HomeInfo SehatCovid-19Awas, Pandemi COVID-19 Perburuk Seasonal Affective Disorder
Covid-19

Awas, Pandemi COVID-19 Perburuk Seasonal Affective Disorder

Ayu Maharani, 22 Des 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Orang dengan gangguan SAD (Seasonal Affective Disorder) disebut-sebut mengalami perburukan di masa pandemi virus corona! Lantas, adakah cara mengatasinya?

Awas, Pandemi COVID-19 Perburuk Seasonal Affective Disorder

Pandemi virus corona memberikan dampak buruk ke semua aspek, tak terkecuali buat orang yang memiliki gangguan seasonal affective disorder (SAD).

Dampaknya bukan sekadar risiko penularan COVID-19, melainkan perburukan gejala stres dari gangguan tersebut. Lantas, bagaimana efek yang dialami orang dengan gangguan SAD?

 

Apa Itu Seasonal Affective Disorder?

Kondisi SAD sebenarnya bukanlah hal baru. Bahkan, gangguan mental yang satu ini sudah sampai merenggut nyawa seorang idola K-POP kenamaan, Jonghyun dari grup SHINee, beberapa tahun lalu.

Seasonal affective disorder merupakan depresi yang terjadi secara musiman dan berulang. Kondisi tersebut muncul ketika paparan sinar matahari mulai berkurang, misalnya di musim gugur dan musim dingin.

Penyebab pasti dari depresi musiman ini masih belum diketahui. Tetapi, faktor genetik dan lingkungan bisa memengaruhi.

Lingkungan yang dimaksud bukanlah orang-orang yang berada di sekitar individu yang mengalaminya.

Saat musim dingin tiba, siang hari menjadi lebih pendek. Alhasil, kondisi itu memengaruhi ritme sirkadian seseorang.

Gangguan pada ritme sirkadian berpengaruh juga terhadap hormon melatonin, yaitu hormon yang mengatur pola tidur dan mood.

Selain itu, kekurangan vitamin D juga dipercaya bisa meningkatkan risiko SAD. Vitamin D nyatanya berpengaruh terhadap neurotransmitter serotonin yang masih berkaitan dengan mood.

Artikel Lainnya: Fakta di Balik Seasonal Affective Disorder yang Perlu Anda Tahu

Pengaruh Pandemi COVID-19 pada Seasonal Affective Disorder

Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, pandemi virus corona memang bisa memberikan dampak buruk bagi orang dengan gangguan SAD.

“Situasi pandemi itu sendiri sebenarnya mampu menimbulkan stres bagi individu tanpa penyakit mental. Nah, bagi pengidap penyakit mental, hal itu makin memengaruhi stres dan mood mereka, apalagi mood tersebut tidak stabil,” jelasnya.

Ia menambahkan, “Bagi orang dengan gangguan seasonal affective disorder, musim tertentu tanpa adanya wabah bisa membuatnya semakin tertekan. Untuk mengurangi rasa tertekannya itu, ia beraktivitas di luar rumah.”

“Sedangkan, di masa pandemi seperti sekarang, aktivitas di luar rumah sangat dibatasi. Akhirnya, hal-hal seperti karantina, isolasi, serta social dan physical distancing ini meningkatkan stres orang tersebut.”

Benar saja, dilansir dari Health, depresi meningkat tiga kali lipat di Amerika Serikat. Dari yang awalnya hanya 8,5 persen dari populasi penduduk, sejak pertengahan April melonjak jadi 27,8 persen.

Pengidap SAD di masa pandemi virus corona berpotensi mengalami:

  • Demotivasi.
  • Apatis dan kehilangan minat pada apa yang dulu disukai.
  • Sulit tidur.
  • Kelelahan. 
  • Mudah tersinggung.
  • Kesepian.
  • Perubahan berat badan karena nafsu makan yang juga berubah.

Tidak cuma orang dewasa, anak-anak juga berisiko mengalami SAD di masa pandemi. Gejalanya mungkin akan sedikit berbeda dari orang dewasa. Ketika orang dewasa lebih menarik diri, anak-anak justru tak mau lepas dari orang tuanya.

