HomeIbu Dan anakKehamilanKenali Penyebab Kehamilan Berisiko Tinggi
Kehamilan

Kenali Penyebab Kehamilan Berisiko Tinggi

dr. Fiona Amelia MPH, 28 Mei 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Kehamilan dianggap berisiko tinggi jika ada penyebab mendasar yang dapat membahayakan ibu dan janin. Apa saja penyebabnya?

Kenali Penyebab Kehamilan Berisiko Tinggi

Semua ibu hamil tentunya mengharapkan kehamilan yang sehat dan persalinan yang lancar. Namun, ada kalanya suatu kehamilan menjadi lebih berisiko karena hal-hal tertentu.

Istilah kehamilan berisiko tinggi memberi arti bahwa untuk mencapai kehamilan yang sehat dan persalinan yang lancar, diperlukan perhatian lebih atau perawatan ekstra. Ini karena ibu dan janin lebih berpeluang mengalami gangguan kesehatan baik sebelum, selama, maupun setelah bersalin.

Spektrum gangguan bisa ringan hingga berat, atau bahkan mengancam nyawa keduanya.

Penyebab kehamilan berisiko tinggi

Ada banyak kondisi yang menyebabkan suatu kehamilan dianggap berisiko tinggi. Secara umum, kondisi-kondisi ini digolongkan ke dalam empat kategori, yakni riwayat penyakit ibu sebelum hamil, usia ibu saat mulai hamil, faktor gaya hidup, dan kondisi kehamilan itu sendiri.

1. Riwayat penyakit ibu sebelum hamil

Adanya penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit ginjal, gangguan tiroid atau penyakit autoimun, meningkatkan peluang keguguran, persalinan prematur, atau berat lahir bayi rendah.

Sebagian juga dapat memicu keracunan pada kehamilan (preeklamsia) dan cacat bawaan pada bayi. Namun, selama penyakit-penyakit ini terkelola dengan baik, maka ibu hamil dan bayi bisa tetap sehat.

Kondisi lain yang perlu diwaspadai yakni obesitas. Wanita yang sejak sebelum hamil sudah memiliki berat badan yang berlebih, lebih berisiko mengalami diabetes saat hamil. Kondisi ini juga dapat menyulitkan persalinan. Oleh sebab itu, peningkatan berat badan pada wanita yang obesitas tidak boleh lebih dari 5-9 kg selama kehamilan.

Ibu hamil dengan status HIV (Human Immunodeficiency Virus) positif juga harus ekstra hati-hati. Infeksi virus ini merusak sel kekebalan tubuh, sehingga ibu hamil lebih mudah terinfeksi penyakit lainnya. Janin juga berisiko tertular infeksi HIV saat ibu bersalin maupun menyusui. Kabar baiknya, melalui kontrol rutin selama hamil dan terapi yang efektif, risiko penularan ini bisa dikurangi.

2. Usia ibu

Kehamilan di usia yang terlalu muda atau terlalu tua memiliki risiko masing-masing.Jika ibu hamil masih tergolong remaja, risiko infeksi dalam kehamilan, tekanan darah tinggi, kekurangan sel darah merah (anemia), dan persalinan prematur akan lebih besar.

Risiko ini pun makin meningkat oleh karena ibu hamil yang masih remaja ini cenderung tidak melakukan kontrol rutin dengan dokter. Salah satu sebabnya karena sebagian kehamilan remaja bukanlah kehamilan yang diinginkan.

Wanita yang baru pertama kali hamil di atas usia 35 tahun juga lebih berisiko mengalami komplikasi persalinan seperti perdarahan yang berlebihan saat bersalin, persalinan lebih dari 20 jam atau macet, serta bayi mengalami kelainan genetik seperti sindrom Down.

3. Faktor gaya hidup

Kebiasaan mengonsumsi alkohol atau rokok selama hamil akan meningkatkan risiko keguguran, persalinan prematur, bayi lahir mati, cacat bawaan saat lahir, hingga kematian bayi mendadak. Risiko-risiko ini pun meningkat pada wanita hamil yang menjadi perokok pasif.

4. Kondisi kehamilan

Hal yang paling sering mempersulit kehamilan yakni preeklampsia dan eklamsia, atau yang dikenal sebagai keracunan pada kehamilan. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan tiba-tiba tekanan darah setelah usia kehamilan 20 minggu.

Bentuk yang lebih berat disebut dengan eklamsia, yang ditandai dengan munculnya kejang hingga koma pada ibu hamil. Jika tidak terdeteksi dini dan terkelola dengan baik, maka dapat mengancam nyawa ibu dan janin.

Adanya kehamilan kembar dan diabetes pada kehamilan juga meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia. Umumnya janin harus dilahirkan secara prematur, dimana usia kehamilan masih kurang dari 37 minggu.

Bayi yang lahir prematur tentu memiliki berat badan yang lebih kecil daripada bayi cukup bulan. Selain itu, bayi prematur lebih rentan mengalami gangguan pernapasan dan infeksi.

Kondisi lain yang dapat menjadi penyulit kehamilan yakni plasenta previa. Plasenta atau ari-ari yang menutupi jalan lahir, dapat menyebabkan perdarahan. Apalagi, jika ibu hamil mengalami kontraksi. Jika ari-ari masih menutupi jalan lahir mendekati waktu bersalin, kemungkinan diperlukan operasi caesar untuk mengurangi risiko perdarahan pada ibu.

Adakah cara mencegahnya?

Kunci utama dari semua kehamilan yang sehat yakni memastikan diri Anda sehat sebelum hamil, menerapkan pola hidup yang sehat, dan rutin kontrol dengan dokter selama kehamilan. Secara spesifik, berikut yang perlu Anda lakukan:

  • Mengonsumsi asam folat 400 mcg per hari sejak 3 bulan sebelm hamil.
  • Melengkapi imunisasi.
  • Menerapkan pola makan yang sehat dan menjaga berat badan di rentang normal.
  • Berolahraga secara rutin.
  • Menghindari rokok, alkohol, dan obat-obatan, kecuali yang diresepkan oleh dokter.
  • Melibatkan dokter sejak merencanakan kehamilan dan melakukan kontrol rutin selama kehamilan.

Jika ternyata kehamilan Anda dianggap berisiko tinggi, konsultasi dengan ahli fetomaternal kerap diperlukan untuk menentukan kesejahteraan ibu dan janin. Anda pun harus mengikuti seluruh anjuran dokter tanpa kecuali.

Pada dasarnya, menghadapi kehamilan yang berisiko tinggi perlu ketenangan. Yang penting, Anda melakukan yang terbaik dan selalu berpikir positif agar kehamilan dan persalinan bebas komplikasi.

[NP/ RVS]

preeklamsiaKehamilanJaninEklamsiaKehamilan Berisiko TinggiIbu HamilHamil

Konsultasi Dokter Terkait