Kesehatan Mental

Mitos Introver dan Ekstrover yang Tak Perlu Dipercaya

Ayu Maharani, 24 Nov 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Banyak mitos introver dan ekstrover yang sering bikin salah sangka. Daripada langsung menghakimi, yuk kupas tuntas soal mitos-mitosnya di sini!

Mitos Introver dan Ekstrover yang Tak Perlu Dipercaya

Membahas soal kepribadian memang menarik. Meski ada ambiver, tetap saja introver dan ekstrover menjadi dua jenis kepribadian yang paling sering dibicarakan dan dijadikan acuan dalam menilai kepribadian seseorang. Eits, tapi hati-hati dalam menilai, ya! Sebab, tak semua stereotip dan mitos introver dan ekstrover itu benar 100 persen.

Agar tak buru-buru menghakimi, di bawah ini ada beberapa mitos-mitos seputar dua jenis kepribadian tersebut.

  • Hanya ekstrover yang suka bersosialisasi

Orang sering berpikir, introver adalah sosok yang anti-sosial. Padahal, orang introver tetap menikmati hubungan dan sosialisasi. Hanya saja, mereka memilih lebih spesifik kepada siapa mereka meluangkan waktunya untuk bersosialisasi, tak seperti seorang ekstrover yang bisa terbuka dengan siapa saja. 

  • Introver tidak mengambil risiko

Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., psikolog dari KlikDokter, introver memang memiliki banyak pertimbangan sebelum akhirnya memilih suatu keputusan.

“Itulah mengapa, mereka dianggap takut ambil risiko. Padahal, tidak juga. Mereka tetap memilih, hanya saja dengan pertimbangan yang mantap, bukan sekadar nekat. Efek di akhir tetap dipikirkan,” jelas Ikhsan.

  • Ekstrover lebih bahagia

Hanya karena seseorang lebih mahir mengekspresikan rasa bahagianya dengan tawa ceria, bukan berarti seorang introver tidak pernah merasa bahagia, lo! Saat seorang introver bahagia, dia memang tidak terlalu menggembar-gemborkannya seperti seorang ekstrover.

Mungkin dia hanya merayakannya bersama orang-orang terdekat atau menuangkannya dalam hal lain. 

  • Introver lebih berisiko punya penyakit mental 

Hanya karena seseorang bekerja dengan baik dalam kelompok besar dan banyak bicara, itu tidak berarti mereka lebih kecil kemungkinannya untuk menghadapi penyakit mental!

Perlu diketahui bahwa penyakit mental didukung oleh berbagai faktor. Misalnya saja, trauma masa kecil, dan riwayat keluarga. Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah introver atau ekstrover. 

Malahan, seorang introver biasanya lebih mengenal dirinya sehingga tahu cara melakukan healing perasaan jika ada sesuatu yang menyakitinya. Meski terkesan bisa menceritakan banyak hal, belum tentu seorang ekstrover benar-benar mengenal dirinya sendiri. Sebab, banyak hal di dalam hidupnya yang dipengaruhi oleh orang lain.

  • Ekstrover jauh lebih percaya diri 

Ikhsan menjelaskan, introver dan ekstrover sejatinya tidak berkaitan dengan kepercayaan diri seseorang. Keduanya tetap memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hanya saja ditampilkan dengan cara yang berbeda.

Misalnya ekstrover menampilkan kepercayaan diri dengan berbicara di depan umum, sedangkan introver menampilkannya dalam sebuah karya.

  • Introver pasti pendiam

Ada yang perlu digarisbawahi di sini, seorang pemalu belum tentu dia seorang introver. Sebab, ada pula seorang ekstrover yang masuk ke grup baru yang besar dan awalnya dia malu-malu dulu. Namun setelahnya, dia akan mengeluarkan “keramaiannya”. 

Jika Anda melihat seorang introver dalam grup besar, kesan pendiamlah yang pasti Anda dapatkan dan itu bukan bersifat sementara seperti contoh di atas. Kendati demikian, bukan berarti mereka benar-benar sosok pendiam. Mereka seperti itu hanya karena grup besar bukanlah lingkungan tempat mereka berkembang. 

Seorang introver akan terlihat “kebawelannya” saat dia berada di grup kecil dan memiliki chemistry dengan dirinya. Kalau sudah mendapat orang yang tepat, bisa jadi mereka sulit dihentikan ketika sedang berbicara!

  • Introver dan ekstrover tak bisa bersama

Kedua kepribadian yang berbeda ini tetap bisa bersatu asalkan saling memahami. Malahan, sebenarnya mereka bisa saling melengkapi. Ibaratnya, dalam kehidupan sehari-hari, seorang ekstrover mungkin membutuhkan “rem” dari seorang introver, sementara seorang introver membutuhkan “gas” dari seorang ekstrover. 

Stereotip atau mitos introver dan ekstrover memang akan terus berkembang. Tapi sekali lagi, jangan jadikan hal tersebut sebagai patokan pasti. Pahami dan kenali dengan baik sebelum Anda benar-benar menilai. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, bukan? Jadi, baik introver maupun ekstrover tak ada yang lebih baik ataupun yang lebih buruk.

[HNS/RPA]

KepribadianpsikologisIntroverEkstroverJenis Kepribadian

Konsultasi Dokter Terkait