Rewel, tak mau ditinggal sama sekali, hingga reaksi emosional yang berlebihan menjadi beberapa cirinya. Pertanyaan yang berulang-ulang pun dilontarkan si kecil bila sedang depresi musiman.

Artikel Lainnya: Cara Atasi Depresi Bagi Korban PHK Saat Pandemi COVID-19

Cara Mencegah dan Mengatasi Seasonal Affective Disorder

Walaupun dampak psikologis pandemi rentan terjadi, tetapi Anda bukannya sama sekali tak bisa mencegah dan mengatasinya, lho. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:

  • Tetap Cari Sinar Matahari

Tidak seperti negara empat musim yang cukup sulit mendapatkan sinar matahari di waktu-waktu tertentu, Indonesia hanya memiliki musim hujan dan musim kemarau.

Meski frekuensi dan durasi hujan menjadi lebih sering dan panjang saat musim hujan, tetapi kita masih bisa mendapatkan sinar matahari.

“Kalau kondisinya memang memungkinkan, coba tetap keluar rumah untuk cari sinar matahari, jangan di dalam saja. Hanya di dekat rumah pun tak apa, yang penting tetap menerapkan protokol kesehatan,” saran Ikhsan.

“Dengan terpapar sinar matahari, serotonin jadi terproduksi sehingga bisa meningkatkan mood Anda sekaligus menurunkan stres,” tambahnya.

  • Perbanyak Aktivitas Kalau di Dalam Rumah

Ada kalanya orang dengan gangguan Seasonal Affective Disorder tidak bisa ke luar rumah. Jika memang begitu, maka perbanyaklah aktivitas di dalam rumah.

Hindari mengurung diri di kamar. Cobalah untuk melakukan aktivitas seperti menonton film, memasak, bikin macam-macam kreasi DIY, membuat konten di media sosial, dan masih banyak lagi. Dengan menyibukkan diri, hal-hal negatif yang memenuhi pikiran jadi terpinggirkan,” sarannya lagi.

Artikel Lainnya: Penyintas COVID-19 Rentan Kena Gangguan Mental Ini!

  • Tetap Terhubung dengan Keluarga dan Sahabat

Tak bisa keluar rumah bukan berarti Anda tak bisa berinteraksi sama sekali. Manfaatkan teknologi seperti Zoom, Google Meet, atau WhatsApp. Buatlah jadwal rutin untuk video call bersama.

Cara tersebut bisa dilakukan sesuai kenyamanan Anda. Misalnya, matikan kamera bila tidak ingin terus-menerus bertatap muka, atau mute mikrofon bila tidak ingin berbicara.

Bentuk komunikasi ini bisa menurunkan rasa kesepian meski keduanya melakukan aktivitas yang berbeda dan di tempat yang berbeda pula.

  • Rumah Tidak Boleh Gelap

Pencahayaan yang redup bisa meningkatkan rasa kesepian dan kecemasan. Jadi, jangan biarkan rumah Anda gelap.

Setiap siang, buka tirai dan jendela rumah. Kalau sudah malam, pasang lampu-lampu di beberapa sudut yang diperlukan. Jangan lupa sediakan senter untuk berjaga-jaga.

Biar rumah tak sepi, Anda juga bisa memasang musik live streaming dari platform musik digital lewat laptop atau ponsel.

Bila lebih suka radio atau podcast, tak masalah! Intinya, buat situasi rumah tidak terlalu hening.

  • Jangan Lewatkan Psikoterapi Anda

Seseorang yang sebelumnya sudah mendapatkan diagnosis gangguan seasonal affective disorder pasti memiliki jadwal terapi dan obat antidepresan yang diresepkan dokter.

Kedua hal tersebut tidak boleh dilewatkan karena bisa mengganggu kondisi mental. Jika tak memungkinkan untuk bertemu, maka manfaatkan teleterapi.

Dampak psikologis pandemi COVID-19 memang tak main-main buat orang dengan gangguan seasonal affective disorder alias depresi musiman. Karena itulah, lakukan kelima hal di atas agar risikonya bisa diturunkan.

Penasaran dan ingin tahu seputar gangguan mental dari ahlinya? Konsultasi kepada psikolog lebih mudah lewat fitur LiveChat di aplikasi Klikdokter.

(FR/AYU)

Depresi

Konsultasi Dokter Terkait