Covid-19

Medfact: Fakta Aliansi Dokter Dunia soal Virus Corona

Nesia Qurrota Ayuni, 28 Okt 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Pernyataan Aliansi Dokter Dunia soal pandemi virus corona menggegerkan dunia. Sebelum meyakininya, cek dulu fakta COVID-19 agar tak salah melangkah.

Medfact: Fakta Aliansi Dokter Dunia soal Virus Corona

Sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Dokter Dunia baru-baru ini membuat pernyataan yang bikin geger publik. Apa yang mereka sampaikan mengenai virus corona bertentangan dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Pernyataan Aliansi Dokter Dunia itu terangkum dalam sebuah video yang tersebar luas di masyarakat, termasuk di Tanah Air. Masyarakat lalu terbelah menjadi beberapa kubu. Ada yang percaya dengan klaim tersebut, ada yang ragu, dan ada pula yang menolak sama sekali. 

Sebenarnya, seperti apa, sih, klaim Aliansi Dokter Dunia itu sendiri?

Klaim Aliansi Dokter Dunia tentang Virus Corona

Dalam laman aliansi, mereka terdiri dari kelompok kesehatan nirlaba independen yang bersatu untuk mengakhiri lockdown.

Dalam video yang beredar, ada tujuh orang dari masing-masing negara di Eropa bergiliran memberikan pernyataan. Singkatnya, ada tiga poin utama yang mereka suarakan. 

Pertama, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus corona harus dilabeli “pandemi”. Hal tersebut disampaikan oleh Elke de Klerk yang memperkenalkan diri sebagai dokter umum asal Belanda.

Artikel lainnya: Virus Corona Bisa Dibunuh Dengan Herbal, Mitos atau Fakta?

De Klerk melanjutkan klaim kedua, bahwa virus corona adalah virus flu biasa. Oleh karena itu, semestinya tidak menimbulkan kepanikan di dalam masyarakat. 

Ketiga, de Klerk menyebut kepanikan soal COVID-19 disebabkan oleh hasil positif palsu tes PCR. Maksudnya, status positif yang keluar bukanlah hasil sebenarnya.  

“Sebanyak 89 hingga 94 persen dari tes PCR adalah positif palsu dan tidak bisa mengetes untuk COVID,” kata de Klerk. 

Berdasarkan tiga poin tersebut, aliansi mengimbau supaya masyarakat tidak perlu takut terhadap corona. Upaya seperti lockdown, karantina, social distancing, serta memakai masker juga tak perlu dilakukan. 

Sebelum video tersebut ramai beredar, dalam perkenalan Aliansi Dokter Dunia 10 Oktober 2020 lalu, disebutkan bahwa pandemi COVID-19 adalah rekayasa belaka.

Salah satu anggota dari Inggris, David Kurten, menyebut politikus dan media telah mendorong narasi bahwa virus corona sangat berbahaya. Padahal kenyataannya tidak seburuk itu. Bahkan, menurut mereka, corona tak lebih buruk dari flu musiman. 

Artikel lainnya: Sempat Dilarang, Kini Ibuprofen Bisa Jadi Kunci Obat Virus Corona

Apa Tanggapan Dokter?

Menanggapi klaim Aliansi Dokter Dunia, dr. Valda Gracia mempertanyakan dasar argumen bahwa pandemi virus corona hanya rekayasa belaka. 

“Jika (pandemi corona) rekayasa, kenapa ada orang yang terinfeksi mengalami sakit berat hingga meninggal?” tanya dr. Valda. 

dr. Valda tidak menyalahkan sepenuhnya klaim lain Aliansi Dokter Dunia. Akan tetapi, menurutnya, aliansi mesti memberikan penjelasan rinci mengapa mengeluarkan pernyataan seperti itu. 

“Gejala yang ditimbulkan atau dirasakan oleh seseorang yang terinfeksi COVID-19 memang tidak semuanya berat dan menimbulkan kematian. Kembali lagi pada daya tahan tubuh dan riwayat penyakit lainnya yang dapat menjadi faktor risiko pemberat suatu infeksi,” kata dia. 

Di sisi lain, menurut WHO, virus corona dan virus flu biasa memang memiliki kemiripan dari segi gejala dan cara penularan. Meski begitu, keduanya tetap punya perbedaan mendasar.

WHO menjelaskan kecepatan penularan virus corona dan influenza berbeda. Influenza memiliki masa inkubasi lebih cepat daripada corona. 

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) juga mengatakan hal senada dengan WHO. Menurut CDC, perbedaan coronavirus dan influenza bisa terlihat dari segi ketersediaan vaksin saat ini. 

Diketahui, kini vaksin untuk melindungi manusia dari flu memang telah tersedia. Namun, vaksin corona masih dalam uji klinis di berbagai negara. 

Kemudian soal tes PCR, menurut dr. Valda, hasil pemeriksaan memang tidak bisa memberikan keakuratan 100 persen. Sebab, banyak faktor yang dapat memengaruhi.

“Namun, sampai saat ini swab test dengan metode PCR yang memiliki keakuratan tertinggi dan menjadi golden standard untuk penegakan diagnosis,” dr. Valda menyebut. 

Laman pemverifikasi klaim sains dan medis Health Feedback menyatakan berbagai klaim yang disampaikan aliansi tersebut adalah “misinformasi”. Artinya, banyak klaim yang disebutkan tidak akurat, salah, atau bertentangan dengan pendapat para ahli di WHO.

“Video tersebut menampilkan beberapa pernyataan yang tidak akurat. Kata “pandemi” menunjukkan penyebaran penyakit secara geografis. COVID-19 telah menyebar ke seluruh benua, yang membuatnya menjadi sebuah pandemi. COVID-19 bukanlah sejenis flu karena penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili yang berbeda,” ujar laporan Health Feedback.

Pastikan Anda selalu melakukan pengecekan berulang saat menemukan informasi baru di sosial media. Pahami dulu fakta virus corona dari sumber yang kredibel. Jangan terburu-buru membenarkannya tanpa membandingkan dengan sumber terpercaya, seperti aplikasi KlikDokter

 

[HNS/JKT]

virus coronaMedFact

Konsultasi Dokter Terkait