurut dia, kejadian luar biasa akan menjadi masalah besar bagi dimensi kesehatan masyarakat. Terlebih, Indonesia kini sedang berjuang mengendalikan COVID-19.

Ancaman KLB

Ledakan KLB penyakit yang sebenarnya bisa dihindari dengan imunisasi bisa menjadi beban tambahan bagi layanan kesehatan. Pemerintah kini tengah memetakan daerah-daerah yang mengalami penurunan cakupan imunisasi.

Menurut Prima, proses pendataan masih berjalan. Nantinya, kata dia, akan dilakukan intervensi untuk meningkatkan cakupan imunisasi.

Artikel Lainnya: 6 Imunisasi Wajib untuk Anak

Kemenkes juga berkoordinasi dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). ITAGI menyarankan agar imunisasi diberikan dalam multiple injection.

Dengan demikian orangtua dan anak tidak perlu datang berkali-kali ke faskes untuk mendapat imunisasi. Prima juga berharap, mulai terbiasanya masyarakat dengan adaptasi kebiasaan baru akan mempercepat akselerasi imunisasi.

Pemerintah pusat kini juga mendorong pemerintah di daerah untuk melakukan efisiensi anggaran. Jangan sampai alokasi untuk program preventif seperti imunisasi tersedot seluruhnya ke penanganan virus corona.

Salah satu opsinya, menurut Prima, dengan melakukan integrasi program penanggulangan COVID-19 dengan program lain.

Ia mencontohkan, vaksinasi coronavirus akan mulai menyasar masyarakat umum. Momentum itu bisa dimanfaatkan sekaligus untuk melakukan imunisasi pada anak.

"Kalau sasaran itu memang bisa sama atau waktunya sama, ibu-ibu yang punya bayi-bayi mungkin sudah menjadi sasaran vaksin COVID-19, nah ini mungkin akan ada keadaan yang bisa diintegrasikan. Jadi ibunya dapat vaksin virus corona, anaknya kita kasih vaksinasi rutin," ia menjelaskan.

Jangan sampai jadwal imunisasi anak Anda terlewat. Anda dapat berkonsultasi kepada dokter melalui layanan konsultasi di Klikdokter untuk informasi lebih lanjut seputar prosedur imunisasi di masa pandemi.   

(JKT/AYU)

Liputan KhususImunisasi

Konsultasi Dokter Terkait