Menu
KlikDokter
Icon Search
Icon LocationTambah Lokasi KamuIcon Arrow
HomeIbu Dan anakKehamilanKenali Penyebab Bayi Lahir Prematur Saat Gempa
Kehamilan

Kenali Penyebab Bayi Lahir Prematur Saat Gempa

dr. Sara Elise Wijono MRes, 07 Agt 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Getaran disebut-sebut dapat memicu bayi lahir prematur. Namun, benarkah gempa dan kelahiran bayi prematur saling berhubungan?

Kenali Penyebab Bayi Lahir Prematur Saat Gempa

Indonesia termasuk negara yang sering mengalami gempa bumi. Baru-baru ini pun terjadi gempa Lombok yang goncangannya dirasakan hingga ke Bali. Tapi, apakah kejadian gempa ini dapat membuat bayi lahir prematur?

Bayi dikatakan lahir prematur apabila lahir saat usia kehamilan 20 hingga 37 minggu. Hal ini membutuhkan perhatian khusus, karena pada usia kehamilan tersebut bisa jadi bayi belum berkembang secara sempurna.

Bayi yang lahir prematur berpotensi memiliki masalah kesehatan serius, yang dapat memengaruhi kehidupannya di masa depan. Misalnya saja cerebral palsy yang akan dialami seumur hidup atau adanya gangguan dalam mencerna informasi yang dapat muncul dalam proses belajar anak-anak bahkan dewasa.

Penyebab kelahiran bayi prematur

Berbagai hal berikut ini dapat menyebabkan kelahiran prematur. Dengan mengetahui penyebab kelahiran prematur, Anda dapat lebih waspada dan berhati-hati saat hamil.

  1. Perdarahan desidua (membran mukosa yang melapisi bagian endometrium rahim) seperti pada abruptio plasenta. Selain itu adanya masalah pada rahim seperti distensi rahim akibat kehamilan mutipel atau polihidramnion juga bisa menjadi penyebabnya.
  2. Terjadinya pembukaan dan penipisan dinding rahim sebelum waktunya (Inkompetensi serviks).
  3. Perubahan bentuk pada rahim (akibat abnormalitas duktus mullerian atau fibroid rahim).
  4. Peradangan pada serviks, misalnya akibat bakterial vaginosis atau trikomoniasis
  5. Peradangan atau demam pada ibu, misalnya akibat infeksi saluran kemih (ISK).
  6. Perubahan hormonal, misalnya stres pada ibu atau janin.
  7. Insufisiensi plasenta dan rahim, misalnya akibat hipertensi, diabetes, penyalahgunaan narkoba, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan sebagainya).
  8. Riwayat melahirkan prematur sebelumnya.
  9. Jarak yang pendek antar kehamilan.

Bagaimana kaitan gempa bumi dengan kelahiran bayi prematur?

Adanya gempa bumi tentu saja akan menimbulkan stres, kekhawatiran, dan kecemasan pada ibu hamil. Keadaan ini dapat memicu tingginya hormon kortisol pada ibu, yang berdampak pada tingginya hormon kortisol di cairan amniotik (ketuban). Level kortisol yang tinggi pada cairan amnion dapat memperpendek usia kehamilan.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa berbagai bencana alam, seperti gempa bumi, badai salju, dan Hurricane Sandy tahun 2012, akan meningkatkan level stres pada ibu hamil.

Hal ini dapat menyebabkan peningkatan katekolamin yang dilepaskan oleh ibu hamil, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur.

Uniknya, efek ini tidak hanya diamati bagi ibu hamil yang mengalami gempa bumi pada trimester akhir kehamilannya, namun juga bagi mereka yang terkena bencana alam saat trimester pertama kehamilan.

Kasus yang pernah terjadi

Saat terjadi Tropical Cyclone Yasi tahun 2011 di Queensland, Australia, ditemukan peningkatan kelahiran prematur sebanyak 20 persen pada ibu hamil. Saat bencana alam tersebut terjadi, mereka tengah menjalani trimester pertama kehamilan.

Studi lainnya dilakukan pada tahun 1994 saat gempa di Northridge, Amerika Serikat, dan menemukan hasil serupa. Wanita yang tengah hamil pada trimester pertama kehamilan akhirnya melahirkan kurang lebih satu minggu lebih awal, dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami gempa bumi tersebut.

Penelitian pada gempa bumi tahun 2005 di Chile menemukan bahwa gempa yang dialami hingga enam bulan sebelum persalinan dapat memberikan dampak negatif bagi kehamilan.

Pada kasus gempa Chile, ditemukan persalinan prematur lebih banyak terjadi (8 persen), dibandingkan persalinan prematur pada waktu lainnya (sekitar 5 persen).

Berbagai kasus di atas kemudian terjawab oleh studi yang dilakukan oleh University of California. Dari penelitian tersebut ditemukan perbedaan persepsi mengenai gempa antara ibu hamil.

Mereka yang sedang hamil pada trimester pertama akan mengalami gangguan emosional yang luar biasa, sementara mereka yang sedang hamil trimester ketiga mengalami gangguan emosional moderat. Dengan kata lain, ibu hamil trimester pertama memiliki tingkat stres lebih besar saat terjadi gempa.

Dijelaskan juga bahwa gempa bumi yang dialami saat awal kehamilan tidak akan memicu proses persalinan secara langsung. Namun, hal ini dapat menyebabkan persalinan menjadi lebih awal.

Wajar bila goncangan gempa bumi seperti yang terjadi di Lombok dapat memicu bayi lahir prematur. Karena di tengah suasana bencana alam, kondisi psikologis ibu hamil menjadi tidak stabil dan rentan stres. Semoga bencana gempa bumi di Lombok cepat berlalu dan tak memakan korban lagi.

[NP/ RVS]

PrematurGempa BumiStresGempaBayi Prematurgempa lombokBayiBayi Lahir PrematurHari Prematuritas Sedunia

Konsultasi Dokter Terkait