Seks

Heboh BDSM Diatur di RUU Ketahanan Keluarga, Normalkah Perilaku Seks Ini?

Krisna Octavianus Dwiputra, 20 Feb 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Heboh kabar RUU Ketahanan Keluarga melarang praktik BDSM, karena perilaku seks itu dianggap menyimpang. Kalau ketahuan, pelaku akan direhabilitasi.

Heboh BDSM Diatur di RUU Ketahanan Keluarga, Normalkah Perilaku Seks Ini?

RUU Ketahanan Keluarga yang beredar bikin heboh! Sejumlah pasal bikin tercengang, salah satunya adalah pelarangan praktik BDSM. Bila pemerintah sampai merasa harus ikut campur ke ranah privat ini, apakah perilaku seks tersebut memang menyimpang?

BDSM merupakan kepanjangan dari bondage (perbudakan fisik), discipline (kepatuhan), dominance and submission (dominasi dan kepasrahan), dan sadomasochism (sadomasokisme), yang mana aktivitas seksual ini dilakukan atas kesepakatan pelakunya (konsensual).

Dalam draf yang beredar tersebut, pada pasal 85, homoseksualitas dan inses juga masuk ke dalam kategori perilaku seksual yang tidak lazim.

Kebanyakan orang setuju bahwa inses memang menyimpang. Namun, sebagian orang percaya bahwa penganut BDSM bukan seorang “kriminal” dan berhak melakukan praktik tersebut bila konsensual, sehingga pemerintah tak perlu capek-capek mengurusinya.

Bahkan, banyak warga yang geram dengan isi RUU ini, dan mengkritik pemerintah untuk lebih fokus pada mengurus rape culture, victim blaming, korban perkosaan yang didorong atau dipaksa untuk menikah dengan pemerkosanya, dan sebagainya.

Bagaimana menurut Anda?

Sekadar informasi, RUU tentang Ketahanan Keluarga ini juga berisi tentang larangan donor sperma dan ovum, larangan praktik sewa rahim atau surogasi untuk memperoleh keturunan, termasuk penjabaran tentang tugas dan kewajiban suami dan istri.

"Karena memang kita semua menyadari, keluarga-keluarga di Indonesia ini adalah batu bara, bahan bakar untuk mewujudkan peradaban Indonesia. Namun, di antara kesadaran itu kita juga melihat, tidak semua keluarga Indonesia ini ada pada profil sejahtera, pada situasi yang ideal," kata Netty Prasetiyani, anggota DPR dari Fraksi PKS, salah satu dari lima pengusul draf RUU Ketahanan Keluarga seperti dikutip di Detik.com.

Soal isi pasal “pelaku seks sadis wajib direhabilitasi”, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid (yang juga perumus RUU tersebut) mengatakan:

"Seks sadis bukan hanya melalui pidana, tapi juga harus mendapat rehabilitasi. Saya lupa pasalnya, tapi semangatnya seperti itu. Pendekatannya adalah dalam konteks perlindungan, ketahanan, dan dan edukasi keluarga.”

Sekilas tentang BDSM

Pernah menonton film atau membaca buku "50 Shades of Grey", dong? Kurang lebih seperti itulah aktivitas seks BDSM.

"Artinya, aktivitas seksual dilakukan dengan permainan suatu peran, ada yang mengambil peran dominan (memegang kendali) dan peran submisif (penurut)," ujar dr. Andika Widyatama dari KlikDokter.

Aktivitas seks ini juga melibatkan proses pengikatan (contoh: menggunakan borgol atau tali) dan melakukan kekerasan yang menimbulkan kesakitan untuk mendapatkan kepuasan seksual.

Banyak yang menganggap BDSM merupakan bentuk perilaku abnormal, penyimpangan seksual, bahkan kelainan jiwa. Pemerintah pun mengambil keputusan bahwa bila sampai seseorang ketahuan melakukan praktiknya, hukuman lewat rehabilitasi menanti.

Artikel lainnya: Waspadai 8 Kelainan Seksual yang Mungkin Ada di Sekitar Anda

Apakah Aktivitas Seks BDSM Termasuk Perilaku Menyimpang?

Dari KlikDokter, psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi., menegaskan bahwa BDSM adalah preferensi dalam aktivitas seks.

"BDSM sebenarnya adalah preferensi setiap pasangan. Tentu, kalau misalnya mau coba BDSM, itu merupakan kesepakatan bersama tiap pasangan," ujar Ikhsan.

