Kanker

Benarkah Obat Kanker Dapat Menjadi Terapi Penanganan COVID-19?

Tri Yuniwati Lestari, 06 Apr 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Para peneliti menilai obat kanker dapat dijadikan sebagai terapi untuk mengurangi efek COVID-19. Bagaimana penelitiannya? Simak ulasan berikut.

Benarkah Obat Kanker Dapat Menjadi Terapi Penanganan COVID-19?

Obat untuk mengatasi infeksi virus corona hingga kini masih diteliti. Namun belakangan, obat kanker juga dimanfaatkan untuk mengatasi gejala COVID-19 yang berat.

Bagaimana bisa, ya? Mari kita simak penjelasan dokter berikut.

Bagaimana Obat Kanker Dianggap Kurangi Efek COVID-19?

Infeksi COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 merupakan penyakit saluran pernapasan dengan gejala ringan hingga berat.

Gejalanya termasuk demam, batuk-batuk, dan nyeri tenggorokan. Dalam tahap lanjut, efek COVID-19 bisa menyebabkan gangguan pernapasan berat hingga komplikasi organ lainnya.

Pasien dengan gejala COVID-19 parah memiliki respons sistem kekebalan yang berlebihan. Nah, respons imun yang berlebihan tersebut justru dapat merusak fungsi organ, seperti paru-paru. Kondisi ini dikenal dengan istilah badai sitokin.

Sitokin berperan menjadi pembawa pesan kimiawi untuk membantu merangsang serta mengarahkan respon kekebalan tubuh. Namun, sejumlah besar sitokin yang dilepaskan tubuh bisa berbahaya. 

Artikel lainnya: Bisakah Pasien Kanker Terima Vaksin COVID-19?

Akan tetapi, peneliti menilai terapi dengan menggunakan obat kanker dapat memainkan peran penting dalam pengendalian gejala COVID-19 parah. Misalnya yang dilakukan Drs. Wyndham H. Wilson dari National Cancer Institute (NCI) dan rekannya.

Melansir dari National Institute of Health, Wilson dan tim menguji penggunaan obat kanker acalaibrutinib untuk mengobati COVID-19. 

Mereka melakukan studi klinis terhadap 19 pasien dengan diagnosis COVID-19 berat. Ke-19 orang tersebut dikonfirmasi membutuhkan rawat inap, punya kadar oksigen dalam darah yang rendah, dan gejala peradangan.

Dari 19 orang tersebut, 11 orang sudah menerima oksigen tambahan rata-rata 2 hari. Sementara itu, 8 pasien lainnya sudah dipasangkan ventilator selama rata-rata 1,5 hari.

Setelah 1-3 hari usai menerima acalabrutinib, sebagian besar pasien yang mendapatkan oksigen tambahan kondisi peradangannya menurun. Pernapasan mereka pun membaik. Selain itu, 8 dari 11 pasien bisa terbebas dari bantuan oksigen tambahan, serta pulang dari rumah sakit.

Sementara itu, 4 dari 8 pasien yang dipasangkan ventilator tak lagi memerlukannya, bahkan 2 lainnya akhirnya dipulangkan. Namun, 2 dari pasien di kelompok ini meninggal dunia.

Sampel darah pasien menunjukkan, kadar interleukin-6 (IL-6)—atau sitokin utama yang terkait dengan badai sitokin pada COVID-19 parah—turun pasca-pengobatan dengan acalabrutinib.

Artikel lainnya: Teknologi Vaksin COVID-19 Dapat Menjadi Obat Kanker di Masa Depan

Selain itu, jumlah limfosit (sejenis sel darah putih) juga meningkat signifikan pada mayoritas pasien. Limfosit yang rendah dikaitkan dengan gejala yang lebih buruk pada pasien COVID-19 parah.

Selain itu, pemberian obat kanker untuk pasien COVID-19 juga dilakukan dr. Thomas Wiesmann. Dilansir dari Medical Express, Wiesmann dan tim merawat pasien wanita berusia 65 tahun di Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif, Rumah Sakit Universitas Marburg, Jerman.

Awalnya wanita ini dirawat di rumah sakit karena sesak napas dan demam yang progresif. Sesak napasnya terus memburuk. Dia pun harus diintubasi untuk menerima ventilasi buatan tiga jam setelah masuk rumah sakit.

Tes genetik molekuler standar memastikan dia terinfeksi COVID-19. Prognosis (perkiraan perkembangan suatu penyakit) keseluruhan pasien dinilai sangat buruk karena kerusakan organ yang luas. 

Dokter lalu memberikan pasien obat ruxolitinib, yang digunakan dalam pengobatan kanker. Obat ini dapat menghambat enzim dalam tubuh yang terlibat dalam reaksi inflamasi yang berlebihan.  

Artikel lainnya: Apakah Kanker Akibat Keturunan Bisa Dicegah?

Setelah pemberian obat ruxolitinib, dokter menyatakan kondisi pasien terus membaik. Tim juga mencatat stabilisasi klinis serta perkembangan kondisi pernapasan dan fungsi jantung yang yang cepat.

Menanggapi hal ini, dr. Devia Irine Putri menjelaskan kalau penelitian mengenai obat COVID-19 sampai saat ini masih dilakukan. Beberapa studi yang sudah dilakukan juga menduga potensi manfaat obat kanker dalam mengurangi efek coronavirus.

“Para ahli meneliti obat kanker sebagai obat COVID-19 karena obat ini bisa bekerja untuk menekan inflamasi atau menurunkan risiko terjadinya badai sitokin,” ucap dr. Devia.

Dijelaskan oleh dr. Devia jenis obat kanker yang digunakan untuk mengobati pasien COVID-19 saat ini beragam, termasuk obat kanker tocilizumab.

Amankah Pakai Obat Kanker untuk Pasien COVID-19 yang Tidak Mengidap Kanker?

Menurut dr. Devia, penggunaan obat kanker untuk pasien COVID-19 sejauh ini dinilai aman. Penggunaannya juga sudah berdasarkan izin FDA (Food and Drug Administration). Efek samping yang mungkin terjadi dari pemberian obat kanker seperti mual dan muntah.

Namun demikian, pemberian obat-obatan kanker sebagai bagian dari terapi dan mengurangi efek COVID-19 harus dalam pemantauan dokter.

Ikuti terus informasi mengenai virus corona dengan membaca artikel lainnya di Klikdokter. Anda juga bisa menggunakan layanan Live Chat untuk berkonsultasi langsung dengan dokter.

[HNS/JKT]

virus coronaKanker

Konsultasi Dokter Terkait