Kesehatan Mental

Adakah Hubungan Workaholic dengan Gangguan Kejiwaan?

dr. Reza Fahlevi, 09 Okt 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Orang yang gila kerja atau workaholic rela memangkas waktu istirahatnya untuk bekerja. Kebiasaan ini diduga memicu gangguan kejiwaan.

Adakah Hubungan Workaholic dengan Gangguan Kejiwaan?

Workaholic merupakan istilah yang menggambarkan seorang pekerja keras yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk bekerja, bahkan waktu istirahatnya.  Perilaku ini memiliki sisi positif dan negatif. Salah satu sisi negatif workaholic adalah pelakunya rentan mengalami gangguan kejiwaan.

Sisi positif dan negatif workaholic

Orang yang gila kerja biasanya menjadi karyawan teladan di kantornya, karena mampu menyelesaikan semua pekerjaan dengan sempurna, termasuk bagian detail dari pekerjaan tersebut. Kabar baiknya, para workaholic dapat diandalkan dalam suatu perkerjaan dan disenangi oleh atasan. Sehingga, orang tipe ini sering mendapat pujian dan dihargai atas hasil pekerjaannya.

Meski demikian, orang-orang yang gila kerja biasanya dapat mengesampingkan hal lain demi pekerjaannya, termasuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kehidupan sosialnya. Jika dibiarkan begitu saja, orang ini tidak bisa menikmati hidup. Dampak negatif yang mungkin terjadi adalah terganggunya keseimbangan kehidupannya, antara bekerja, istirahat, olahraga, makan, dan berinteraksi sosial.

Selain itu, tidak teraturnya pola makan serta waktu  untuk olahraga dan istirahat rentan memengaruhi kondisi fisiknya. Tidak jarang, seorang workaholic mengalami gangguan penyakit metabolik dan penyakit kronis lainnya.

Tidak hanya itu, stres akibat pekerjaan dan kurangnya waktu untuk berinteraksi dengan keluarga atau teman juga bisa membuat seorang penggila keras rentan mengalami gangguan kesehatan mental.

Gangguan kejiwaan dan workaholic

Workaholic dikaitkan dengan beberapa kelainan atau gejala gangguan kejiwaan. Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penelitian. Salah satunya penelitian di Norwegia yang dilakukan oleh beberapa peneliti psikologi. Penelitian ini melibatkan 16.426 pekerja di Norwegia.

Ditemukan bahwa terdapat hubungan antara workaholic dengan beberapa gangguan kejiwaan seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), ansietas (kecemasan), serta depresi. Penelitian ini memperoleh hasil sebagai berikut:

  • Sekitar 32,7 persen karyawan workaholic juga memenuhi kriteria gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, dibandingkan 12,7 persen pada karyawan yang bekerja biasa-biasa saja.
  • Sekitar 25,6  persen karyawan workaholic juga memenuhi kriteria gangguan obsesif-kompulsif, dibandingkan 8,7 persen pada karyawan lain.
  • Sekitar 33,8 persen karyawan workaholic memenuhi kriteria ansietas, dibandingkan 11,9 persen karyawan lainnya.
  • Sekitar 8,9 persen karyawan workaholic memenuhi kriteria depresi, dibandingkan 2,6 persen pada karyawan yang lain.

Dari hasil di atas, ada beberapa dugaan terkait hubungan antara workaholic dan gangguan kejiwaan.

Peneliti tersebut berspekulasi bahwa orang dengan kecenderungan ADHD akan mengalami workaholic karena gangguan pemusatan pikiran yang dialami membuat mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan pekerjaan.

Selain itu, workaholic juga kerap digunakan oleh para pengidap ADHD untuk menyalurkan tenaga yang tidak ada habisnya.  Bagi mereka yang memiliki sifat obsesif kompulsif, workaholic dapat menjadi suatu kompulsi (tindakan) untuk menyalurkan obsesi yang ada dalam pikirannya.

Efeknya bisa berbeda lagi bagi orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan. Gila kerja dapat membantu mereka melawan rasa cemas dan depresi karena orang yang workaholic sangat dihormati dan dihargai. Oleh sebab itu, orang yang mudah cemas biasanya bekerja keras untuk mendapatkan pengakuan tersebut.

Gila kerja dan risiko gila

Kasus ini pun menarik para peneliti dari Amerika Serikat untuk mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa terjadi antara gila kerja dan gangguan kejiwaan.

Mereka akhirnya menemukan bahwa workaholic dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, selain menemukan hal yang serupa dengan penelitian sebelumnya, bahwa adanya gangguan kejiwaan tertentu dapat memicu seseorang menjadi workaholic.

Pada orang normal yang tidak memiliki gangguan kejiwaan, bekerja terlalu lama - tanpa memperhatikan waktu beristirahat, merawat diri, berinteraksi dengan keluarga dan berinteraksi sosial - dapat membuat orang merasa terisolasi.

Akibatnya, segala beban masalah dan stres akan dibendung sendiri. Orang-orang seperti ini secara psikologis lebih rentan mengalami gangguan jiwa akibat stres, hingga bisa menjadi gila. Pasalnya, kejenuhan bekerja dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan seseorang mengalami burnout syndrome atau rasa terbebani tuntutan tertentu.

Agar terhindar dari hal tersebut, tetaplah menjaga keseimbangan hidup Anda dengan menyisihkan waktu istirahat dan olahraga yang cukup di tengah pekerjaan yang menumpuk sekalipun. Selain itu, penuhi juga kebutuhan nutrisi Anda untuk menjaga daya tahan tubuh tetap optimal.

Demi menjaga kesehatan mental, atur juga waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan teman. Bila terpaksa Anda tidak memiliki waktu untuk bertemu, setidaknya lakukanlah komunikasi. Anda dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dengan melakukan video call bersama teman atau keluarga.

Menjadi seorang workaholic mungkin baik bagi perkembangan karier, dan kondisi finansial Anda. Tapi, jangan sampai ambisi tersebut mengesampingkan kebutuhan Anda sebagai manusia yang memerlukan interaksi sosial dan hidup yang sehat. Agar terhindar dari gangguan kejiwaan, imbangi kerja keras Anda dengan pola hidup sehat dan mengapresiasi diri dengan melakukan hal yang Anda suka.

[NP/ RVS]

gangguan kejiwaanWorkaholicgila kerjaGangguan Kecemasankesehatan mentalburnout syndromeADHD

Konsultasi Dokter Terkait