Kesehatan Lansia

Kak Seto, Parkour, dan Kiatnya Tetap Bugar di Usia 69 Tahun

Ayu Maharani, 21 Jan 2021

Ditinjau oleh Tim Medis Klikdokter

Kak Seto buka-bukaan seputar kiatnya tetap bugar di usia 69 tahun. Ia juga bercerita panjang-lebar dari soal cara mendidik anak di masa pandemi hingga rahasia poni khasnya.

Kak Seto, Parkour, dan Kiatnya Tetap Bugar di Usia 69 Tahun

Kak Seto atau Seto Mulyadi membuat heboh jagat maya beberapa waktu lalu. Psikolog anak ini beratraksi melompat atap, menaiki tangga, hingga berjalan menjaga keseimbangan di atas genteng.

Video aksi Kak Seto diunggah di akun instagram-nya yang kemudian mengundang decak kagum warganet. Yang perlu dicatat, Kak Seto melakukan aksinya di usia 69 tahun.

Tidak semua orang di usia itu bisa melakukan hal serupa. Sebagian dari warganet malah mengaitkan aksi tersebut mirip parkour, seni gerak melewati rintangan yang populer Perancis beberapa tahun lalu. Kak Seto ternyata baru tahu bahwa aksi semacam itu disebut parkour.

"Sebetulnya saya tidak menyangka bahwa itu namanya parkour, ya. Itu kalau bahasa ‘Prancis’-nya namanya pencilaan alias nggak bisa diam," katanya berseloroh sambil tergelak.

Klikdokter.com mengobrol santai secara virtual dengan Kak Seto, Senin (18/1) lalu. Orang di belakang karakter Si Komo--karakter boneka populer pada tahun 90-an yang tayang di televisi--itu bercerita banyak hal: kiatnya tetap sehat, kondisi mental anak di masa pandemi, cara mendidik anak, hingga rahasia poni khasnya.

Halo Kak Seto lagi sibuk apa sekarang di masa pandemi ini?

Makin sibuk ya. Sibuk yang pertama adalah melayani permintaan webinar di seminar-seminar virtual. Sekarang ini, sehari bisa 4 atau 5 webinar. Dan kadang-kadang ada yang malam, itu webinar dari luar negeri, misalnya dari Belanda, Kanada. Kadang juga dari Turki, dan sebagainya.

Jadi intinya aktivitas saya lebih padat. Tapi di luar itu masih juga melakukan kegiatan-kegiatan sosial dalam hal perlindungan anak. Kadang masih suka dipanggil ke Polres, Polda, atau ke Mabes Polri untuk membicarakan kasus anak-anak. Kadang juga harus jadi saksi ahli, dan sebagainya.

Artikel lainnya: Anak Sering Dengar Lagu Dewasa, Apa Efeknya?

Beberapa waktu lalu Kak Seto sempat mengunggah video beraksi ala parkour. Bagaimana ceritanya?

Sebetulnya saya tidak menyangka bahwa itu namanya parkour ya. Itu kalau bahasa ‘Prancis’-nya namanya pencilaan alias nggak bisa diam. Hahaha... Dari kecil memang saya sudah sering naik pohon, jatuh, terus mencoba untuk hati-hati. Naik ke atas genting tuh saya inget kelas 2 SD sudah sering, sampai kadang dimarahin nenek. Tapi ya tetep hati-hati jaga keseimbangan.

Jadi sudah biasa sebenarnya dari kecil, remaja, sampai dewasa. Lari sana lompat sini. Kadang-kadang kalau lagi di luar kota pun, saya minta izin di sebuah hotel yang tidak terlalu tinggi misalnya tingkat 8, minta izin naik-naik ke tempat yang agak berbahaya. Tapi tetap dengan perhitungan matang, ya. Jadi ya melatih kewaspadaan aja, melatih keseimbangan.

Jadi waktu itu benar-benar belum paham parkour yang disebut-sebut warganet...

Hahaha. Iya, begitu saya bandingkan dengan parkour, ya parkour jauh lebih hebat. Tapi siapa tahu jadi menginspirasi saya buat nyoba juga ya. Tapi tentu dengan perhitungan yang matang karena kan biasanya yang melakukan itu masih muda-muda, umur 20-an, 30-an. Saya mungkin akan latihan juga nanti suatu saat. Hahaha..

Kak Seto juga sempat bilang pernah mengalami fobia ketinggian. Apa penyebabnya?

Saya pernah jatuh dari tempat yang tinggi dan akhirnya kena akrofobia ya, fobia terhadap tempat tinggi. Dalam upaya mengatasi fobia tadi, saya melatih dan akhirnya jadi kebiasaan. Jadi saya nggak nyangka bahwa orang nganggep itu sebagai parkour.

