HomeInfo SehatCovid-19Ada 10.000 Kasus Positif COVID-19 dalam Sehari di Rusia! Kok, Bisa Gitu?
Covid-19

Ada 10.000 Kasus Positif COVID-19 dalam Sehari di Rusia! Kok, Bisa Gitu?

Ayu Maharani, 05 Mei 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Semakin menyusul negara-negara besar di Eropa, jumlah kasus positif virus corona di Rusia kini melonjak signifikan. Simak informasi selengkapnya di bawah ini.

Ada 10.000 Kasus Positif COVID-19 dalam Sehari di Rusia! Kok, Bisa Gitu?

Pada hari Minggu (3/5), Rusia melaporkan 10.633 kasus baru virus corona dalam 24 jam—jumlah kenaikan harian tertinggi sejak wabah COVID-19 dimulai di negara tersebut. Apa penyebab lonjakan dahsyat ini?

Berdasarkan data dari Universitas Johns Hopkins per hari Selasa (5/5), Rusia ada posisi ke-7 dengan kasus virus corona terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Inggris, Prancis, dan Jerman. Total kasus lampaui 145 ribu, dengan lebih dari 1.300 kematian dan 18.000 berhasil pulih.

Kondisi Rusia Sekarang

Timbul kekhawatiran yang luas bahwa sistem layanan kesehatan di Moskow, area yang terdampak virus corona paling parah (sekitar setengah dari total nasional), kewalahan dengan lonjakan jumlah kasus positif tersebut.

Perdana Menteri Rusia, Mikhail Mishustin, dikonfirmasi positif terjangkit SARS-CoV-2, virus corona strain baru penyebab COVID-19. Sejauh ini, ia adalah satu-satunya pejabat tinggi di Rusia yang terinfeksi.

Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia tengah menghadapi situasi sulit. Ia memperingatkan bahwa meski ada lonjakan lebih dari 10 ribu kasus, tetapi wabah COVID di sana belum mencapai puncaknya.

Lockdown telah diberlakukan di Moskow sejak 30 Maret lalu, yang mana 12 juta penduduknya diperintahkan untuk tinggal di rumah. Masa berlaku lockdown dikabarkan telah diperpanjang hingga setidaknya 11 Mei.

Pihak berwenang dikabarkan sedang mempersiapkan rumah sakit darurat di Moskow jika peningkatan infeksi virus corona di sana terus mengalami kenaikan.

Awalnya Terkendali, tapi Berubah Jadi Krisis

Pusat tanggap virus corona di Rusia menyatakan, 50 persen kasus di sana terjadi tanpa gejala. Tenaga medis di sana pun juga banyak yang terinfeksi.

Banyak rumah sakit yang mesti ditutup karena dokter-dokter tertular virus corona. Mereka mengaku bahwa tenaga medis kekurangan alat pelindung diri (APD) dan tidak dibantu oleh pemerintah dalam mengatasi wabah tersebut.

Dikutip dari BBC, dalam sebuah briefing Presiden Putin mengungkap kondisi kekurangan APD untuk tenaga medis yang berada di garis terdepan memerangi COVID-19.

”Dibanding sebelumnya, (kita memproduksi) jumlahnya banyak. Tapi dibandingkan dengan jumlah yang kita butuhkan, tetap tidak cukup,” katanya.

”Meskipun produksi meningkat, impor—ada defisit dalam banyak hal,” ia menambahkan.

Lonjakan kasus virus corona di Rusia rupanya memengaruhi Tiongkok. Lusinan kasus baru di Tiongkok berasal dari penerbangan yang tiba di Shanghai dari Moskow.

Gelombang kasus di Kota Suifenhe, perbatasan Timur Rusia dengan Tiongkok pun disebabkan oleh warga negara Tiongkok yang kembali dari Rusia.

Kurangnya Perlengkapan dan Sistem Medis di Rusia

Dilansir dari Business Insider, ambulans di Moskow terpaksa harus antre berjam-jam untuk mengantar pasien ke rumah sakit.

Para dokter pun mengeluhkan kondisi pekerja medis yang terus-meneruskan bekerja tanpa perlindungan yang layak dari pemerintah.

Anastasia Vasilyeva, Kepala Serikat Buruh Aliansi Dokter Rusia, mengatakan dalam sebuah video, pihak berwenang menyebut kasus virus corona di Rusia sebagai kasus pneumonia biasa, sehingga menyebabkan kebingungan di masyarakat.

Vasilyeva juga mengatakan, pihak berwenang menolak untuk melengkapi staf medis dengan alat pelindung diri (APD) yang benar dan memberi informasi yang akurat tentang virus. Namun, pihak berwenang Rusia telah membantah klaimnya.

Selain itu, ada pula dokter Rusia berusia 37 tahun (dalam keadaan cedera) yang mengklaim bahwa dirinya diperintahkan untuk bekerja meskipun dinyatakan positif COVID-19.

