Kesehatan Mental

Awas, Sikap Perfeksionis Bisa Picu Gangguan Mental!

Ayu Maharani, 09 Okt 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Ingin hasil terbaik dari kerja keras memang tak salah, tapi jika terlalu memaksakan diri jadi perfeksionis, Anda bisa kena gangguan mental!

Awas, Sikap Perfeksionis Bisa Picu Gangguan Mental!

Pernahkah Anda bekerja sama dengan seorang perfeksionis? Jika ya, bagaimana rasanya? Mungkin bisa dibilang campur aduk, ya. Pasalnya, Anda pasti sangat senang karena mendapat hasil yang memuaskan, tetapi di sisi lain, Anda merasa lelah karena harus berkali-kali memperbaiki hal sepele. Lalu, tahukah Anda bahwa sikap ingin selalu sempurna seperti itu akan memicu gangguan mental di masa mendatang?

Dilansir Health Harvard, memang pada dasarnya perfeksionisme adalah niatan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan itu tidak salah. Namun, saat Anda tidak bisa sedikit saja menolerasi kesalahan kecil, di situlah perfeksionisme menjadi salah. Dan parahnya lagi, sikap perfeksionis bisa membuat Anda tidak berani menyelesaikan tugas apa pun karena takut membuat kesalahan. Karena itu, menjadi terlalu sempurna hanya akan memicu terjadinya gangguan kesehatan mental yang merugikan.

Mengutip dari Verywell Mind, rupanya perfeksionisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu perfeksionisme sehat dan adaptif, serta perfeksionisme tidak sehat dan maladaptif.

  • Perfeksionisme sehat

Jenis perfeksionisme yang satu ini ditandai dengan menetapkan standar tinggi untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tekun dan amat teliti dalam menghadapi permasalahan. Dan, perfeksionisme sehat biasanya sejalan dengan perilaku kepemimpinan yang sangat bagus untuk menggerakkan sebuah organisasi.

  • Perfeksionisme tidak sehat

Jenis perfeksionisme ini ditandai dengan sering menyibukkan diri dan kerap kali berkutat dengan masa lalu alias susah lupa dengan kesalahan yang sudah lewat. Ia pun menjadi sosok yang takut membuat kesalahan dan selalu ragu terhadap kemampuannya sendiri dan orang lain. Selain itu, biasanya orang ini akan memiliki keseriusan yang berlebihan hingga tidak mampu mengontrol diri.

Secara umum, perfeksionisme sehat cenderung dikaitkan dengan kondisi psikis yang baik dan tingginya prestasi. Sedangkan perfeksionisme tidak sehat akan dikaitkan sebagai bentuk “penyiksaan” terhadap diri sendiri dan orang lain. Dan, jenis inilah yang biasanya menimbulkan penyakit mental, yaitu obsessive compulsive disorder (OCD).

Nah, saat perfeksionisme maladaptif telah berubah menjadi OCD, orang itu akan selalu terobsesi dengan pemeriksaan atau pengecekan yang berulang-ulang, meskipun sebenarnya hal yang ia periksa itu sudah baik adanya. Alhasil, perasaan tersebut bisa membuat orang itu kehilangan kepercayaan dirinya sama sekali.

Ironisnya, orang OCD yang telah hilang kepercayaan dirinya itu bukannya bersikap lebih tenang. Sebaliknya, ia malah semakin tak terkendali dan agresif karena kehilangan kemampuan dalam mengontrol pikirannya sendiri.

Bagaimana cara mengatasinya?

Untuk mengatasi perfeksionisme yang telah berubah menjadi OCD, ada baiknya mengikuti terapi perilaku kognitif untuk mengembalikan kepercayaan diri dan kepercayaannya terhadap orang lain.

Selain itu, terapi tersebut bisa meningkatkan kemampuannya dalam mengevaluasi secara objektif dan menoleransi kesalahan-kesalahan di sekitarnya. Sehingga, ia bisa lebih mengontrol pikiran-pikiran di dalam kepala agar tidak berlebihan dalam bertindak. Meditasi pun diperlukan untuk mengoptimalkan terapi karena disinyalir bisa menenangkan tubuh dan pikiran.

Apabila sikap perfeksionis itu belum sampai berubah menjadi OCD, dr. Dewi Ema Anindia merekomendasikan beberapa cara untuk meredam hal tersebut, antara lain:

  • Jangan menerapkan target yang terlalu mustahil untuk dicapai.
  • Jangan mengkritik diri sendiri dan orang lain secara berlebihan.
  • Selesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu yang ditentukan, tidak terlalu cepat dan tidak terlambat. Intinya pas-pas saja.
  • Maafkanlah kesalahan diri sendiri dan orang lain. Dan, tekankan pada diri bahwa tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang sempurna.
  • Berikan apresiasi terhadap diri sendiri dan orang lain yang sudah bekerja sama kerasnya dengan Anda.

Jadi, apabila Anda berhadapan dengan orang yang memiliki sifat perfeksionis sehat, jadikanlah itu sebagai motivasi untuk bekerja lebih optimal lagi. Sebaliknya, apabila Anda berhadapan dengan orang yang memiliki sifat perfeksionis tidak sehat, bersabarlah. Sebab, masalah sebenarnya bukan pada Anda, tetapi dirinya. Agar Anda tidak ikut-ikutan menjadi seorang perfeksionis maladaptif yang berujung pada gangguan mental OCD, selalu tanamkan keseimbangan dalam hidup Anda, bukan kesempurnaan.

[RS/ RVS]

Gangguan MentalOCDPerfeksioniskesehatan mentalHari Kesehatan Mental SeduniaObsesif Kompulsif

Konsultasi Dokter Terkait