Covid-19

Ujian Bertubi-tubi Dr Sandi, Tiga Generasi Terkena Virus Corona

Ayu Maharani, 31 Agt 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Dokter Sandi Nugraha tak pernah menyangka virus corona menghantui keluarganya. Bahkan, merengut orang tercintanya. Ini kisah seorang pahlawan, pasien, dan juga keluarga korban COVID-19.

Ujian Bertubi-tubi Dr Sandi, Tiga Generasi Terkena Virus Corona

Ujian datang bertubi-tubi menimpa Sandi Nugraha. Setelah kehilangan ayahnya karena COVID-19, Sandi dan putrinya juga harus diisolasi karena dinyatakan positif terjangkit virus corona. Tiga generasi di keluarga itu menjadi korban pandemi.

Sandi adalah dokter spesialis anak yang bertugas di kota Solo, Jawa Tengah. Dia harus bergegas ke Jakarta pada awal April lalu setelah mengetahui ayahnya, Wahyu Hidayat, dokter spesialis THT masuk ruang isolasi rumah sakit.

Perjuangan ayahnya melawan corona sangat singkat. Berkisah kepada Klikdokter, Sandi mengatakan ayahnya mengalami gejala pertama virus corona, yaitu demam, pada 21 Maret 2020.

"Kami masih tidak berpikir sama sekali bahwa ini COVID-19 karena keluhannya hanya demam," kata dokter berusia 33 tahun ini.

Dalam pemeriksaan radiologi dan rontgen dada pada 23 Maret, hasilnya tidak menunjukkan adanya pneumonia, ciri-ciri seseorang terjangkit coronavirus.

Wahyu menunjukkan gejala lainnya, yakni diare. Pada 29 Maret, pemeriksaan ulang barulah terlihat adanya pneumonia dalam tubuhnya.

"Bayangkan, di-rontgen tanggal 23, di CT scan tanggal 25 nggak ada apa-apa, tapi di tanggal 29 hasilnya pneumonia," ujar Sandi.

Ketika itu, Sandi masih berada di Solo dan memantau keadaan ayahnya via telepon. Wahyu masuk ruang isolasi RS Pelni, Jakarta pada 30 Maret.

Kondisinya mengalami perburukan dengan cepat. Pihak rumah sakit telah memasangkan alat bantu napas karena saturasi oksigennya terus menurun.

Wahyu tutup usia pada 5 April 2020 di usia 67 tahun, sekitar dua minggu setelah menunjukkan gejala pertama. Dalam hasil pemeriksaan akhir, Wahyu positif terinfeksi COVID-19.

"Orang sering bertanya, dari mana tertularnya? Saya tidak bisa berprasangka buruk kepada siapa pun. Tapi, yang paling mungkin adalah di saat ayah saya menjalankan kegiatannya berpraktik sehari-hari. Siapa pun itu kita nggak tahu, tapi itu memang risiko ayah saya sebagai tenaga kesehatan," ujar Sandi.

Tertular COVID-19

Setelah memakamkan ayahnya, Sandi harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari di Jakarta sebelum akhirnya pulang ke Solo. Cobaannya belum berakhir sampai di situ. Dalam pemeriksaan kesehatan pada Mei di rumah sakit tempatnya bekerja, Sandi ternyata positif corona.

Dia menduga dirinya tertular di Jakarta atau dalam perjalanan pesawat menjenguk ayahnya. Sandi sendiri tidak bertemu langsung dengan Wahyu. Ketika itu, ayahnya sudah berada di ruang isolasi.

Dalam pemeriksaan kepada keluarganya, Audrey, putri Sandi yang berusia lima tahun, ternyata juga positif. Namun, istri Sandi, Putri, negatif.

Akhirnya, mereka sekeluarga harus menjalani isolasi secara khusus. Kondisi ini membuat mereka harus menghabiskan bulan suci Ramadhan di rumah sakit.

"Saya, istri, dan anak, puasa Ramadhan di rumah sakit. Saya dan istri saya di ruangan yang berbeda. Karena pada saat itu istri harus mengurus anak saya. Kamarnya berseberangan dengan saya. Alhamdulillah istri saya, mungkin Allah berencana dengan kehendaknya yang luar biasa, tidak pernah terkonfirmasi positif sama sekali," kata Sandi.

Setelah dua minggu menjalani isolasi, Sandi dan Audrey dinyatakan negatif virus corona. Namun, kondisi mereka memaksa untuk tidak merayakan Lebaran kemana-mana, cukup melalui video-call di rumah saja.

Sejak peristiwa itu, Sandi meningkatkan kebersihan diri, terutama jika pulang dari bertugas di rumah sakit. Dia menyulap garasi menjadi ruang sterilisasi khusus sebelum masuk ke rumah.

"Kami menyulap garasi menjadi tempat ganti baju seperti kamar pas yang ada di mal. Kami bikin dari besi bentuknya L dan ada tirai. Di situ bisa ganti baju, cuci tangan, cuci kaki, cuci muka, bebersih, baru setelah itu masuk ke rumah. Sederhana, walaupun untuk memulai kebiasaan itu mungkin sulit," ujar Sandi.

Artikel Lainnya: Mungkinkah Ada Orang yang Kebal Virus Corona? Ini Faktanya!

Pelajaran Penting

Hingga tulisan ini ditayangkan (31/8), sudah ada 172 ribu lebih penderita virus corona di Indonesia. Sebanyak 7.300 lebih pasien meninggal dunia. Sementara pasien yang sembuh mencapai 124 ribuan orang.

Sandi mengatakan apa yang menimpa diri dan keluarganya adalah benar adanya. Virus corona itu nyata, dan benar-benar mematikan. Dia mengimbau agar masyarakat menjaga dan mematuhi protokol kesehatan  agar tidak mengalami apa yang dia alami.

Di antaranya yang bisa dilakukan, kata Sandi, adalah memakai masker. Jika pakai masker kain, maka harus diganti empat jam sekali. Sedangkan masker medis mesti diganti delapan jam sekali. Sering-seringlah cuci tangan dan jangan lupa membawa hand sanitizer.

"Pelajaran yang sudah saya alami adalah saya pun bisa menulari anak saya. Ingat keluarga tercinta, mungkin kita merasa sehat dan nggak apa-apa, tapi ternyata anggota keluarga kita yang ada rumah pun bisa tertular karena kita," kata dia.

(AYU)

Featurevirus corona

Konsultasi Dokter Terkait