Malah saya agak ketinggalan jaman mengenai hal itu. Saya tanya, parkour itu yang seperti apa sih? Begitu saya lihat, oooohh ya belum sampai seperti parkour.

Tapi ya itu tadi, kalau hanya loncat dari suatu tempat, dari muda saya sudah biasa, nggak ada masalah. Intinya itu tadi, bergerak atau olahraga apa pun itu bisa dilakukan asal tetep hati-hati, tidak memaksakan diri.

Jadi olahraga dijadikan semacam terapinya, ya?

Iya betul-betul. Karena dulu dari kecil saya kalau naik pohon tuh kita bertiga sama saudara saya. Laki-laki semua tuh berapa pohon yang udah kita cup. Kadang-kadang tidur siang di pohon, tapi ya dengan cabang yang tepat. Jadi sudah biasa manjat-manjat. Kemudian pernah jatuh dan sekarang sebagai terapinya, ya mencoba. Tentu waktu itu bertahap, ya. Jadi agak tinggi, lebih tinggi lagi, dan seterusnya.

Yang mengunggah video itu Kak Seto sendiri?

Staf yang mengatur media sosial saya adalah anak-anak saya sendiri. Saya minta mereka untuk tuliskan bahwa adegan ini tidak untuk ditiru. Ini sekedar hobi bergerak saya saja yang kebetulan agak mirip-mirip dengan parkour, mungkin namanya parkir hahahaha.

Artikel lainnya: Tambah Anak atau Tidak? Ini Pertimbangan dari Dokter dan Psikolog

Ada olahraga lain yang Kak Seto gemari?

Kalau dulu waktu kecil, saya paling seneng pingpong tenis meja. Bahkan waktu kelas 5 SD saya menjuarai juara umum tenis meja di kota saya, Klaten, letaknya antara Jogja dan Solo. Dulu penginnya juara se-Indonesia tapi belum kesampaian. Kemudian, main sepak bola juga saya seneng.

Dulu saya terkenal sebagai bek tangguh yang susah ditembus. Tapi kalau sekarang cartwheel, salto, koprol, loncat-loncat. Kalau waktunya mepet, paling saya lompat-lompat 50 kali. Ini bagian dari olahraga yang praktis. Sehari saja saya tidak bergerak, saya jadi gampang lemes, pusing, loyo, jadi memang harus dipancing dengan bergerak sampai sekarang.

Prinsip Kak Seto untuk terus terlihat bugar di usia sekarang ini apa?

Sebetulnya saya dari kecil membiasakan pola hidup sehat ini. Dan setelah kecil, remaja dan sampai sekarang, ternyata bisa saya rangkum dengan prinsip GEMBIRA dan itu selalu saya ungkapkan. Mungkin kalau bisa saya pampangkan ini ya arti GEMBIRA. Nah jadi kiat hidup sehat saya itu GEMBIRA, tapi ini sebenarnya singkatan.

G (gerak) artinya kita nggak boleh mager. Jadi dari kecil saya ini dikenal bandel sekali. Bandel dalam arti nggak bisa diam, lompat sana lompat sini, dari umur 4 tahun naik-naik ke mana-mana, jatuh, kepala di bawah bocor, luka terus dijahit. Makanya saya pakai poni terus buat nutupin.

Pokoknya saya gerak badan. Olahraganya bukan untuk prestasi, tapi yang penting untuk gerak secara teratur. Biasanya lari, jogging, push up, kemudian salto, koprol, dan sebagainya.

E-nya adalah emosi cerdas. Jadi jangan sampai emosinya diledakkan dengan cara-cara primitif seperti teriak-teriak, marah. Tapi ungkapkan saja, komunikasian bahwa saya marah agar tidak merusak persahabatan dan tidak membuat jantung ini berdegup kencang.

Lalu M-nya adalah makanan sehat. Saya upayakan makanan saya adalah nabati dan teratur. Saatnya makan ya makan, nggak boleh terlambat.

Lalu B-nya adalah berdoa, beribadah, dan bersyukur. Secara spiritual, itu membuat kita lebih ikhlas, lebih tenang, lebih tahan banting.

Lalu I-nya adalah istirahat. Nah saya dari kecil, remaja, sampai sekarang, mengatur waktu istirahat itu sangat disiplin. Saya rata-rata 8 jam. Kalau misalkan hanya 4-5 jam, misalnya harus terbang ke mana-mana, ya di pesawatnya saya tidur lelap, atau di mobil macet ya dipakai tidur. Istirahat juga dari pikiran-pikiran negatif.

