HomeInfo SehatCovid-19Benarkah Vaksinasi Mampu Kurangi Gejala Long COVID?
Covid-19

Benarkah Vaksinasi Mampu Kurangi Gejala Long COVID?

Ayu Maharani, 25 Mar 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Long COVID masih menjadi masalah yang dihadapi beberapa penyintas. Apakah vaksinasi bisa meredakan gejala tersebut? Ketahui jawabannya di sini.

Benarkah Vaksinasi Mampu Kurangi Gejala Long COVID?

Tubuh lemas, batuk kering terus muncul, nyeri dada, dan sisa ruam-ruam di kulit menjadi masalah long COVID yang dialami beberapa penyintas. Bahkan, ada pula yang mengalami susah berkonsentrasi dan cemas berlebih.

Post-acute COVID-19 syndrome tersebut seperti menambah lamanya penderitaan penyintas. Belum diketahui secara pasti apa penyebab dari efek samping berkepanjangan itu.

Terdapat kabar bahwa vaksin covid dapat mengurangi gejala long covid. Benarkah demikian?

Efek Positif Vaksinasi pada Penderita Long COVID

Salah satu solusi yang disinyalir bisa membantu menghilangkan gejala long covid khususnya di paru-paru, jantung, otak, dan organ lain adalah vaksinasi. Klaim ini datang dari studi oleh North Bristol NHS dan University of Bristol, Inggris.

Mereka mengamati 44 pasien post-acute COVID-19 syndrome yang telah mendapatkan vaksinasi dan 22 pasien yang belum disuntik vaksin. Adapun gejala yang mereka rasakan antara lain sesak napas, lemas, dan insomnia.

Para pasien divaksinasi sekitar bulan Januari dan Februari lalu. Kurang lebih 30 hari kemudian, kondisi mereka dipantau lagi.

Mereka yang telah divaksinasi mengalami penurunan gejala hingga 5,6 persen. Sedangkan, pasien yang tidak divaksinasi belum memberikan perubahan positif apa pun.

Artikel Lainnya: Penderita Long COVID-19 Bisa Alami Gejala Parosmia

Hal serupa juga dialami oleh Aaron Goyang, seorang teknisi radiologi di Austin, Texas, Amerika Serikat.

Dilansir dari WebMD, ia mengaku sudah berbulan-bulan lamanya mengalami kesulitan bernapas setelah dinyatakan negatif dari COVID-19.

Sesak napas dan nyeri dada membuatnya tak bisa beraktivitas dengan optimal. Bahkan, ia sempat tidak bisa bekerja sama sekali dan mendapatkan perawatan inhaler di ruang UGD.

Manfaat vaksinasi COVID-19 dirasakan pria berusia 33 tahun tersebut setelah beberapa minggu kemudian.

Artikel Lainnya: Medfact: Vaksin COVID-19 Bisa Membuat Wanita Mandul?

Sesak napasnya berkurang dan dadanya tidak terasa nyeri lagi. Ia pun mengaku sudah bisa jogging dengan aman.

Ada satu lagi contoh kasus long COVID dari Amerika Serikat yang berakhir sembuh. Finley asal Kansas City, Missouri, merasakan detak jantungnya bermasalah meski telah dinyatakan negatif SARS-CoV-2.

Obat pengurang kecepatan denyut yang diresepkan dokter juga sudah dikonsumsi. Tapi, ia justru mengantuk terus-menerus.

Semuanya berubah ketika ia mendapatkan vaksinasi pada akhir Februari lalu. Seminggu setelahnya, manfaat vaksinasi COVID-19 mulai dirasakan. Detak jantungnya mulai normal kembali dan ia tak lagi menjadi seorang long hauler.

Apakah Vaksin Benar-benar Sembuhkan Long COVID dan Organ yang Rusak?

Kasus-kasus di atas memang meng-highlight perubahan positif karena vaksin virus corona yang dirasakan para penyintas.

Namun, dr. Valda Garcia mengingatkan bahwa studi dan klaim tersebut masih membutuhkan penelitian lanjut yang lebih pasti.

“Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah vaksin itu bukan obat. Orang yang divaksinasi nantinya diharapkan memiliki gejala yang tidak sama beratnya dengan mereka yang belum divaksin,” jelasnya.

Bagus bila ada sebagian orang yang merasakan perbaikan kondisi usai disuntik vaksin. Kendati begitu, hal tersebut masih perlu dipelajari lagi apakah kesembuhan yang dialami benar didapat dari vaksin atau bukan.

Artikel Lainnya: Bolehkah Penerima Vaksin COVID-19 Donor Plasma Darah?

Komunitas long COVID bernama Survivor Corps juga melakukan sebuah survei. Komunitas yang beranggotakan 159 ribu orang itu memberikan tanggapan yang berbeda-beda tentang manfaat vaksin covid bagi penyintas.

Pada tanggal 18 Maret lalu, sudah ada 635 tanggapan. Sebanyak 46 persen merasa tidak mengalami perubahan apa pun, baik positif maupun negatif.

Sedangkan, 40 persen lainnya mengaku merasakan perubahan positif pascavaksinasi. Sisanya yakni 14 persen justru merasakan perburukan kondisi.

“Karena itulah dibutuhkan penelitian yang lebih besar lagi untuk memastikan efeknya terhadap penderita long COVID. Terlepas dari bagaimana hasilnya, penyintas tetap membutuhkan vaksinasi virus corona. Secara kuantitatif, antibodi mereka akan menurun tiga bulan kemudian. Itu bisa diketahui lewat pemeriksaan laboratorium,” tambah dr. Valda.

Itu dia informasi tentang efek vaksinasi terhadap penderita post-acute COVID-19 syndrome. Semoga penelitian lanjutan dari para ahli bisa segera menemukan cara mengatasi long COVID yang paling efektif.

Untuk pertanyaan seputar infeksi virus corona, konsultasikan kepada dokter kami lebih cepat lewat fitur Live Chat di aplikasi Klikdokter.

(FR/AYU)

virus coronavaksin

Konsultasi Dokter Terkait