Dia dan rekannya pun mengeluhkan kurangnya APD di Voronezh, kota di Rusia bagian barat daya. Dua orang dokter meninggal dunia yang membuat banyak warga bertanya-tanya. Mereka dilaporkan jatuh dari jendela rumah sakit.

Artikel Lainnya: Waspada! WHO Peringatkan Adanya Peredaran Obat Virus Corona Palsu!

Apa yang Bisa Jadi Pelajaran Buat Indonesia?

Dari informasi di atas, bisa dilihat bahwa yang jadi masalah bukan hanya lonjakan kasus positifnya, tapi juga kekurangan APD di fasilitas layanan kesehatan, serta mungkin informasi yang kurang akurat terkait COVID-19.

Kepada KlikDokter, dr. Sepriani Timurtini Limbong membenarkan bahwa tenaga medis memang risikonya lebih tinggi tertular virus corona, terutama mereka yang merawat pasien positif.

Tentang kondisi minimnya APD yang disebut-sebut membuat tenaga medis di sana banyak yang tertular, dr. Sepriani mengatakan bahwa lonjakan kasus atau tenaga medis yang banyak tertular itu akibat APD yang kurang.

”Kalau berdasarkan Infection Prevention and Control Practice Handbook, sebetulnya APD termasuk lini terakhir. Yang pertama, tuh, misalnya eliminasi dulu sumber infeksinya, lalu seperti apa higienitasnya, lalu rumah sakitnya seperti apa dalam menerapkan PPI-nya (pencegahan dan pengendalian infeksi),” dr. Sepriani menjelaskan.

”Jadi, mungkin minimnya APD ada pengaruhnya terhadap banyaknya tenaga medis yang positif, tapi sebetulnya itu bukan satu-satunya faktor,” tambahnya.

Tentang tenaga medis di Rusia yang kabarnya tetap dipaksa bekerja meski terdiagnosis positif COVID-19, tentu saja ada risiko penularan.

”Ia bisa menularkan virus tersebut ke orang lain; ke rekan sejawatnya dan sama mungkin ke pasien yang masih ODP atau masih negatif,” ujar dr. Sepriani.

”Kalau seseorang positif COVID-19 dan ada di lingkungan yang rentan, misalnya bekerja di rumah sakit, otomatis gejalanya akan minimal sedang-berat, jadi kerjanya pun tidak akan efektif dan risiko terkena komplikasinya jadi lebih tinggi,” katanya lagi.

Mengenai lonjakan kasus dalam sehari yang angkanya bikin tercengang di Rusia, dr. Nabila Viera Yovita mengatakan kepada KlikDokter bahwa peningkatan drastis tersebut bisa dipengaruhi banyak hal.

”Tes yang dilakukan makin banyak, sehingga makin banyak orang yang terdeteksi,” kata dr. Nabila.

”Orang yang terinfeksi virus seperti yang kita tahu bisa tidak menunjukkan gejala, tapi saat ada kesempatan dites ternyata positif, itu juga berkontribusi terhadap peningkatan kasus,” ia menambahkan.

Lalu, dr. Nabila juga mengatakan ada pula faktor lainnya yang mungkin berkontribusi, yaitu tak menaati aturan pemerintah.

”Apabila orang-orang sudah karantina di rumah sebulan lebih, ada kecenderungan untuk bosan dan kurang menaati peraturan untuk tetap di rumah. Kalau keluar rumah, risiko terpapar virus pun lebih tinggi.

Tentang masalah kurangnya APD, tampaknya pemerintah pusat maupun daerah lebih cepat dalam mengatasi kelangkaan APD di sejumlah fasilitas layanan kesehatan. Tak hanya itu, masyarakat pun beramai-ramai menyumbangkan banyak hal ke tenaga medis, mulai dari masker, sarung tangan, hazmat suit, hingga makanan.

Agar tak terjadi kelangkaan masker, khususnya masker bedah dan masker N95, pemerintah sudah mengimbau masyarakat yang sehat untuk menggunakan masker kain.

Pihak kepolisian pun sudah turun tangan dan menangkap oknum-oknum yang ketahuan menimbun APD.

Selain itu, dengan tetap berada di rumah dan patuh terhadap imbauan pemerintah dalam physical distancing, tidak kumpul-kumpul di luar rumah, dan tidak mudik, Kamu bisa membantu menekan penularan dan tidak membuat sistem kesehatan kewalahan dengan naiknya kasus positif.

Bila khawatir terjangkit COVID-19, Kamu bisa cek risiko secara online lewat tautan ini, yang merupakan hasil kerja sama antara KlikDokter, Kemenkes RI, dan BNPB.

Kalau ingin berkonsultasi seputar virus corona atau gangguan kesehatan lainnya, baik fisik maupun psikis, ada fitur Live Chat di aplikasi KlikDokter yang bisa Kamu manfaatkan 24 jam sehari, kapan pun, dan di mana pun! Yuk, putus rantai penularan COVID-19 dengan tetap di rumah!

(RN/AYU)

virus corona

Konsultasi Dokter Terkait