Pernapasan

Alergi dan Asma, Apakah Selalu Berhubungan?

dr. Nitish Basant Adnani BMedSc MSc, 20 Mar 2020

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Banyak yang bilang bahwa salah satu manfaat berkeringat bagi kesehatan adalah mencegah penyakit asma kambuh. Apakah medis setuju dengan hal ini?

Alergi dan Asma, Apakah Selalu Berhubungan?

Sudahkah Anda berkeringat hari ini? Meski membuat tubuh sedikit tidak nyaman, berkeringat ternyata membawa banya manfaat bagi kesehatan, lho. Menurut beberapa orang, salah satu manfaat berkeringat adalah mencegah penyakit asma.

Asma itu sendiri adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan dan peradangan pada saluran pernapasan. Penyakit ini memiliki gejala utama sesak napas dan mengi, juga bisa menimbulkan keluhan nyeri dada dan batuk.

Hingga kini, penyebab pasti asma masih belum dapat dipastikan. Namun, terdapat beberapa faktor risiko asma yang tetap Anda harus waspadai. Faktor risiko asma yang dimaksud, misalnya:

  • Paparan asap rokok dan polusi udara secara berulang
  • Alergi makanan
  • Stres
  • Cuaca, termasuk perubahan suhu udara
  • Kondisi ruangan yang lembap atau berdebu
  • Olahraga atau aktivitas fisik

Karena penyebabnya masih misteri, penyakit asma hanya bisa dikendalikan agar gejalanya tidak sering kambuh. Dalam hal ini, beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:

  • Mengenali dan menjauhkan dari dari segala hal yang bisa memicu asma
  • Mengenali ciri khas serangan asma dan langkah pengobatan yang tepat
  • Mengonsumsi obat sesuai dengan anjuran yang diberikan dokter

Selain itu, ada juga anggapan yang mengatakan bahwa berkeringat bisa membantu mencegah penyakit asma kambuh. Apakah anggapan ini dapat dibenarkan secara medis?

Berkeringat Bisa Mencegah Penyakit Asma Kambuh?

Suatu penelitian observasi yang dilakukan Dr. Chan Park dan koleganya dari Naval Medical Center, San Diego, California merekrut 56 anggota marinir pria dan wanita berusia 18 hingga 32 tahun.

Para partisipan dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan khusus marinir dengan adanya kemungkinan asma yang dipicu aktivitas fisik atau exercise-induced asthma (EIA).

Penelitian ini melihat kolerasi antara dua grup. Grup pertama yang memiliki EIA dan positif saat diuji coba dengan methacholine challenge test. Sedangkan grup kedua juga memiliki EIA, namun memiliki hasil negatif saat diuji coba dengan test yang sama.

Methacholine challenge test adalah uji standar yang digunakan untuk mendiagnosis asma. Methacholine yang merupakan bahan kimia sintetik akan digunakan menggunakan mesin nebulizer, yang kemudian akan dihirup oleh pasien. Bahan ini akan merangsang sistem saraf dan menyebabkan penyempitan diameter saluran napas.

Setelah itu, partisipan diminta untuk melakukan uji coba untuk mengukur seberapa cepat dan kerasnya laju pernapasan mereka menggunakan FEV1.

Artikel lainnya: Risiko Kematian di Balik Penyakit Asma

Untuk keringat itu sendiri, hal ini distimulasi pada kulit dengan menggunakan obat yang disebut pilocarpine. Para sukarelawan penelitian juga mengikuti uji air liur dan air mata. Para peneliti menganalisis korelasi antara hasil uji-uji tersebut dengan kecepatan pengeluaran keringat.

Peneliti menyimpulkan bahwa berkeringat, mengeluarkan air liur dan air mata secara berlebih adalah karakteristik fisik individu yang resisten terhadap penyakit saluran napas hiperaktif seperti asma.

Dari temuan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa produksi keringat yang rendah berhubungan dengan kurangnya cairan di dalam saluran pernapasan. Dan hal inilah yang diduga melindungi manusia dari EIA.

Kendati demikian, hal tersebut masih bersifat sementara. Pasalnya, penelitian ini bersifat obervasional. Artinya, penelitian ini tidak dapat mengetahui hubungan sebab akibat sehingga hasilnya pun masih dianggap tentatif.

Partisipan pria dan wanita yang diikutsertakan pada penelitian ini pun tidak diketahui proporsinya dengan jelas sehingga sangat sulit untuk mengetahui efektivitasnya pada masing-masing jenis kelamin.

Lebih lanjut, aplikasi penelitian ini pada kelompok di luar populasi partisipan studi juga tidak jelas. Hal ini disebabkan karena partisipan berusia 18 hingga 32 tahun, yang mempunyai EIA sehingga hasilnya ini tidak dapat diterapkan pada asma yang timbul pada masa kanak-kanak.

Singkatnya, penelitian yang mencari tahu hubungan berkeringat dengan asma masih butuh penelurusan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Ini berarti bahwa manfaat berkeringat yang katanya bisa mencegah penyakit asma kambuh masih belum dapat dipastikan.

Bagi Anda yang ingin tahu lebih lanjut mengenai keringat berlebihan dan sesak napas, jangan sungkan untuk bertanya langsung pada tim dokter dari KlikDokter melalui fitur Live Chat.

(NB/ RH)

sesak napaskeringatHari Asma SeduniaAsma

Konsultasi Dokter Terkait