HomeGaya hidupDiet dan NutrisiBenarkah Sea Salt Lebih Baik untuk Diet?
Diet dan Nutrisi

Benarkah Sea Salt Lebih Baik untuk Diet?

dr. Alberta Jesslyn Gunardi. BMedSc Hons, 01 Mar 2019

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Ada beberapa jenis garam yang sedang tren karena dianggap lebih sehat, termasuk sea salt. Benarkah sea salt lebih baik untuk diet Anda?

Benarkah Sea Salt Lebih Baik untuk Diet?

Di swalayan besar atau toko bahan makanan online, varian garam rasanya semakin bervariasi dan bikin Anda bingung. Rasanya pun tak berbeda jauh—sama-sama asin. Selain garam meja yang biasa digunakan, ada pula Himalayan pink salt, kosher salt, termasuk sea salt. Nah, katanya sea salt ini dianggap lebih baik untuk diet atau pola makan Anda. Apakah klaim tersebut benar adanya?

Sea salt didapat dengan cara menguapkan air laut. Tujuan dari proses pemurnian hanyalah untuk menghilangkan kotoran, sehingga kandungan nutrisinya lebih banyak ketimbang garam dapur. Inilah yang bikin rasa asin sea salt berbeda dan lebih enak daripada garam meja (disebut juga garam dapur atau garam biasa).

Berbagai keunggulan sea salt

Karena proses pembuatan sea salt tidak terlalu panjang atau kompleks seperti garam dapur, maka kandungan nutrisinya lebih banyak, seperti magnesium, potasium, dan kalium.

Berbeda dengan sea salt, garam dapur biasanya didapatkan dari mineral garam. Proses pembuatan garam dapur lebih umumnya lebih panjang sehingga dinilai tidak natural. Proses produksi garam biasanya terdiri dari beberapa langkah seperti pencucian, penggilingan, penyulingan, pemutihan, pengeringan, dan penambahan zat anti kempal sebelum akhirnya masuk proses pemasaran.

Pabrik garam dapur juga biasanya menambahkan iodin untuk menanggulangi penyakit defisiensi iodin. Iodin berhubungan erat dengan hormon tiroid. Defisiensi iodin akan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang disebut sebagai goiter (juga dikenal sebagai struma atau penyakit gondok).

Dari segi harga, sea salt lebih mahal ketimbang garam dapur biasa. Ketersediannya pun makin banyak. Sekarang ini sudah tak lagi sulit mencari sea salt di swalayan, baik produksi rumahan maupun pabrik besar. Bahkan, sea salt juga kerap dicampurkan ke makanan ringan seperti keripik kentang.

Dibandingkan dengan garam dapur, bentuk dan ukuran sea salt menyerupai kristal dan lebih besar (tidak berbentuk bubuk). Hal ini mungkin membatasi jumlah penggunaan oleh konsumsi. Satu sendok sea salt tentu terlihat lebih sedikit jika dibandingkan dengan satu sendok garam dapur yang bentuknya bubuk. Kemungkinan lainnya juga karena mungkin lebih mahal, banyak konsumen yang hanya menggunakan sea salt secukupnya sehingga lebih hemat.

Apakah sea salt lebih baik untuk diet?

Jangan lantas merasa “aman” karena nutrisi sea salt lebih banyak ketimbang garam dapur. Baik sea salt maupun garam dapur tetap merupakan garam yang asin. Penggunaan secara berlebihan dalam diet atau pola makan sehari-hari tak baik untuk kesehatan, terutama untuk tekanan darah dan kesehatan jantung.

Penggunaan maksimal garam harian adalah sekitar 2.300 mg atau satu sendok teh. Namun, batasan ideal menurut Heart.org adalah tidak melebihi 1.500 gram per hari, terutama bagi penderita tekanan darah tinggi. Membatasi pemakaian garam hingga 1.000 mg per hari bisa meningkatkan tekanan darah dan kesehatan jantung.

Tak sedikit orang yang mengonsumsi garam berlebihan dan tak menyadarinya, terutama karena makanan yang dikonsumsi adalah makanan kemasan, makanan olahan, atau makanan cepat saji. Jika itu semua dikonsumsi setiap hari, sulit untuk memantau rekomendasi asupan garam harian. Oleh sebab itu, jenis makanan yang disebutkan tadi sebaiknya dihindari atau dibatasi karena kaya akan sodium.

Tips membatasi konsumsi garam harian

Sebagai upaya mengendalikan konsumsi garam harian, ikuti tips di bawah ini:

  • Pilihlah makanan yang rendah garam. Semakin sering Anda membatasi garam, maka semakin terbiasa lidah Anda dengan makanan yang rendah garam.
  • Biasakan untuk membaca label makanan kemasan atau makanan cepat saji sebelum membeli. Perhatikan kandungan garam (bisa tertulis sebagai “sodium” atau “natrium”). Jika mungkin, pilih yang bertuliskan “rendah garam”.
  • Perbanyak konsumsi buah dan sayuran sebagai camilan.
  • Pilihlah makanan tanpa garam seperti unsalted nuts (kacang-kacangan tanpa garam), unsalted butter, dan masih banyak lagi.
  • Hindari penggunaan garam ketika memasak dan cicipi masakan terlebih dahulu untuk mengetahui rasa alami masakan.
  • Batasi penggunaan garam ketika sedang memasak.
  • Lebih baik gunakan bumbu alternatif pengganti rasa asin garam seperti bawang, jahe, cuka, basil, kayu manis, bubuk kari, jus lemon, paprika, dan lain-lain.

Garam dapur maupun sea salt sama-sama mengandung tinggi sodium, sehingga sea salt tak lebih baik untuk diet atau pola makan Anda sehari-hari. Oleh karena itu, tetap batasi konsumsinya, meski sea salt diketahui lebih banyak nutrisi dan diklaim lebih natural.

(RN/ RVS)

Pola MakanNutrisiMagnesiumgaramDietPotasiumKaliumSea SaltPenyakit Gondok

Konsultasi Dokter Terkait