R-nya adalah rukun dalam keluarga dan ramah. Jadi ramah berarti memperbanyak persahabatan.

Dan yang terakhir A adalah aktif berkarya. Jadi dalam usia yang hampir 70 ini saya coba terus berkarya, apakah karya kegiatan sosial, apakah karya bikin lagu, bikin lukisan, apa bikin artikel di media massa, atau membuat buku, penelitian, dan sebagainya.

Artikel lainnya: Anak Suka Merebut Mainan Orang Lain, Ini Penjelasan Psikolog

Jadi enam poin itu ya prinsipnya...

Itu prinsip gembira yang saya pegang untuk menjaga kesehatan fisik maupun kesehatan mental saya. Sekadar gambaran kan dulu sekitar 50 tahun yang lalu (saya) pernah hidup di Jakarta sebagai gelandangan, sebagai pemulung, kuli pasar, tukang batu, kemudian jadi pembantu rumah tangga di Menteng waktu itu ya.

Tapi karena dari dulu saya menjaga pola hidup itu, ya, secara teratur, dengan prinsip GEMBIRA tadi ada keseimbangan, maka ya akhirnya saya mempertahankan ini sampai sekarang.

Ada tips khusus untuk menularkannya ke lingkungan sekitar?

Tentu dimulai dari anak-anak saya sendiri, keluarga saya sendiri, kemudian ke masyarakat ya melalui menulis buku, membuat artikel, webinar-webinar. Di webinar saya selalu mengampanyekan prinsip gembira.

Jadi materi yang tadi itu yang biasa saya pampangkan di webinar dan seminar. Saya contohkan bahwa dengan rajin bergerak di usia yang sudah lanjut pun, asal itu dilatih dengan tekun, dengan teratur, tidak dengan paksaan, ya akhirnya bisa fit dan energik.

Bagaimana pengalaman membiasakan anak berolahraga?

Iya, kalau setelah saya punya anak, paling yang saya berikan adalah olahraga yang murah meriah yaitu antara jalan kaki, jogging, jalan pagi, kadang-kadang senam, kadang lompat-lompat, ya itu tadi cartwheel, salto, pokoknya bergerak di ruang yang lapang. Itu sudah merupakan cara yang tepat untuk mengajak anak berolahraga. 

Artikel Lainnya: Bermain dengan Anak, Tetap Sportif atau Orang Tua Mengalah Saja?

Bagaimana dengan pola makan?

Makan di rumah ini tuh murah meriah. Kalau pagi saya sarapan buah-buahan, buah-buahan apa saja, ya mangga ya jeruk ya pisang, pokoknya buah. Siang dan malam itu lauknya adalah serba nabati. Lauk keringnya tuh pasti tempe dan tahu. Kami penggemar tempe.

Sejak kapan jadi penggemar tempe?

Dari kecil saya sangat menggemari tempe. Dengan gizi tempe tuh ternyata bagus sekali saya rasakan. Setelah itu saya sempat vegetarian. Ternyata saya masih kuat push up 80 kali, lari setengah jam 3-4 kilo. Dengan pola makan nabati saya justru merasakan kekuatannya di situ.

Kondisi fisik saya stabil. Berat badan saya rata-rata 60 kg, paling tinggi 62. Tentu dipadu dengan istirahat, selalu berpikiran positif, penuh rasa syukur dan sebagainya. Saya penggemar lalapan, sayur-sayuran mentah yang dicuci bersih, udah digado. Semua daun-daunanlah, kecuali daun jendela sama daun pintu ya hahahaha.

Mengenai emosi cerdas dari GEMBIRA tadi, bagaimana penerapannya di rumah?

Unsur E-nya adalah emosi cerdas. Jadi kalau emosi tuh ungkapkan saja. Mau marah, mau sedih, mau takut, tapi ungkapkan dengan cara tanpa merusak persahabatan dengan lingkungan.

Misalnya, habis rapat atau suatu hal di hotel yang serba rapi, saya sudah mempersiapkan, kalau di rumah nanti tiba-tiba rumah berantakan, tembok dicorat-coret, atau segala macem, ya sudah.

Justru alhamdulillah bahwa anak saya ini anak manusia bukan robot. Kadang anak tangannya masih belepotan langsung megang baju saya yang putih atau jas, ya nggak usah marah, semua sudah diperhitungkan. Akhirnya malah mempererat persahabatan dengan anak.

Semua tetap dihadapi dengan berpikir positif. Itu yang paling penting. Jadi dengan selalu berpikir positif, maka perasaan-perasaan stres tadi bisa dihadapi dengan tenang.

Bersyukur, berdoa, beribadah, dan selalu kembalikan lagi ke Maha Kuasa. Dengan berpikir spiritual tadi pada akhirnya bisa menolong kita dari perasaan-perasaan negatif tadi, sehingga diubah menjadi positif.

