Kesehatan Balita

Faktor Penyebab KLB Campak dan Gizi Buruk di Asmat

Ruri Nurulia, 18 Mei 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Empat faktor ini menjadi penyebab terjadinya KLB Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat, Papua, beberapa bulan lalu.

Faktor Penyebab KLB Campak dan Gizi Buruk di Asmat

Masih jelas dalam ingatan ketika media memberitakan tentang status Kejadian Luar Biasa atau KLB campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, pada bulan Desember 2017 hingga Februari 2018 lalu. Kondisi tersebut menyebabkan 66 orang meninggal dunia karena campak dan 10 lainnya karena gizi buruk.

Setelah beberapa bulan berselang, lewat diskusi publik “Pembelajaran dari Asmat: Sinergi Berkelanjutan untuk Papua Sehat dan Mandiri” sekaligus acara “Deklarasi Aliansi untuk Papua” yang berlangsung di Sekretariat PB IDI, Jakarta, hari Selasa (15/05), disebutkan bahwa setidaknya ada empat faktor penyebab KLB campak dan gizi buruk di Asmat.

Dalam presentasinya, drg. Usman Sumantri, M.Sc., Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan RI, memaparkan bahwa ada empat faktor penyebab terjadinya KLB campak dan gizi buruk di Asmat, yaitu faktor lingkungan (40 persen), faktor perilaku sosial budaya (30 persen), faktor pelayanan kesehatan (20 persen), dan faktor genetika (10 persen).

Dikatakan bahwa kasus permasalahan kesehatan di Kabupaten Asmat ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat Asmat. Untuk kasus campak, cakupan imunisasi lengkap sulit untuk dilakukan karena anak-anak yang berusia 6 bulan sudah dibawa ke hutan sehingga sulit dijangkau oleh petugas kesehatan. Sedangkan untuk kasus gizi buruk, pola hidup bersih dan sehat masyarakat Asmat tergolong rendah, sekaligus ketersediaan air bersih masih minim.

“Salah satu penyebab, misalnya ketika air surut, terjadilah becek. Anak-anak pun bermain di sana, padahal kondisinya kotor. Setelah itu mereka makan tanpa membersihkan tangan seperti tidak terjadi apa-apa,” ungkap drg. Usman.

Selain itu, biaya dan minimnya tenaga kesehatan profesional juga menjadi salah satu kendala saat menangani KLB campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat. Untuk menangaini hal ini, Kementerian Kesehatan harus mengirim 120 Tenaga Nusantara Sehat untuk ditempatkan di 10 Puskesmas dalam jangka waktu dua tahun. Lima jenis tenaga kesehatan yang akan dikirim terdiri dari dokter, perawat, nutrisionis, kesling/kesmas, dan farmasi.

Lewat presentasinya, drg. Usman juga mengungkapkan bahwa ada beberapa dokter yang seharusnya bertugas di RSUD absen atau tidak praktik. Ini menjadi catatan tersendiri untuk Kemenkes, dan diharapkan akan ada tindakan selanjutnya.

Hasil yang telah dicapai

Hasil yang telah dicapai selama dalam penanganan KLB campak dan gizi buruk antara lain:

  • Outbreak Response Immunization (ORI) campak dilaksanakan untuk sasaran usia 9-59 bulan di 224 kampung dan 23 distrik berjumlah 22.007 anak divaksinasi.
  • Pelayanan kesehatan, pasien terlayani pada penanganan KLB campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat – dari September 2017 sampai 17 Maret 2018 – berjumlah 651 kasus campak, 229 kasus gizi buruk, dan 11 kasus komplikasi campak dan gizi buruk.
  • Pemberian makanan tambahan (PMT) dalam tiga tahap: PMT balita 5 ton, PMT bumil 650 kg, dan PMT anak sekolah 250 kg.
  • Penyediaan stok obat dan vaksin di Kabupaten Asmat dan Provinsi Papua yang secara umum mencukupi untuk pelayanan kesehatan. Obat buffer stok pusat juga telah dikirimkan yang didistribusikan untuk RSUD Asmat, Puskesmas, dan GFK Asmat.
  • Pelayanan spesialistik di RSUD Agats dan pengaktifan ruangan radiologi dan ruangan operasi.
  • Perbaikan manajemen Dinkes, RSUD, dan Puskesmas.

Meski status KLB campak dan gizi buruk telah selesai, tapi permasalahan kesehatan secara umum di Asmat, Papua, serta wilayah-wilayah pelosok Indonesia lainnya masih harus terus diupayakan mulai dari:

  • Peningkatan akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi
  • Perubahan pola asuh menjadi lebih baik, terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan bayi dan anak
  • Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih

Ketiga hal di atas tentunya menjadi tantangan tersendiri karena akar permasalahannya ada pada kondisi politik, sosial, dan budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta degradasi lingkungan.

Menurut dr. Marina Damajanti, MKM, Kasubdit Penanggulangan Masalah Gizi Kemenkes RI, diperlukan pendekatan khusus untuk menangani gizi buruk di sana. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan akar permasalahan yang telah disebutkan di atas agar hasilnya lebih efektif.

Kondisi yang terjadi di Asmat, tampaknya bisa menjadi cermin bahwa kejadian luar biasa atau KLB campak dan gizi buruk, sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu perlu koordinasi dan kerja sama berbagai pihak, untuk bisa mengatasi dan mencegah kondisi tersebut.

[RVS]

giziMalnutrisiKLBAsmatKLB Campak dan Gizi BurukCampakGizi Buruk

Konsultasi Dokter Terkait