Di sisi lain, BDSM juga bisa dikategorikan sebagai gangguan jiwa karena beberapa alasan.

“Bisa disebut gangguan bila terlalu menikmati seksnya itu terus-terusan dengan cara disakiti, misalnya dipukuli,” kata Ikhsan.

"Kemudian, ada juga yang baru mendapat kepuasan seksual dengan cara menyakiti pasangannya. Kalau tidak melakukannya, tidak bisa ereksi, tidak terangsang, atau tidak mencapai kepuasan seksual. Kalau sudah sampai seperti itu, baru itu bisa disebut sebagai gangguan,” lanjutnya.

BDSM bukanlah perilaku seks menyimpang bila tujuannya untuk variasi dalam kehidupan seks atau membangkitkan gairah seks dengan pasangan.

"Selain itu, asal berdasarkan kesepakatan bersama, BDSM bukan masalah. Tapi kembali lagi, kalau tidak melakukan BDSM menjadi tidak puas, itu menandakan adanya masalah dan mungkin butuh konseling atau terapi,” tutur Ikhsan.

Penelitian di Belanda oleh psikolog Dr. Andreas Wismeijer dan Dr. Marcel van Assen dalam “Journal of Sexual Medicine” tahun 2013 menyebut, melakukan seks BDSM bisa dikatakan normal, dengan catatan pihak-pihak yang melakukannya saling sepakat.

Artikel lainnya: Manfaat Seks BDSM bagi Kesehatan

BDSM Bisa Jadi Aktivitas Menyenangkan!

Meski masih menjadi kontroversi, menurut beberapa penelitian, berikut ini adalah manfaat BDSM bagi kesehatan yang perlu diketahui:

  1. Meningkatkan Keintiman dengan Pasangan

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal medis “Archives of Sexual Behavior”, BDSM disebut-sebut dapat meningkatkan keintiman dalam hubungan.

Dikatakan, pasangan suami istri secara tidak sadar akan lebih saling menghayati perasaan sekaligus menurunkan hormon stres (kortisol), sehingga merasa lebih bahagia dan mengurangi stres. Hal ini tentu dapat meningkatkan keharmonisan dalam hubungan.

  1. Meningkatkan Kesehatan Jiwa

Orang yang melakukan aktivitas seks BDSM terbukti memiliki kesehatan mental lebih baik dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas seks biasa. Ini dikemukakan dalam “Journal Of Sexual Medicine”.

Orang yang melakukan BDSM menjadi lebih terbuka, lebih peka, lebih merasa aman dengan hubungannya, dan lebih bahagia.

  1. Mengurangi Rasa Cemas

Menurut sebuah penelitian, perilaku seks BDSM dapat mengurangi rasa cemas akibat perasaan “menikmati” saat disakiti ataupun menyakiti.

Pada saat yang bersamaan, aktivitas BDSM dapat mengubah aliran darah ke otak, tepatnya di bagian sistem limbic (bagian yang mengatur emosi) dan prefrontal cortex (bagian yang mengatur perilaku). Hal ini dapat menimbulkan rasa tenang.

Banyak yang menganggap BDSM itu aneh, tidak manusiawi, bentuk kekerasan seksual, bahkan sesat. Namun, sebagian menganggap bila dilakukan atas kesepakatan, suka sama suka, dan bisa saling menikmati, BDSM adalah aktivitas yang normal.

Pada artikel yang dimuat dalam “The International Journal of Applied Philosophy” tahun 2010, disebutkan bahwa pelaku BDSM harus paham etika “safe, sane, and consensual”.

Safe” berarti aktivitas seks aman dan tak boleh membahayakan nyawa pasangan. Sedangkan “Sane” berarti waras, yang mana semua hal dilakukan dalam batas wajar. Terakhir dan terpenting adalah “consensual”, yang berarti para pelakunya harus setuju tanpa paksaan.

Masalahnya adalah jika saat melakukan BDSM, ada pihak yang tidak setuju, membahayakan nyawa pasangan, atau sampai kecanduan dan memengaruhi aktivitas dan/atau kesehatan mental seseorang. Bagaimana, apakah menurut Anda seks BDSM adalah perilaku seksual yang menyimpang?

[RN/RPA]

SeksBDSM

Konsultasi Dokter Terkait