Artikel lainnya: Anak Lakukan Self-Harm, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua

Nah, situasi pandemi sekarang sepertinya juga cukup mengganggu buat anak-anak dan remaja...

Iya, saya kira sangat banyak ya. Bahkan, saya menemukan data dari survei KPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak--red) bahwa 13 persen anak sudah mengalami depresi. Jadi ini kan sudah merupakan hal yang nyata sekali bahwa anak-anak juga bisa (stres). Dalam menghadapi itu, maka intinya kita juga harus memosisikan sebagai pelindung utama bagi anak-anak kita di dalam keluarga. Jadi jangan sampai kita juga ikutan stres, tetap berpikir positif tadi.

Sekarang WFH kan jadi lebih dekat dengan anak. Kita jadi mulai menemukan potensi anak-anak. Yang satu pinter nari, pinter nyanyi, yang satu pinter gambar, lalu olahraga misalnya, dengan selalu berpikir positif, temukan hal-hal positif selama berada di rumah hampir satu tahun ini.

Berpikir positif, selalu penuh rasa syukur. Jadi jangan cuma pandai ngomel, mengeluh, menyalahkan sana-sini, tapi yaudah semua ini adalah ujian yang membuat kita semakin kuat. Bicarakan dengan tenang dari hati ke hati bersama keluarga.

Bagaimana Kak Seto menerapkan pembicaran dari hati ke hati itu di keluarga?

Kami punya kebiasaan rapat keluarga, namanya sidang umum MPR, majelis permusyawaratan rumah. Jadi semua duduk ya sudah berdiskusi, menemukan kehebatan masing-masing, saling menguatkan. Dengan cara begitu, kiat jadi merasa lebih kuat dalam keadaan apa pun. Selalu berpikir positif bahwa ini adalah ujian dari Maha Kuasa yang membuat kita semakin kuat bukan semakin lemah atau hancur.

Sekolah daring sekarang juga cenderung membuat orang tua stres...

Orang tua harus memahami makna pendidikan. Saya punya catatan surat edaran menteri yang sering orang tidak tahu. Surat edaran no.4 tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran covid-19.

Poin pertama, belajar daring dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Menteri saja peduli dengan perlindungan anak-anak kita.

Jadi orang tua juga harus lebih peduli. Jadi nggak usah terbebani urusan kurikulum. Anak-anak belajar secara daring ini kan nggak gampang. Kadang gampang stres, gampang pusing, menatap layar berjam-jam, itu kan tidak produktif.

Artikel Lainnya: Anak Sering Berlari, Tanda Gangguan Psikologis?

Artinya mengejar kurikulum bukan prioritas...

Sudah lupakan saja kurikulum. Orang tua juga harus berani menyampaikan, bapak guru ibu guru mohon jangan bebani dengan tugas-tugas sekolah dan sebagainya. Anak-anak kami justru stres. Berani ungkapkan itu. Jadi bukan learning what to learn, tapi learning how to learn supaya anak-anak senang belajar.

Belajar itu kan dari yang nggak tahu jadi tahu, belajar apa saja boleh, jadi buat suasana yang menyenangkan.

Contohnya membuat suasana belajar yang menyenangkan?

Kalau mau belajar materi, biologi misalnya, jangan langsung apa itu protozoa? Mungkin dibikin lagunya aja. Misalnya pinjem lagunya bintang kecil.

Protozoaaa~

Hewan bersel satu~

Poriferaaa~

Hewan yang berpori~

Coelentaraa~

Hewan yang berongga~

Cacing itu~

Dia vermes-lah namanya~

Jadi dengan suasana yang gembira dan dengan aneka games, suasana belajar jadi menyenangkan. Nggak usah terbebani dengan kurikulum. Belajarlah lebih kepada kecakapan hidup.

Isi pendidikan kita bukan cuma IPTEK kan? Ada juga etika, estetika, kesehatan, Ini tertuang di dalam poin dua surat edaran tadi, belajar dari rumah difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup mengenai pandemi COVID-19.

Kurikulum yang sekarang ini memang kurikulum darurat. Sekolah, tapi dengan kurikulum kehidupan, itu yang penting. Bukan cuma anak pintar akademik, tapi yang juga penting adalah anak bahagia di rumah. Ini semua harus dimulai dengan orang tua yang bahagia dulu.

Orang tua jangan sampai kurang istirahat, emosi juga harus cerdas, syukuri semua nikmat yang sudah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.

(JKT/ARM)

Wawancara KhususPsikolog anak

Konsultasi Dokter Terkait